Bom Waktu Antrean Solar di Palembang: Warga Rugi, Sopir Lelah Menanti

- Antrean solar di SPBU Palembang membuat kendaraan menumpuk di pinggir jalan, mengakibatkan keluhan masyarakat dan pengusaha sekitar.
- Pengusaha merugi karena dagangan tidak laku akibat antrean, omset turun drastis dari Rp3-5 juta per hari menjadi Rp500 ribu.
- Sopir truk juga merasakan dampaknya, harus mengantre hingga 2 jam atau lebih untuk mengisi bahan bakar yang diperlukan.
Palembang, IDN Times - Antrean mengular di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Palembang kian meresahkan warga. Kondisi tersebut membuat kendaraan menumpuk di pinggir jalan, menyebabkan kendaraan yang didominasi truk besar terparkir di pinggir jalan sepanjang hari.
Kondisi ini sudah terjadi sejak beberapa bulan terakhir, saat solar mulai sering langka. Panjangnya antrean tersebut berdampak pada masyarakat pengguna jalan dan pengusaha di sekitar SPBU yang mengeluh adanya kemacetan dan antrean truk menutupi tempat usaha mereka.
Dari pantauan IDN Times, sejumlah antrean terpantau terjadi dalam satu bulan terakhir di beberapa SPBU di kawasan Demang Lebar Daun, Kolonel H Burlian, Soekarno Hatta, Noerdin Pandji, MP Mangkunegara, hingga jalan Brigjen Hasan Kasim. Antrean tersebut pun mulai terjadi sejak pagi hingga malam hari.
1. Usaha warga sekitar SPBU terganggu, omset anjlok

Pemilik kios oleh-oleh di Jalan MP Mangkunegara bernama Kurniawan mengeluhkan kemacetan SPBU di kawasan Kenten Permai Palembang telah membuat dagangannya rugi. Kerugian yang dirasakan Kurniawan bukan hanya di tahun ini, melainkan sudah terjadi sejak 2023 silam.
"Kalau berbicara omset, sebagai pengusaha kerupuk saya merasakan dampak dari antrean ini. Orang-orang (pelanggan) jadi malas mau ke toko membeli kerupuk secara langsung ke toko karena akses menuju toko tertutup," ungkap Kurniawan kepada IDN Times, Jumat (7/11/2025).
Dirinya menjelaskan, antrean kendaraan besar di depan ruko yang dirinya kontrak tersebut terjadi sejak akhir 2022 silam. Kala itu, antrean terjadi karena kelangkaan solar di Palembang.
"Waktu pertama antrean panjang kita memaklumi hal itu. Namun kasus antrean tersebut justru berulang di 2023 hingga akhir tahun, ini yang mulai mengganggu usaha kerupuk yang saya jalani," jelas dirinya.
2. Pelanggan malas mampir karena kios tertutup kendaraan

Sebagai pengusaha, dirinya berharap ada upaya dari pemerintah daerah untuk menyelesaikan masalah ini. Tak hanya dirinya, semua warga yang berusaha di sekitar SPBU tersebut turut mengalami dampak yang sama. Beberapa langkah mediasi bersama pihak SPBU dan kelurahan setempat sudah dilakukan, namun hasilnya masih belum menghasilkan perubahan yang signifikan.
"Omset terdampak sejak 2023, kalau biasanya bisa menghasilkan Rp3-5 juta per hari turun menjadi Rp1 juta. Sekarang bisa lebih parah kadang cuma cuma dapat Rp500 ribu," jelas dia.
Untuk mengatasi sepinya pembeli yang datang ke toko, Kurniawan pun mengupayakan penjualan online. Namun masalah yang sama juga masih terjadi, di mana kendaraan pikap dan kargo yang hendak mengambil dagangannya kesulitan masuk ke area toko lantaran terhalang kendaraan truk yang mengantre terlebih saat jam pulang kantor.
"Kalau sore bertambah macet lagi," jelas dia.
3. Upayakan win-win solution, namun tak berdampak

