Perpustakaan dan Buku Usang, Minat Baca Pun Rendah

Palembang, IDN Times - Perpustakaan punya peran penting untuk meningkatkan kualitas manusia lewat literasi. Bahkan Undang-Undang (UU) nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengharuskan pemerintah daerah menyediakan perpustakaan di masyarakat.
Sama halnya dengan UU nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan melalui PP nomor 24 tahun 2014, juga mewajibkan setiap provinsi, kabupaten, dan kota, memiliki perpustakaan daerah yang bisa diakses oleh masyarakat umum. Bahkan pembiayaan, perawatan, dan pengelolaan perpustakaan juga menjadi tanggung jawab kepala daerah.
Namun kondisi perpustakaan daerah sekarang ini sebatas nama Organisasi Perangkat Daerah (OPD), atau hanya menggugurkan kewajiban dari amanat UU tersebut. Padahal pemerintah daerah berkewajiban melaksanakan pembudayaan gemar membaca lewat berbagai kegiatan, termasuk menjamin pelayanan perpustakaan secara merata dan mempromosikan gemar membaca.
Minimnya kegiatan pembudayaan gemar membaca atau promosi perpustakaan daerah, bisa dibilang menjadi salah satu sebab menurunnya minat baca atau literasi. Belum lagi koleksi buku di perpustakaan daerah yang usang atau tidak sesuai dengan minat anak muda. Bagaimana kondisi perpustakaan daerah di Indonesia?
Secara nasional, Tingkat Gemar Membaca (TGM) masyarakat Indonesia di 2023 pada sebesar 66,67 dan masuk kategori sedang. TGM Indonesia pada 2022 sebesar 63,90 (tinggi) mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2021 sebesar 59,52 (sedang), tahun 2020 sebesar 55,74 (sedang), tahun 2019 sebesar 53.48 (sedang), tahun 2018 sebesar 52,92 (sedang), dan tahun 2017 sebesar 36,48 (rendah).
Data ini menunjukkan adanya peningkatan kegemaran masyarakat Indonesia dari tahun 2017 sampai dengan 2022. Angkanya pun sudah masuk dalam kategori tinggi. Pada beberapa tahun sebelumnya, tingkat kegemaran membaca Indonesia selalu berada di kategori sedang.
1. Hanya membaca 2 jam 9 menit per hari

Perpustakaan Nasional merilis survei pada 2023 tentang masyarakat membaca buku sekitar 5 sampai 6 kali dalam sepekan, dengan durasi membaca rata-rata 2 jam 9 menit per hari, serta jumlah buku yang dibaca rata-rata 5 sampai 6 buku per tiga bulan.
Rata-rata durasi akses internet masyarakat Indonesia untuk mengakses bahan bacaan tahun lalu dengan skor 61,16 atau selama 1 jam 57 menit per hari atau 11 jam 56 menit per minggu. Internet yang memudahkan juga mendorong masyarakat kini enggan datang ke perpustakaan di daerahnya. Hal ini juga diamini oleh Kepala Perpustakaan Daerah Sumatera Selatan (Sumsel), M. Zaki Aslam.
“Kita tidak bisa mengharapkan masyarakat datang ke perpustakaan, karena ada keterbatasan jarak dan kesibukan yang makin tinggi. Kita mencari cara agar masyarakat dapat memperoleh akses ke perpustakaan," ungkap Zaki kepada IDN Times, Sabtu (20/7/2024).
Menurut Zaki, pihaknya sudah berupaya meningkatkan fasilitas perpustakaan mulai dari pengadaan buku baru hingga mendirikan Pojok Baca. Tujuannya agar bisa meningkatkan dan memenuhi kebutuhan literasi masyarakat. Namun sayang Dinas Perpustakaan Sumsel tetap tak bisa mengharapkan masyarakat datang karena telah terjadi penurunan minat baca. Tak heran jika Tingkat Gemar Membaca (TGM) Sumsel berada di urutan 30 dari 34 provinsi.
Zaki menyebut masyarakat sudah malas datang ke perpustakaan karena merasa informasi dapat diakses melalui handphone. Pengunjung perpustakaan di Sumsel paling banyak 100 orang per hari, bahkan pernah tak ada masyarakat yang datang. Pengunjung yang datang rata-rata adalah pelajar dan mahasiswa. Dinas Perpustakaan Sumsel pun akhirnya memanfaatkan Pojok Baca dan Mobil Perpustakaan.
Hal serupa terjadi pada perpustakaan milik pemerintah daerah (Pemda) di Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar). Perkembangan teknologi membuat masyarakat lebih banyak memanfaatkan akses digital ketika ingin membaca buku. Jumlah pengunjung perpustakaan di Bandung tidak terlalu banyak, walaupun angkanya mencapai puluhan.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Bidang Pengelolaan dari Dinas Arsip dan Perpustakaan Bandung, Tata Taqwana Soeryadinata menuturkan, pihaknya menghadirkan perpustakaan sampai ke daerah terpencil seperti tingkat rukun warga (RW), kelurahan, hingga kecamatan. Cara ini lebih efektif ketimbang mendorong masyarakat datang ke perpustakaan.
"Pada perpustakaan yang disimpan di kewilayahan ini bukunya bisa sampai 200 buah. Ini tempat bukunya bisa dibawa keliling oleh anggota PKK atau komunitas ketika mereka ada acara bisa dibawa. Jadi banyak buku yang bisa dibaca masyarakat secara langsung di tempat," kata Tata kepada IDN Times, Jumat (19/7/2024).
Meski lebih senang melihat masyarakat datang ke perpustakaan daerah untuk membaca, Tata tak menampik bahwa transformasi digital harus diimbangi karena banyak pembaca yang sekarang masih menikmati membaca buku secara daring. Pembuatan aplikasi dan laman pun dilakukan demi menarik minat baca masyarakat, hingga menjadikan Jabar menempati posisi ketiga Tingkat Gemar Membaca (TGM) di Indonesia pada tahun lalu.

