Badan Geologi Catat Peningkatan Aktivitas Gunung Marapi

- Frekuensi letusan terjadi 8 kali dalam 2 pekan
- Hembusan meningkat dari 40 menjadi 125 kali dalam 2 pekan
- Gempa vulkanik (VA dan VB) berkaitan dengan pasokan magma mengalami peningkatan dari 13 menjadi 26 kali
Padang, IDN Times - Badan Geologi mencatat aktivitas Gunung Marapi di Sumatra Barat (Sumbar) terhitung 1-15 April 2025 cenderung meningkat dari segi kegempaan, hembusan, maupun letusan yang terjadi. Meskipun begitu, status Gunung Marapi dinyatakan masih tetap sama seperti sebelumnya yaitu masih level II waspada. Status Gunung Marapi diketahui diturunkan dari level III siaga sejak 1 Desember 2024 silam.
"Untuk aktivitas Gunung Marapi selama pengamatan 1-15 April menunjukkan peningkatan," kata Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid dalam keterangan resminya yang diterima IDN Times, Rabu (23/4/2025).
1. Kolom abu tertinggi 1.500 meter

Muhammad Wafid mengungkapkan, sepanjang pengamatan tersebut aktivitas letusan meningkat dari 4 kali menjadi 8 kali dalam hitungan dua pekan.
"Untuk aktivitas hembusan meningkat dari 40 menjadi 125 kali dalam 2 pekan tersebut. Begitu pula dengan aktivitas kegempaan yang terjadi," katanya.
Ia mengungkapkan, jumlah gempa vulkanik (VA dan VB) yang berkaitan dengan pasokan magma atau input juga mengalami peningkatan dari 13 menjadi 26 kali.
"Gempa tektonik juga terekam meningkat, terekam 1 kali gempa. Terasa dan tremor menerus kembali terekam," katanya.
2. Tekanan stres gunung mulai menurun

Wafid mengungkapkan, meskipun aktivitas yang meningkat, Real-time Seismic Amplitude Measurement (RSAM) masih terpantau cukup fluktuatif dan berada sedikit di atas baseline.
"Dalam dua minggu terakhir, nilai dv/v (variasi kecepatan seismik) berfluktuasi dengan simpangan yang relatif kecil mendekati nol," katanya.
Selain itu, koherensi terpantau masih cenderung naik yang saat ini di angka sekitar 0,6. Hal ini diinterpretasikan bahwa tekanan stress pada tubuh gunung api mengalami penurunan dan kondisi medium di dekat permukaan cenderung menuju kestabilan.
Ia mengatakan, tiltmeter Stasiun Batupalano memperlihatkan grafik fluktuasi mendatar, dan secara waktu jangka panjang juga cenderung mendatar.
"Hal ini dapat diinterpretasikan tidak ada deformasi inflasi maupun deflasi yang signifikan pada tubuh gunung api," katanya.
3. Laju emisi tergolong rendah

Wafid mengatakan, laju emisi atau fluks gas SO2 Gunung Marapi yang terukur dari satelit Sentinel juga masih tergolong rendah. Tercatat, pada 10 April 2025 sebesar 40 ton per hari.
"Potensi terjadinya letusan atau erupsi masih tetap ada yang dapat terjadi sewaktu-waktu sebagai bentuk pelepasan dari akumulasi tekanan energi yang dihasilkan oleh dinamika pasokan fluida atau magma," katanya.
Ia mengungkapkan, dengan adanya aktivitas erupsi dan hembusan tersebut, maka diharapkan tekanan stress pada tubuh gunung api akibat pasokan fluida atau magma dapat dilepaskan sehingga tidak terbentuk akumulasi tekanan yang besar.
"Dengan demikian diharapkan tidak terjadi erupsi besar yang melebihi erupsi Desember 2023, sehingga jika letusan atau erupsi terjadi, maka potensi bahaya dari lontaran material letusan diperkirakan masih akan berada di dalam wilayah radius 3 kilometer dari pusat aktivitas kawah Gunung Marapi," katanya.
Ia menyatakan bahwa abu erupsi dapat berpotensi mengganggu saluran pernapasan dan penerbangan yang penyebarannya mengikuti arah dan kecepatan angin.
"Material erupsi yang jatuh dan terendapkan di bagian puncak dan lereng Gunung Marapi juga tetap berpotensi menjadi lahar saat bercampur dengan air hujan. Aliran atau banjir lahar dapat terjadi pada lembah, bantara dan aliran sungai-sungai yang berhulu di bagian puncak Gunung Marapi," katanya.
"Di area kawah atau puncak Gunung Marapi juga terdapat potensi bahaya dari gas-gas vulkanik beracun seperti gas CO2, CO, SO2, dan H2S," tutupnya.