Dirinya bersama beberapa pedagang lain sudah sempat menegur para sopir yang berjualan di sekitar lokasi namun, teguran tersebut justru menimbulkan gesekan dengan para sopir. Dirinya mengerti, bahwa para sopir juga tak mau berlama-lama mengantre. Hanya saja, antrean yang ada membuat kerugian bagi mereka.
"Kadang kita tegur pihak sopir truk, mereka gak senang. Kita tegur pihak SPBU mereka juga pusing. Sampai kita melapor ke kelurahan dan RT," jelas dia.
Laporan pertama dilakukan para pengusaha pada 2023 silam. Kala itu, mereka dimediasi dan mendapatkan kesepakatan bersama. Namun, kondisi ini justru berlarut menimbulkan permasalahan serupa yang tak selesai hingga sepakat untuk kembali melapor ke kelurahan, Kamis (6/11/2025) kemarin.
"Sempat kondusif tetapi tidak sampai satu bulan ada lagi antrean. Kami mengharapkan adanya solusi justru merasa gak ada solusi," jelas dia.
4. MInta ada petugas dari SPBU yang mengatur antrean

Kurniawan mencatat, kemacetan yang terjadi saat ini semakin parah dan terjadi sejak pagi hari. Sebelum mereka membuka toko, antrean yang mengular panjang sudah terjadi dan dianggap semakin meresahkan.
"Harapan kami bisa tertib lah, supaya tidak ada keributan. Kita ingin ada saling mengerti antara kita, sopir, dan pihak SPBU. Sehingga kami sekarang hanya butuh solusi di permasalahan ini," jelas dia.
Pihaknya pun mengaku akan bersurat kepada Wali Kota Palembang jika persoalan ini tak kunjung menemui titik terang. Adapun hasil pertemuan dengan pihak SPBU dan kelurahan sebelumnya disepakati, untuk saling berkoordinasi utamanya agar kendaraan tidak menumpuk menghalangi akses menuju ruko mereka.
"Solusi dari pertemuan dengan RT, kelurahan, dan SPBU kemarin untuk mencari solusi agar antrean ini tertib dan ada batas antrean. Kami juga berharap ada yang mengatur dan mengawasi dari pihak SPBU agar sopir truk tertib dan ada konsekuensi jika melanggar," jelas dia.
5. Warga sempat bersitegang dengan para sopir

Senada, pemilik usaha lainnya di kawasan SPBU bernama Adnan mengaku memiliki keresahan yang sama. Dirinya bahkan sempat hampir ribut dengan salah satu sopir di sana yang tidak terima ditegur.
"Waktu itu solar lagi gak ada, sopir truknya parkir di depan kios kami. Sudah saya bilang untuk tidak menutupi kios. Permintaan itu saya sampaikan secara baik-baik," jelas dia.
Bukannya mengerti, sopir truk tersebut justru menggertak Adnan. Keributan pun hampir terjadi namun berhasil ditengahi. Adnan pun merasa oknum sopir tersebut sudah kelewatan batas dan tak memiliki empati untuk saling mengerti dengan keadaan yang ada di sana.
"Baru saja kejadiannya sekitar awal November kemarin. Saya gak nyangka karena biasanya kalau ditegur mereka mengerti. Ini justru kita pemilik usaha digertak," jelas dia.
6. Pengurus RT mediasi warga dan SPBU