Dinas Arsip dan Perpustakaan Bandung kini sudah memiliki aplikasi e-pustaka Bandung. Sayangnya masih kerap ada gangguan pada pengunduhan aplikasi tersebut lewat ponsel pintar. IDN Times coba mengunduh aplikasi tersebut lewat playstore dan hasilnya tidak terdeteksi. Sementara laman online public acces catalog yang dimiliki pun ketika dicoba nyatanya masih gangguan dan hanya bisa dibuka menggunakan komputer di perpustakaan saja.
Staf Perpustakaan Kota Bandung, Letizia menuturkan, akses untuk digital memang sedang mengalami gangguan. Namun ini hanya sementara karena sebelumnya kedua akses tersebut bisa digunakan.
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Musi Banyuasin (Dispusip), juga menganggap hadirnya teknologi bukan berarti hambatan untuk meningkatkan literasi melalui perpustakaan. Apalagi pengadaan buku terus dilakukan baik dalam bentuk fisik maupun digital.
Pihaknya juga tidak menutup diri terhadap perkembangan teknologi yang semakin berkembang saat ini. Pursasip Muba menambah koleksi e-book sebagai prioritas pengadaan.
"Apalagi Perpustakaan dan Kearsipan Muba telah meluncurkan Perpustakaan Digital iMuba yang dapat di-instal melalui gawai. Dengan adanya aplikasi ini diharapkan masyarakat dapat mengakses koleksi e-book dengan cepat dan lengkap," jelasnya.
Upaya lain yang dilakukan tentu saja meningkatkan sarana dan prasarana layanan, serta koleksi bermutu dan update dilakukan oleh Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Muba agar masyarakat gemar membaca buku ke perpustakaan.
"Dispusip Muba juga menjalankan program peningkatan layanan perpustakaan desa dengan hibah buku dan pembangunan perpustakaan desa, program sirkulasi buku mandiri untuk sekolah-sekolah, Tahfiz Qur’an, Sekolah PAUD, dan Bimbel," urainya.
2. Minim akses dan fasilitas untuk membaca

