Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Meniliki Tradisi Tunggu Tubang, Adat Istiadat Semende Asal Muara Enim

Perempuan Tunggu Tubang adat Semende (Dok. Ghompok)
Intinya sih...
  • Tradisi Tunggu Tubang di Muara Enim memegang tinggi peran perempuan, termasuk dalam pengelolaan harta pusaka dan kebun kopi sebagai sumber penghasilan alternatif.
  • Perempuan Tunggu Tubang menjaga ketahanan pangan dan ekonomi keluarga dengan merawat kebun kopi saat jeda musim tanam dan panen padi.
  • Kebun kopi menjadi pendapatan tambahan yang mampu membiayai pendidikan anak, menunjukkan harmoni peran gender dan strategi ketahanan pangan. Pemerintah perlu mendukung secara ekonomi dan kelembagaan.

Muara Enim, IDN Times - Indonesia lekat dengan tradisi yang kuat. Adat istiadat jadi bukti kental nusantara memiliki warisan istimewa tiap daerah. Tunggu Tubang merupakan wujud tradisi asli Muara Enim yang sangat kuat dengan adat istiadat di Semende.

Menariknya, sistem adat Tunggu Tubang sangat memegang tinggi peran perempuan. Tak hanya mengatur hak dan tanggung jawab, perempuan juga memiliki kewenangan harta pusaka, yaitu rumah dan sawah. Situasi itu, menempatkan perempuan di posisi strategis dalam keberlanjutan hidup keluarga.

1. Tradisi Tunggu Tubang prioritaskan peran perempuan

Kegiatan tunggu tubang di lahan kopi (Dok. Ghompok)

Dalam kehidupan masyarakat adat Semende, Muara Enim, tradisi Tunggu Tubang memang memprirotaskan peran perempuan. Perempuan dalam tradisi ini jadi ujung tombak menjaga ketahanan pangan dan keseimbangan ekonomi keluarga.

Bukti nyata tradisi ini dilihat dari jeda musim tanam dan panen padi. Kala momen itu, para perempuan Tunggu Tubang memanfaatkan waktu luang merawat dan mengelola kebun kopi sebagai sumber penghasilan sela bagi pertumbuhan ekonomi keluarga.

Kemudian saat lahan sawah belum memasuki masa panen, dari kebun kopi mereka juga mendapatkan penghasilan. Karena selain dari padi yang ditanam, perempuan ini tetap menerima hasil lainnya.

2. Kekuatan Tunggu Tubang lekat dengan perempuan di Muara Enim

Kegiatan tunggu tubang di lahan kopi (Dok. Ghompok)

Kekuatan tradisi Tunggu Tubang tampak jelas dari Juniarti, warga di sana. Dia merupakan seorang Tunggu Tubang yang sedang menjawat kebun kopinya yang berada di Desa Muara Tenang, Semende Darat Tengah. Cerita dia, merawat kebun kopi di sana adalah aktivitas alternatif selagi menunggu masa panen padi yang akan jatuh pada Juni 2025 mendatang.

"Karena panen akan dimulai di bulan Juni awal, jadinya saya bersama suami sekarang menjawat kebun kopi. Setelah masuk musim panen, kami akan fokus ke sawah dan akan kembali lagi berkebun saat sawah kami istirahat," katanya.

3. Masyarakat Semende memiliki pemahaman masing-masing tentang Tunggu Tubang

Kegiatan tunggu tubang di lahan kopi (Dok. Ghompok)

Diketahui, masyarakat Semende termasuk perempuan, memiliki pemahaman tersendiri mengenai perawatan sawah. Sawah di Semende akan ditanam dalam periode sekali dalam setahun dengan menggunakan padi lokal.

"Kalau nanti panen, kita fokusnya ke sawah. Mulai dari panen sampai ke penyimpanan di tengkiang," kata Juniarti.

Sehingga, pada saat masa sela dan setelah masa panen, Tunggu Tubang akan beralih ke kebun kopi sebagai pendapatan tambahan. Selain bernilai ekonomi, keterlibatan perempuan dalam kebun kopi juga menjadi ruang afirmasi peran mereka sebagai pengelola sumber daya alam yang berkelanjutan.

Juniarti mengatakan, dari hasil kebun kopi itu, dia juga mampu membiayai pendidikan sang anak. Ia berhasil memberikan pembelajaran sekolah bagi anaknya, merawat rumah hingga keperluan harian lain.

"Kalau luas kebun itu satu hektare. Alhamdulilah, penghasilan kopi dipakai untuk menyekolahkan anak salah satunya yang besar ini (sambil menunjuk Marisa). Terus yang kedua, juga yang masih SD," jelasnya.

4. Tunggu Tubang diharapkan mendapatkan pendampingan dari pemerintah

Kegiatan tunggu tubang di lahan kopi (Dok. Ghompok)

Fenomena tradisi Tunggu Tubang, kata dia, menunjukkan dalam siklus kehidupan masyarakat agraris, kopi, dan padi bukan sekadar komoditas, melainkan bagian dari harmoni peran gender, warisan adat, dan strategi bertahan hidup atau ketahanan pangan.

Dia menggambarkan, perempuan Tunggu Tubang hadir sebagai jembatan antara tradisi dan inovasi, antara masa tanam dan panen, antara alam dan keluarga. Keunikan tradisi ini seharusnya didukung juga dari pemerintah daerah dan lembaga pendamping.

Saat ini diketahui, ketertarikan pemerintah mulai ada perhatian. Terutama kepedulian lebih kepada kelompok perempuan pengelola kopi. Namun sayang, perhatian itu belum sepenuhnya.

Terlihat dari pelatihan minim, bantuan alat pertanian kurang optimal dan akses pasar yang belum berpengaruh signifikan. Harapannya, peran Tunggu Tubang tidak hanya diakui secara kultural, tetapi juga diperkuat secara ekonomi dan kelembagaan.

5. Ghompok Kolektif garap tradisi Tunggu Tubang Tak Kan Tumbang

Perempuan Tunggu Tubang adat Semende (Dok. Ghompok)

Tradisi Tunggu Tubang sangat lekat dengan Kopi, padi, dan perempuan ini selaras dengan project yang digarap Ghompok Kolektif terkait ''Tunggu Tubang Tak Kan Tumbang. Dalam project tersebut membahas mengenai sistem ketahanan pangan yang dimiliki oleh Tunggu Tubang. Inovasi yang dihadirkan oleh Tunggu Tubang menjadi pelengkap bagaimana perempuan berperan besar dalam hubungan ketahanan pangan.

Menurut Muhammad Tohir, Koordinator Program Tunggu Tubang Tak Akan Tumbang, kebun kopi merupakan berkah bagi Tunggu Tubang. Sebab, kebun kopi sebagai salah satu penunjang ekonomi keluarga.

"Terlepas mereka sudah memiliki kekuatan ketahanan pangan itu sendiri dengan padi lokal, tanaman sayuran, dan kebutuhan protein mereka yang sudah terpenuhi," kata Tohir.

Ia juga mengatakan, komoditas kopi pun penting bagi alat produksi penunjang ekonomi berkelanjutan.

"Kita dalam project Tunggu Tubang, sehingga semua orang perlu tahu kalau Tunggu Tubang punya peran yang sangat penting," jelas dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Feny Maulia Agustin
Hafidz Trijatnika
Feny Maulia Agustin
EditorFeny Maulia Agustin
Follow Us