Ketua RT 20 Arif Munandar membenarkan laporan warganya terkait permasalahan antrean BBM di SPBU Kenten Permai tersebut. Menurutnya, sudah ada kesepakatan hyakni pihak SPBU akan mengatur kendaraan agar tak menutupi ruko milik pedagang di sana.
"Sudah ada solusi antrean truk ini, nanti dibuat garis antrean di mana titiknya yang tidak menutupi usaha ruko. Nanti juga disiapkan satpam untuk mengatur antrean," jelas dia.
Dirinya membenarkan, antrean panjang truk dan kendaraan yang hendak mengisi BBM bersubsidi jenis solar sudah terjadi sejak 2022 silam. Kondisi ini berlarut seiring berjalannya waktu sehingga berapa kali pihaknya berusaha menjadi penengah untuk mencari solusi.
"Mudah-mudahan dengan pertemuan, permasalahan ini dapat selesai," jelas dia.
7. Sebut ada kesepakatan bersama SPBU dengan warga sekitar

Untuk di tahun 2025, Arif mencatat kemacetan yang terjadi di sana sudah terjadi sejak awal tahun kemarin. Menurutnya kejadian ini terjadi bukan hanya di wilayahnya, melainkan di berbagai SPBU hampir di seluruh Palembang.
"Mudah-mudahan dengan adanya petugas dari SPBU yang mengatur, dapat lebih baik lagi. Petugas ini akan menunjukkan di mana titik yang boleh dan tidak boleh mereka parkir (antre)," jelas dia.
Sementara itu, Pengawasan SPBU yang ditemui IDN Times usai pertemuan tersebut menolak memberikan statement terkait kondisi yang terjadi di sana.
"Nanti ya, saya perlu izin ke pimpinan terlebih dahulu. Jadi saya tidak bisa memberikan statement," jelas dia.
8. Sopir truk turut rasakan dampak

Antrean mengular di SPBU ini juga tak luput dari kisah para sopir truk yang berjuang bermandikan keringat dalam menunggu antrean BBM solar bersubdisi. Sabri (52) misalnya, mengaku bosan jika harus mengantre BBM sepanjang hari lantaran sulit menjadi SPBU yang sepi.
Dalam sekali mengisi bensin, dirinya kerap menunggu hingga dua jam bahkan lebih. Sebagai sopir angkutan barang, dirinya terpaksa melakukan hal ini lantaran harus mengisi BBM untuk mengantar barang lintas provinsi.
"Kalau dibilang lelah, tentu itu yang saya rasakan. Bisa ditanyakan kepada seluruh yang antre di sini pasti bosan juga melakukan hal yang sama," ungkap Sabri.
Terkadang dirinya harus mencari dan berkoordinasi dengan rekan-rekan sopir truk lainnya guna menanyakan dimana antrean yang tak terlalu panjang. Hal ini dilakukan untuk menghemat waktu agar tak lama menunggu dan membuang-buang waktu.
"Kita suka berbagi informasi SPBU mana yang sepi. Memang tidak setiap hari kita mengisi solar, tapi seminggu bisa dua tiga kali mengisi sesuai jauh tidak kita berjalan," jelas dia.
9. Isi BBM pake barcode dirasa perlama antrean

Kalau sedang nahas, dirinya bisa saja tidak kebagian solar. Hal ini membuat dirinya harus menunggu lagi lebih lama terlebih kalau stok BBM yang ada habis dan harus menunggu truk tangki pengangkut BBM datang.
"Saya pernah hampir lima jam antre, awalnya parkir jauh dari SPBU sampai sudah masuk antrean di dalam SPBU tiba-tiba habis. Mau gak mau kita nunggu kalau ada kepastian akan datang lagi BBMnya. Kalau gak tahu kapan datangnya terpaksa cari SPBU lain untuk mengisi di tempat lain," jelas dia.
Dirinya bahkan kerap mencoba mengisi BBM di luar daerah yang dekat dari kota Palembang seperti Banyuasin dan Ogan Ilir jika stok BBM di Palembang habis. Hal ini dilakukan supaya dirinya bisa bekerja, karena kalau tak mengisi BBM dirinya tak bisa mengantar barang yang ada.
"Kita mengantre ini kan karena keadaan. Belum lagi adanya aplikasi buat antrean lebih lama karena harus scan barcode dan kadang sistemnya juga bermasalah," jelas dia.

