Tingkat Gemar Membaca (TGM) warga Lampung berada di posisi 18 nasional pada tahun lalu. Namun, posisi itu dianggap cukup mengkhawatirkan oleh Dwi Ariansyah, Pustakawan asal Lampung saat dibincangi IDN Times, Sabtu (20/7/2024).
Pria akrab disapa Anca itu juga sempat mempertanyakan kenapa minat baca di Lampung sangat rendah, padahal aksesnya cukup dekat dengan Ibu Kota Jakarta. Namun, tingkat bacanya setara dengan kondisi di Papua yang aksesnya sangat sangat jauh dari Ibu Kota.
“Aku coba studi permasalahannya, keliling ke daerah-daerah di Lampung ternyata memang akses membacanya tidak ada. Kita lihat aja di Lampung, Gramedia cuma ada di Bandar Lampung. Kemudian Lampung Selatan misalnya, kan sangat luas, tapi pusat perpustakaannya cuma di Kalianda,” jelasnya.
Anca menceritakan, kondisi anak-anak di taman baca yang ia bangun, awalnya juga tak tertarik dengan buku bacaan. Mereka hanya fokus memainkan gawai. Namun kondisi tersebut berubah setelah TBM Gubuk Literasi memberikan fasilitas buku bacaan yang relevan untuk dibaca anak-anak.
“Ketika sudah kita hadirkan buku bacaan yang sesuai dengan usia mereka, ternyata mereka mau baca kok. Jadi anak-anak sebenarnya mau baca tapi akses kita minim, jadi susah anak-anak mau baca,” ujarnya.
Minimnya akses dan fasilitas juga diakui Kepala Bidang Perpustakaan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Banjarmasin, Dwi Susanti. Meskipun fasilitas perpustakaan masih terbatas, pihaknya terus berupaya meningkatkan literasi warga.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah menyediakan perpustakaan keliling yang rutin beroperasi di berbagai sudut kota. Mobil perpustakaan keliling, terutama jenis Hilux, sering mengunjungi sekolah-sekolah mulai dari PAUD, SD, hingga SMP, serta sesekali singgah di ruang terbuka di Banjarmasin. “Kita punya tiga perpustakaan dan tiga unit perpustakaan keliling. Alhamdulillah, kegemaran membaca di kota ini cukup baik,” ujar Dwi.
3. Dana minim tak bisa perbarui koleksi buku

Selama mengelola perpustakaan, Anca sebagai Pustakawan selalu membangun komunikasi yang ramah dengan pengunjung serta membuat program-program menarik untuk menggaet minat baca masyarakat di Lampung.
Seperti pernah dilakoninya di salah satu perpustakaan sekolah di Bandar Lampung. Menurutnya, anak-anak sekolah sangat ingin datang ke perpustakaan. Namun fasilitas di perpustakaan sekolah masih kurang mendukung. Seperti koleksi buku hanya sedikit dan tidak diperbarui, serta mayoritas koleksinya adalah buku pelajaran.
“Jarang ada perpustakaan sekolah menghadirkan bacaan novel atau komik. Tapi ya gak bisa disalahkan juga karena perpustakaan sekolah mengandalkan anggaran dari pihak sekolah. Sebenarnya ada alokasi dananya, tapi belum ada hilalnya itu dananya kemana,” terangnya.
Mengatasi minimnya pendanaan buku-buku fiksi di sekolah, Anca membuat sebuah program yang menghasilkan uang agar digunakan untuk membeli koleksi buku baru di perpustakaan ia kelola. Program tersebut bernama Bengkel Buku, di mana para siswa yang merusakkan buku perpustakaan bisa diperbaiki di Bengkel Buku tersebut.
“Kalau mau beli buku fiksi harus menunggu dari acc bendahara ke Dana BOS. Menunggunya bisa sampai satu tahun, bahkan kadang gak dibelikan. Jadi Bengkel Buku ini hasilnya kita alokasikan untuk beli buku. Selama di sana sekitar 20 novel dan 10 komik kita beli hasil restorasi buku, dan anak-anak juga sangat antusias,” kata Anca.

