Harga Selangit Seragam SMA Negeri, Calon Siswa Pakai Sistem Cadangan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Musi Banyuasin, IDN Times --Bukannya meringankan, malah memberatkan. Begitulah beberapa keluhan orang tua para saat memilih memasukkan anak mereka ke sekolah negeri. Terutama bagi mereka yang tengah dalam kondisi ekonomi pas-pasan.
Seperti diutarakan salah satu orang tua siswa baru di salah satu SMA negeri di Tungkal Jaya, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumsel. Menurutnya pihak sekolah sudah kelewatan mematok tarif mahal untuk pembelian seragam sekolah.
"Tanggal 14 kemarin, pagi aku ke sekolah dimana anakku diterima, tapi nak mayo sen (harus bayar uang) 1.100.000 untuk baju 4 setel," ujarnya.
Baca Juga: Bandara SMB II Palembang Kembali Buka Penerbangan Langsung ke Saudi
1. Orang tua ingin anak sekolah namun sulit pinjam uang
Tak hanya itu, dirinya juga kembali harus merogoh kocek Rp1.000.000 untuk bayar adminitrasi, dikarenakan anaknya masuk dalam daftar calon siswa cadangan.
"Kalau yang lolos tes bayar Rp1.100.000, yang tidak lolos tes Rp2.100.000. Nah itulah yang muat peneng (membuat pening)," ungkapnya.
Apalagi menurutnya, ini sudah akhir bulan dan mau pinjam uang dengan bunga tinggi juga ia tak sanggup. Sementara sang anak sudah berharap bisa sekolah di SMA negeri tersebut.
"Saya mengeluh di sosmed, berharap bisa didengar dan ada perubahan. Kasihanilah kami orang susah ini, namun ingin menyekolahkan anak," tuturnya.
2. Kepala sekolah beralasan ngaji dan salat syarat kelulusan
Pungutan itu diduga dilakukan oleh tenaga pendidik di SMA berada di Desa Sumber Harum, Kecamatan Tungkal Jaya, Kabupaten Muba. Diduga guru tersebut tidak akan meluluskan banyak siswa dengan alasan, tidak bisa mengaji, tidak bisa salat dan lain-lainnya.
Terkait hal ini, Kepala SMA Negeri di wilayah Tungkal Jaya berinisial Ms mengatakan, masalah ini tidak usah dilanjutkan. Karena pihaknya tidak memaksa orang tua siswa.
"Begini ceritanya, kalau untuk masalah seragam, memang ada seragam yang nanti dipakai siswa-siswi baru. Kalau tidak seragam, kami ini tinggal di desa repot memang, tapi bagi saya ini tidak ada paksaan. Kalau mau silahkan, tidak juga tidak apa-apa," ungkapnya.
Lanjutnya, bagi orang tua terkesan ada paksaan, karena kalau tidak memesan tidak akan dapat. Sementara kalau mau beli diluar tidak ada.
3. Tarif iuran untuk rehab lapangan tak ditentukan
Alasan lainnya, lanjutnya, memang program sekolah ini anak-anak harus bisa mengaji dan salat. Dari awal telah disampaikan melalui pengumuman pada PPDB, bila anak-anak tidak bisa salat dan mengaji akan di jadikan cadangan.
“Mereka dijadikan cadangan dan dikumpulkan, sekitar 7 orang apa, lalu ditanya bagaimana risikonya. Sudah kita jelaskan, bila mau menyumbang untuk bantuan perehaban lapangan, itu tidak dipatok nominalnya. Tapi tidak usah dilanjutin beritanya,” tegasnya.
4. MAKI tegaskan sekolah jangan bertindak jadi pedagang
Menanggapi adanya dugaan pungli berkedok beli seragam di SMA negeri, Kabid SMA Dinas Pendidikan Sumsel, Joko Edi Purwanto belum memberikan jawaban. Saat dicoba konfirmasi melalu pesan WhatsApp, juga belum dibalas.
Sementara itu, deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K-MAKI) Sumsel, Feri Kurniawan mengatakan, pembelian seragam tergantung dengan kemampuan orang tua siswa karena tidak semua orang tua siswa mampu membeli seragam yang disediakan dan harus dibeli.
Menurutnya ini sudah melanggar aturan karena tidak punya dasar hukum dan sekolah sudah bertindak menjadi pedagang dengan harga yang ditentukan.
"Sementara sekolah memaksakan pembelian melalui sekolah dengan harga yang ditentukan. Hal ini tentunya karena ada pihak ketiga yang menarik keuntungan dari penjualan baju sekolah," ujarnya.
5. Negara sudah fasilitasi sekolah negeri dengan subsidi
Sementara iuran sekolah itu jelas tidak diperkenankan dan berindikasi pungli dan pemerasan karena negara sudah menyediakan fasilitas untuk para siswa negeri dengan subsidi pendidikan.
"Intinya iuran dan pembelian baju sekolah merupakan perbuatan yang tidak beretika dan mencari keuntungan dari wali murid dan ini merupakan tindak pidana karena tidak ada dasar hukumnya," tegasnya.
Baca Juga: Wanita di Muba Nyaris Dibunuh Suami Usai Dianiaya dengan Pisau