Pembukaan Lahan Abaikan Habitat Satwa, Picu Konflik Gajah di Sumsel

- Kawasan yang pernah didatangi gajah akan didatangi kembali, akibat pembukaan lahan oleh masyarakat, pengusaha, dan pemerintah.
- Interaksi negatif antara manusia dan gajah terjadi akibat banyaknya hutan terbuka yang membuat kawanan gajah berpindah ke tempat tidak menentu.
- Pemerintah melalui BKSDA telah melakukan upaya untuk mengurangi interaksi negatif antara satwa liar terutama gajah dengan manusia.
Musi Banyuasin, IDN Times - Rentetan kasus penyerangan satwa liar ke manusia kerap terjadi di Sumatra Selatan (Sumsel) tidak terlepas dari pengabaian habitat satwa terutama gajah. Padahal, selama berabad-abad manusia di Sumatra telah hidup harmonis dengan gajah, termasuk dengan harimau.
Hal ini disampaikan Staf Biodiversitas Hutan Kita Institute (HaKI) Sumsel, Benny Hidayat. Menurutnya, pembukaan lahan oleh masyarakat, pengusaha dan pemerintah sering mengabaikan habitat satwa terutama gajah.
"Penting untuk diketahui bahwa setiap pembukaan lahan hutan harus memperhatikan apakah wilayah tersebut merupakan habitat gajah. Dapat dipastikan, setiap kawasan yang pernah didatangi gajah akan didatangi kembali, dalam periode tertentu, bisa puluhan atau belasan tahun," ujarnya Kamis (13/2/2025).
1. Kelompok masyarakat perlu memahami perilaku gajah

Benny mencontohkan, wilayah Lalan Muba berbatasan dengan Sembilang Banyuasin dan juga dengan TN Sembilang, dimana daerah tersebut adalah habitat bahkan kantong gajah. Namun sekarang menjadi lahan transmigrasi dan Perusahaan Perkebunan sawit.
"Saat ini, ketika banyak hutan terbuka, kawanan gajah bisa kembali ke suatu tempat tidak menentu. Hal inilah yang kemudian menimbulkan interaksi negatif antara manusia dan gajah," jelasnya.
Selain itu, pemahaman terhadap perilaku gajah sangat penting diketahui oleh kelompok masyarakat yang menetap dan berkebun di kawasan yang diketahui sebagai habitat gajah. Misalnya, waktu istirahat gajah itu pagi hari, dari pukul 05.00 WIB hingga 10.00 WIB.
"Pada waktu gajah istirahat, jangan sesekali mengusiknya. Apalagi di kawanan itu ada anak gajah. Terhadap masyarakat yang menetap di kawasan dekat habitat atau jalur gajah, sebaiknya tidak beraktivitas di kebun pada pagi dan malam hari," jelas Benny.
2. Penting diberi tanda peringatan pada kawasan pernah dilewati gajah

Selain itu, penting diberikan tanda peringatan pada kawasan yang pernah dilewati atau didiami gajah. Sehingga warga selalu waspada.
"Saat ini konflik gajah dan manusia masih sering terjadi terutama di wilayah kantong-kantong gajah seperti Air Sugihan Oki, Lalan Muba, Sembilang Banyuasin, Cecar Musi Rawas dan daerah-daerah lainnya," ujar Benny.
Untuk itu, pemerintah melalui BKSDA telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi interaksi negatif antara satwa liar terutama gajah dengan manusia. Namun upaya yang dilakukan selama ini lebih sering bersifat reaktif.
3. Butuh dana besar untuk perencanaan dan penanganan

Benny mencontohkan, kerja sama yang sudah terjalin selama ini antara BKSDA, FKGI (Forum Komunikasi Gajah Indonesia), HaKI (Hutan Kita Institute) Universitas Sriwijaya dan lain-lain sudah terjalin dengan baik.
"Memang masih terdapat kendala terutama masalah dana yang besar untuk membuat perencanaan dan penanganan yang menyeluruh. Perlu kajian menyeluruh dan Upaya bersama semua pihak untuk lebih mengoptimalkan hasil agar interaksi negatif antara gajah dan manusia semakin menurun bahkan tidak ada lagi konflik," bebernya.