Plt Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan NTB, Amir, mengatakan rendahnya minat baca karena buku-buku yang ada di perpustakaan kebanyakan koleksi lama. Ia menyebut jumlah koleksi buku di perpustakaan NTB sebanyak 60 ribu eksemplar.
Amir mengatakan bahwa anggaran untuk pengadaan buku-buku baru sangat minim. Keterbatasan anggaran hampir sama di semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD), karena anggaran diprioritaskan sektor lain. Kalaupun ada pengadaan buku baru, anggarannya bersumber dari dana pokir anggota DPRD NTB. Anggota DPRD NTB yang punya perhatian dalam peningkatan literasi atau minat baca mengalokasikan anggaran untuk pengadaan buku bagi masyarakat atau konstituennya.
"Kalau diukur dari kebutuhan, dukungan anggaran masih sangat jauh. Sehingga dalam beberapa tahun kami belum bisa mengadakan buku-buku baru. Buku-buku baru dari anggota DPRD NTB itu diserahkan ke masyarakat atau konstituen, tidak untuk koleksi perpustakaan," tuturnya, Sabtu (20/7/2024).
Amir menyebutkan jumlah koleksi buku di Perpustakaan NTB dan seluruh perpustakaan di kabupaten dan kota sekitar 2,1 juta buku. Idealnya bagi Amir, satu penduduk membaca tiga buku dalam setahun. Sehingga NTB masih kekurangan sekitar 9 juta buku. "Seharusnya dalam satu tahun dalam pengadaan buku cetak dan elektronik paling tidak Rp1 miliar," kata Amir.
Sedangkan perpustakaan Universitas Lampung (Unila), pengadaan buku di perpustakaan kampus sekitar Rp5 miliar per tahun. Bagi Khairudin, Kepala Perpustakaan (Unila), nilai pengadaan itu terbilang kecil jika dibandingkan kampus lain yang mencapai Rp15 atau Rp20 miliar.
“Tapi nilai segitu termasuk sedang untuk Unila karena pengadaan bukunya sekitar 40 ribuan. Kalau universitas besar, kan sekitar 80 ribuan buku,” ujarnya.
4. Berbagai cara dilakukan demi literasi

Banyak hal telah dilakukan pemerintah daerah agar meningkatkan minat baca atau literasi masyarakatnya, termasuk menunaikan kewajiban yang diamanatkan UU. Mulai dari membuat Pojok Baca, Perpustakaan Keliling, hingga terunik Liburan di Perpustakaan.
Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK), telah mengundang pelajar SD hingga SMP untuk menikmati program kegiatan liburan di Perpus Kota, Kreasi Literasi Anak. Program rekreatif sekaligus edukatif ini dilangsungkan pada masa libur sekolah selama dua hari, yakni 3-4 Juli 2024 secara gratis.
Kepala Bidang Pengelolaan Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Gemar Membaca DPK Kota Yogyakarta, Nunun Zulaikha, mengatakan pihaknya rutin setiap momen liburan sekolah menawarkan program rekreatif yang juga edukatif di Perpustakaan Kota maupun Pevita bagi pelajar secara gratis.
Selain melalui program Sabtu Seru di Perpustakaan Kota Yogyakarta (SASKIA), ada juga Liburan di Perpus Kota yang menawarkan program kegiatan belajar sambil berkreasi bagi anak-anak ataupun pelajar di Kota Yogya. Menurutnya selain sebagai media rekreatif dan peningkatan literasi, kegiatan liburan di perpustakaan juga bertujuan untuk mendekatkan perpustakaan pada anak-anak. Sehingga anak-anak bisa merasa kalau belajar itu merupakan kegiatan yang menyenangkan.
“Ini menjadi salah satu tugas kami agar anak-anak dan pelajar di Kota Yogya familiar dengan perpustakaan. Punya pengalaman yang menarik ketika belajar, membaca, serta berkegiatan di perpustakaan. Program Liburan di Perpus Kota hadir untuk meningkatkan penggunaan layanan perpustakaan yang bermuara pada peningkatan budaya kegemaran membaca,” ucapnya.

