Vaksin Belum Diujicobakan di Palembang, Dinkes Andalkan CKG Tumpas TBC

- Dinkes Palembang jalankan program cek kesehatan gratis untuk cegah kasus TBC meluas
- Paradigma masyarakat terhadap pasien TBC adalah golongan orang miskin, menyebabkan ketakutan dan stigma
- Menkes RI ingin terlibat dalam riset dan uji klinis vaksin TBC di Indonesia dengan berbagai perusahaan farmasi
Palembang, IDN Times - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sempat membahas vaksinasi Tuberkulosis (TBC) di Indonesia untuk menekan angka kasus positif. Pembahasan itu seiring dengan adanya kemitraan pemerintah dalam riset dan pengembangan vaksin TBC bersama Gates Foundation dan perusahaan farmasi.
Namun, sosialisasi dan informasi terkait vaksinasi TBC di sejumlah daerah belum terserap, termasuk di Sumatra Selatan (Sumsel) khususnya Kota Palembang. Padahal secara akumulasi data, Sumsel termasuk provinsi tertinggi penderita TBC dengan 23.420 pasien sepanjang 2024 dengan 7.533 pasien dari Palembang.
1. Dinkes Palembang masif jalankan program cek kesehatan gratis cegah TBC meluas

Menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Palembang Yudhi Setiawan, hingga saat ini pemerintah kota (pemkot) belum mendapatkan edukasi soal vaksinasi TBC.
"Kita belum tahu, soal apakah benar akan ada pemberian vaksin secara gratis atau berbayar," katanya kepada IDN Times, Kamis (12/6/2025).
Meski belum mendapatkan informasi mengenai vaksin TBC sebagai langkah pencegahan penularan kasus meluas, Dinkes Palembang berupaya masif dalam menekan jumlah pasien. Yakni dengan program cek kesehatan gratis yang tersedia di 42 puskesmas.
"Pemberian obat dan pemeriksaan sampel dahak secara TCM (tes cepat molekuler) semua gratis. Yang penting ada kesadaran masyarakat mau memeriksakan kesehatan. Karena makin cepat dan makin dini pemeriksaan, maka potensi penularan (TBC) minim," jelas dia.
2. Paradigma masyarakat terhadap pasien TBC adalah golongan orang miskin

Secara tingkat kematian, penyakit TBC merupakan kategori kronis dan merenggut nyawa penderita secara perlahan. Dia memberi contoh, berdasarkan teoritis, jika pasien dinyatakan positif TBC, maka dalam kurun waktu 2-5 tahun, tubuh manusia bisa kurus kering, sesak napas dan batuk berkelanjutan.
"Makin cepat diketahui, pencegahan penularan makin cepat juga. Karena sebenarnya, pasien positif TBC bisa sembuh dengan pengobatan tepat minimal 6 bulan denhan antibiotik," katanya.
Yudhi menjelaskan, kasus TBC masih tinggi di Palembang karen banyak masyarakat yang tidak memeriksakan diri. Kemudian ketakutan serta rasa khawatir yang lebih tinggi untuk melakukan cek kesehatan meski diberikan secara cuma-cuma.
"Belum lagi stigma, paradigma, mindset negatif terhadap pasien TBC. Karena memang rata-rata pasien ini terkena di masyarakat golongan menengah ke bawah, sehingga ada anggapan jika sakit TBC di orang miskin," jelas dia.
3. Menkes sempat menyatakan Indonesia terlibat dalam riset dan uji klinis vaksin TBC

Sebelumnya Menkes RI Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, ingin terlibat dan komitmen aktif dalam pengembangan vaksinasi TBC termasuk ikut serta dalam uji klinis vaksin dengan menyiapkan lebij dari 2 ribu peserta uji klinis sampel dari Indonesia.
Selain itu, Menkes RI juga menyebutkan persiapan uji klinis vaksin dengan perusahaan vaksin CanSino dan PT Etana, serta kolaborasi pengembangan benih vaksin protein rekombinan ole Lipotek dan PT Biofarma. Budi pun menekankan bahwa strategi vaksin TBC harus disesuaikan dengan kebutuhan tiap negara.
"Ada negara yang fokus pada vaksin, tapi ada juga yang lebih membutuhkan peningkatan diagnostik atau pengobatan. Maka strategi harus fleksibel dan kontekstual," jelasnya.
Kemudian dia sempat menyampaikan, pentingnya integrasi keterlibatan Indonesia dalam uji klinis vaksin TBC berdasarkan sistem kesehatan nasional untuk memenuhu cakupan kesehatan semesta (UHC).