Menakar Efek Berantai Fenomena Rojali di Sektor Ritel-Bisnis Palembang

- Fenomena Rojali di Palembang berdampak besar terhadap daya beli masyarakat dan pengunjung mal atau pusat perbelanjaan.
- Penurunan pendapatan dunia bisnis dan ritel di Palembang sekitar 20 persen akibat efek domino dari rojali.
- Meski minat fashion menurun, bisnis kuliner justru terus tumbuh karena makanan dan minuman masih jadi kebutuhan utama masyarakat dibandingkan fashion dan gaya hidup.
Palembang, IDN Times - Istilah Rojali atau rombongan jarang beli yang ramai diperbincangkan media sosial (medsos) kini kerap ditemui di pusat perbelanjaan. Bahkan, kehadiran Rojali berdampak berantai dan memicu efek domino terhadap sektor ritel serta bisnis di Palembang.
"Rojali ini sebenarnya dari dulu sudah ada namun karena era digital dan medsos ini berkembang menjadi besar," kata General Manager OPI Mal, Agus Eka Wani dikonfirmasi IDN Times, Jumat (22/8/2025).
1. Dampak rojali berpengaruh terhadap sektor ritel yang menyebabkan efek berantai

Dia menyampaikan, dampak kehadiran rojali sebenarnya berpengaruh besar terhadap daya beli masyarakat dan pengunjung mal atau pusat perbelanjaan. Secara umum, efek yang sering dirasakan pengelola ritel di Palembang, adalah daya beli turun signifikan. Jika diurai, jumlah pengunjung mal tak sebanding dengan konsumsi pembelian.
Kebiasaan rojali terlihat meramaikan bisnis ritel, tetapi sebenarnya tidak memberikan dampak positif. Kini rojali kata dia, makin meluas dipengaruhi tren media sosial. Dalam arti, seseorang hanya ingin datang ke pusat perbelanjaan cuma untuk menunjukkan eksistensi ke publik.
"Media sosial atau kecanggihan teknologi ikut andil mendorong isu ini naik, sebab dulunya sudah ada dan dianggap biasa," ujarnya.
Agus mengatakan, kehadiran rojali tidak bisa disalahkan sepihak. Sebab sekarang ekonomi sedang tidak stabil, tetapi dunia ritel dan bisnis dituntut tetap harus berkembang. Kondisi ini lanjutnya, menyebabkan efek domino, seperti mal ramai tetapi jadwal event atau acara dari mitra yang bekerjasama kian berkurang.
"Efek domino daya beli turun karena adanya efisiensi anggaran pemerintah sehingga sejumlah proyek stop dan batal berjalan, kebutuhan alat bangunan berkurang yang berimbas pada pengurangan tenaga kerja pada proyek bangunan, pada bisnis lainnya karena pendapatan pengusaha juga turun," jelas dia.
2. Efek domino fenomena rojali sebabkan penurunan daya beli hingga 20 persen

Kemudian lanjut dia, efek lain yang berimbas yakni kegiatan di hotel kosong dan minim okupansi sehingga berdampak PHK karyawan hotel, begitu juga sektor lainnya yang terimbas juga turun memengaruhi gaji, bonus dan pendapatan masyarakat yang berujung pada turunnya daya beli. Efeknya pekerja kantoran yang tadinya rutin makan siang di mal, resto atau tempat lainnya jadi berkurang.
"Mereka yang biasanya belanja yang tidak terlalu perlu juga mulai mengurangi pembelian dan hanya fokus pada kebutuhan utama saja. Kalau daya beli masih bagus, efek rojali tidak akan terasa, tapi efeknya ini semakin terasa karena daya beli turun karena tidak ada uangnya," jelas Agus.
Secara umum, efek domino karena fenomena rojali, menyebabkan penurunan pendapatan dunia bisnis dan ritel di Palembang sekitar 20 persen, dibandingkan tahun sebelum COVID-19 berlangsung. Sekarang lanjutnya, ekonomi masyarakat baru bergerak memulih dari sempat anjlok akibat pandemik beberapa tahun belakang.
3. Sektor fashion mengalami penurunan daya beli dibandingkan kuliner

Namun Agus menegaskan, penurunan daya beli masyarakat hanya berdampak pada mal menengah hingga ke bawah. Khusus mal premium justru tidak berdampak efek domino kehadiran rojali, karena pusat perbelanjaan tersebut memiliki pangsa pasar masing-masing dan berbeda kelas. Dia menyebut, konsumen mal premium terkesan loyal dan mereka adalah orang-orang kaya yang tidak perhitungan atas konsumsi dan pembelian barang.
"Mereka tidak hitung-hitungan dengan apa yang mereka beli, karena uang bukan kendala untuk mereka, sehingga tidak berdampak pada turunnya daya beli masyarakat. Ini berbeda dengan mal menengah dan ke bawah, efek turunnya daya beli jelas memengaruhi penjualan khususnya bisnis fashion," kata dia.
Tetapi lanjut Agus, meski minat fashion menurun, bisnis kuliner justru bergerak dan terus tumbuh, karena makanan dan minuman masih jadi kebutuhan utama masyarakat dibandingkan fashion dan gaya hidup.
"Lini bisnis fashion lebih hati-hati ekspansi ke daerah karena lebih fokus di kota besar saja, berbeda dengan bisnis food and beverage yang masih terus ekspedisi ke mal di Sumsel di tengah lesunya kondisi saat ini," lanjut Agus yang juga mengemban posisi wakil ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Sumsel.
Dia mengupayakan, untuk mendongkrak peningkatan transaksi di mal, pengelola pusat perbelanjaan rutin membuat acara juga promo untuk menarik daya beli masyarakat. Misalnya promo dan event bulanan, seperti program Indonesia Shopping Festival (ISF) sebagai bagian dari perayaan Hari Ulang Tahun (HUT RI) ke 80 Republik Indonesia.