Gedung Perpustakaan Saidjah-Adinda yang berdiri berdampingan dengan Museum Multatuli di Kota Rangkasbitung, berdiri kokoh di kawasan Alun-alun Timur Rangkasbitung. Perpustakaan Saidjah Adinda ini menjadi destinasi wisata sejarah sekaligus edukasi. Bentuk bangunan yang dipilih juga sangat unik, mengadopsi bangunan khas warga adat Baduy yaitu Leuit. Tak heran, banyak pengunjung bahkan menjadikan perpustakaan ini sebagai spot berswafoto.
Leuit merupakan bangunan lumbung padi masyarakat adat Baduy, berfungsi untuk menyimpan hasil panen dan memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Namun di Perpustakaan Saidjah-Adinda menyimpan 30 hingga 40 ribu eksemplar buku. dan akan terus ditambah judul dan jumlahnya.
Material yang dipilih untuk Perpustakaan Saidjah Adinda didominasi bambu, sesuai dengan nama Rangkasbitung, Rangkas artinya patah dan bitung atau betung berarti bambu. Bentuk dan vibes-nya seperti tempat nongkrong, digandrungi banyak pengunjung. Di awal tahun berdiri saja, perpustakaan ini sudah didatangi 14 ribu orang, dan 70 persen di antaranya adalah anak dan remaja.
Pemerintah Kabupaten Lebak mengambil nama Saidjah-Adinda sebagai nama perpustakaan karena tokoh Saidjah Adinda cukup fenomenal, sebab dikenalkan ke dunia internasional oleh Max Havelar dalam karya sastranya. Hingga akhirnya resmi dibuka pada 2017 setelah memakan biaya pembangunan hingga Rp10 miliar.
Perpustakaan Daerah Sumatra Utara (Sumut) juga berinovasi untuk menarik minat pembaca, yakni dengan Pojok Membaca yang ada di kabupaten dan kota, seperti ada di kantor Samsat, Taman Hutan Raya, dan sejumlah sekolah-sekolah. Meskipun peminatnya ini tidak banyak, tapi Pojok Membaca menyediakan ruang buku khusus.
Juliani Tarigan sebagai Koordinator Layanan Perpustakaan Sumut, mengatakan pihaknya juga membarui koleksi buku konvensional ke e-book dan menghadirkan Perpustakaan Keliling.
Perpustakaan Daerah (Perpusda) Kabupaten Purwakarta juga menyiapkan ribuan koleksi buku untuk terus memperkuat budaya literasi dan meningkatkan minat baca. Mereka memperbarui dan menambah jumlah koleksi buku atau media sumber informasi dan pengetahuan lainnya, seperti buku digital (E-Book), jurnal penelitian, media massa, cakram optik digital (CD).
"Langkah itu ditempuh untuk terus meningkatkan minat baca sekaligus memperkuat budaya literasi masyarakat Purwakarta," kata Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kabupaten Purwakarta, Rudi Hartono.

Data dari Dinas Arsip dan Perpustakaan (Disarpus) Kabupaten Purwakarta menyebutkan, koleksi yang dimiliki Perpusda Purwakarta saat ini sudah mencapai 104.541 eksemplar, yang terdiri dari 98.972 buku, 5.214 buku digital (e-book) dan 355 cakram optik digital (CD).
Sementara koleksi jumlah judul buku, e-book dan CD, mencapai 12.714 judul, yang terdiri dari koleksi judul buku sebanyak 11.135 judul, e-book 1.420 judul dan CD sebanyak 159 judul.
"Kita masih terus berupaya keras untuk memperbarui dan menambah jumlah koleksi yang sudah ada. Kita ingin sumber pengetahuan dan informasi terbaru bisa menambah koleksi tersebut," kata Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan (Disarpus) Kabupaten Purwakarta, Asep Supriatna.
Selain koleksi buku, pihaknya terus berupaya memperbanyak jumlah perpustakaan dan memperluas pelayanan bagi masyarakat untuk bisa mengakses sumber informasi dan ilmu pengetahuan.
Saat ini, jumlah perpustakaan di seluruh Kabupaten Purwakarta mencapai 1. 058 perpustakaan baik yang dikelola masyarakat, komunitas, pihak swasta maupun pemerintah, mulai pemerintahan desa, kecamatan hingga perpustakaan kabupaten. Jumlah itu tersebar di 183 desa dan 9 kelurahan di 17 kecamatan seluruh Kabupaten Purwakarta.
Cara lain untuk mendongkrak literasi masyarakat, Dinas Perpustakan dan Kearsipan NTB membuat Gerakan Hibah Sejuta Buku. Banyak masyarakat yang peduli dengan gerakan ini, kemudian memberikan sumbangan buku layak baca dan pakai.
"Bahkan ada buku baru yang disumbangkan ke kami seperti Bank NTB Syariah, Bank Indonesia, dan lembaga-lembaga lain," terangnya.
Berita ini dibuat hasil kolaborasi Hyperlocal IDN Times:
Rangga Erfzal & Yuliani (Sumsel), Debbie Sutrisno & Yogi Pasha (Jabar), Silviana (Lampung), Hamdani (Kaltim), Muhammad Nasir (NTB), Indah Permata Sari (Sumut), Herlambang Jati Kusumo (Jogja), Muhammad Iqbal (Banten).