Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pelecehan Seksual di Kampus Sumsel, Bagaimana Tindak Lanjutnya?

Ilustrasi "Stop Pelecehan Seksual" / IDN Times
Ilustrasi "Stop Pelecehan Seksual" / IDN Times
Intinya sih...
  • Informasi pelecehan seksual di FISIP Unsri terungkap melalui unggahan akun Instagram BEM Fisip Unsri.
  • Kampus sudah menonaktifkan dosen terduga pelaku dan memroses surat penggantian pembimbing bagi korban.
  • BEM Fisip Unsri menuntut isolasi sementara terduga pelaku, transparansi penanganan kasus, dan audit etika untuk seluruh dosen.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Palembang, IDN Times - Kasus pelecehan seksual di Sumatra Selatan (Sumsel) masih merajalela. Bahkan perkara itu kerap terjadi di civitas akademika perguruan tinggi. Terbaru pada Rabu (22/10/2025) lalu, ada informasi pelecehan seksual yang menimpa mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas (FISIP) Universitas Sriwijaya (Unsri).

Diketahui, pelecehan bermula dari seorang dosen yang mengajak seorang mahasiswa bimbingannya ke hotel untuk merevisi tugas akhir dan modus mengerjakan skripsi. Dosen tersebut, bahkan meminta anak bimbingnya membawa baju renang ke hotel.

1. Kampus sebut oknum terduga pelaku pelecehan sudah dinonaktifkan

bahaya pelecehan
ilustrasi pelecehan

Informasi adanya pelecehan tersebut terungkap setelah akun Instagram Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fisip Unsri @bemfisipunsri menggungah kasus ini ke media sosial. Dalam unggahan beredar, BEM FISIP Unsri menyebut ada dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh dosen dan korbannya mahasiswi.

Menanggapi persoalan ini, Kepala Kantor Humas dan Protokol Unsri, Nurly Meilinda, menyatakan, kampus sudah berkoordinasi dengan pimpinan FISIP dan telah menonaktifkan terduga pelaku. Proses penanganan kasus ini diserahkan kepada Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (Satgas PPKPT).

"Saat ini, dosen yang dilaporkan telah dinonaktifkan dari seluruh aktivitas pembelajaran, termasuk ujian skripsi sejak kasus ini dilaporkan," katanya, Jumat (25/10/2025).

Bahkan untuk menindaklanjuti masalah pelecehan dengan segera, Unsri sudah memroses dan mengeluarkan surat penggantian pembimbing bagi mahasiswa yang jadi korban termasuk kepada semua mahasiswa bimbingan lainnya, demi kenyamanan akademik.

2. Korban memillih tidak melanjutkan laporan ke polisi

Ilustrasi penanganan pelecehan seksual. (IDN Times/Putra F. D. Bali Mula)
Ilustrasi penanganan pelecehan seksual. (IDN Times/Putra F. D. Bali Mula)

Sementara kata Dekan FISIP Unsri Ardiyan Saptawan, terkait kasus pelecehan seksual di civitas akademika, fakultas memastikan masalah itu sudah ditangani sesuai prosedur. Kemudian soal status nonaktif oknum dosen, keputusan telah menyesuaikan kebijakan institusional dan diambil berdasarkan hasil kajian serta rekomendasi dari berbagai proses.

"Unsri berkomitmen untuk melindungi korban dan menjamin kenyamanan akademik seluruh mahasiswa. Kami mengajak semua pihak untuk menghormati proses ini dan terus mendorong terciptanya ruang akademik yang aman dan berkeadilan," jelas dia.

Meski sudah diproses secara internal perguruan tinggi, korban pelecehan seksual yang terjadi di FISIP Unsri ternyata belum melaporkan resmi persoalannya ke kepolisian.

Berdasarkan informasi Kanit PPA Ipda Fitra Hadi Polres Ogan Ilir AKP Mukhlis, kepolisian sebenarnya sudah mengetahui kasus tersebut karena telah berkomunikasi dengan pihak terkait, tetapi korban memilik tak melanjutkan pelaporan.

"Korban memilih untuk tidak melanjutkan laporan ke kepolisian," kata Fitra.

Hasil komunikasi bersama kepolisian, lanjut Fitra, korban sebelumnya sudah melakukan audiensi dengan dekanat kampus didampingi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unsri, untuk melanjutkan pelaporan. Namun setelah menjalani pertemuan dengan dekanat, kampus menyatakan akan menyelesaikan kasus internal.

"Kasusnya sudah ditangani oleh Satgas dan telah adanya rekomendasi sanksi yang sedang diproses oleh kampus. Jadi, menurut korban, masalahnya sudah selesai di tingkat internal dan korban tidak berkeinginan untuk berproses lebih lanjut di kepolisian," jelasnya.

Fitra menegaskan, jika kemudian hari mahasiswi tersebut berubah pikiran untuk melaporkan perkara pelecehan, Unit PPA Satreskrim Polres Ogan Ilir siap menindaklanjuti.

"Setiap laporan yang masuk akan kami proses sesuai ketentuan hukum berlaku," kata dia.

3. Korban pelecehan audiensi dengan dekanat namun hasil tidak transparan

istockphoto-2103875044-2048x2048.jpg
Ilustrasi pelecehan (iStock/CreativeDesignArt)

Setelah menjalani audiensi antara korban dan pihak kampus didampingi BEM, semua yang terlibat dalam persoalan melakukan aksi kritik terhadap perguruan tinggi lewat media sosial (medsos) yang disampaikan melalui Layanan Terpadu Responsif Anti Kekerasan Seksual (LENTERA) BEM KM FISIP Unsri.

Kritikan itu menyoroti minimnya transparansi dari pihak dekanat dan manajemen universitas dalam menangani laporan resmi kampus. Dalam kajian LENTERA juga menyatakan, dampak multidimensi kasus, baik terhadap korban, civitas akademika, maupun nama baik Unsri, serta berisi desakan agar dilakukan reformasi sistem perlindungan di lingkungan kampus.

Diketahui sebelumnya, pada Selasa (23/9/2025) lalu, LENTERA BEM KM FISIP Unsri menerima laporan dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang mahasiswi sebagai korban dan seorang dosen sebagai terduga pelaku. Laporan disertai bukti awal berupa pesan dan undangan tidak pantas. Yakni terduga pelaku meminta korban membawa pakaian renang dan mengajak ke hotel beralasan membantu mengerjakan skripsi.

Kemudian usai mendapati informasi itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan menyetujui langkah awal pengumpulan bukti dan prosedur administratif. Tujuannya agar ada transparansi dan keberpihakan kepada korban. Lalu BEM KM FISIP Unsri mengadakan audiensi dengan dekanat. Dalam pertemuan, BEM berharap penanganan adil, termasuk isolasi sementara terhadap terduga pelaku dari seluruh aktivitas akademik.

Selanjutnya, korban menghadiri audiensi langsung dan menyampaikan permintaan agar diberlakukan konsekuensi hukum dan administratif terhadap terduga pelaku. Bahkan, sebagai bentuk solidaritas, BEM KM FISIP Unsri menggelar kajian dan refleksi damai bertajuk “Kampus adalah ruang bertumbuh, bukan ruang pelecehan”.

Tetapi hingga akhir September 2025, belum ada tanggapan konkret dari dekanat maupun manajemen Unsri. Terduga pelaku bahkan masih diperbolehkan beraktivitas di kampus, termasuk mengikuti seminar proposal, yang dinilai menciptakan rasa tidak aman bagi korban dan mahasiswa lainnya. Akibat masalah tersebut, akhirnya media sosial civitas akademika ramai karena persoalan itu kembali diangkat ke publik.

4. Daftar tuntutan BEM untuk tindaklanjut kasus pelecehan

istockphoto-512966164-2048x2048.jpg
Ilustrasi pelecehan. (Dok. iStock/benjaminec)

Berikut daftar tuntutan BEM FISIP Unsri menyinggung masalah pelecehan seksual:

  1. Isolasi sementara terduga pelaku dari seluruh aktivitas akademik hingga investigasi selesai.
  2. Pembentukan tim investigasi independen oleh dekanat, melibatkan perwakilan BEM dan pakar hukum gender.
  3. Transparansi penuh terkait laporan dan perkembangan penanganan kasus.
  4. Penguatan mekanisme internal antipelecehan, termasuk pelatihan wajib bagi dosen dan sanksi tegas terhadap pelaku.
  5. Investigasi internal atas potensi hambatan terhadap advokasi BEM, dengan fokus perlindungan korban dari tekanan eksternal.
  6. Permintaan maaf terbuka dari dekanat FISIP dan pihak universitas kepada korban, mahasiswa, dan publik.
  7. Penegasan komitmen kampus aman, bahwa kampus adalah ruang tumbuh, bukan ruang pelecehan.
  8. Audit etika terhadap seluruh dosen FISIP Unsri untuk mencegah penyalahgunaan relasi kuasa antara dosen dan mahasiswa.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hafidz Trijatnika
EditorHafidz Trijatnika
Follow Us

Latest News Sumatera Selatan

See More

Pelecehan Seksual di Kampus Sumsel, Bagaimana Tindak Lanjutnya?

24 Okt 2025, 21:39 WIBNews