Tarif Impor AS, Ini Ancamannya Bagi Industri Sawit Indonesia

- Presiden AS Trump memberlakukan tarif impor baru, berdampak signifikan terhadap ekspor kelapa sawit Indonesia ke AS.
- Kenaikan tarif dapat menurunkan volume ekspor dan pendapatan petani, GAPKI berharap negosiasi perdagangan untuk meminimalisir risiko tarif.
- Kebijakan pemerintah dalam menanggapi keputusan Trump akan berdampak pada laju ekspor CPO, ada potensi hilirisasi sawit di Sumsel.
Palembang, IDN Times - Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberlakukan tarif impor baru yang lebih tinggi. Kondisi ini diperkirakan berdampak pada Indonesia secara signifikan terhadap kinerja ekspor ke pasar AS utamanya Industri Sawit.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumatra Selatan, Alex Sugiarto mengatakan, kenaikan tarif ekspor ke AS membuat produk kelapa sawit Indonesia mengalami tekanan. Kondisi ini membuat Indonesia kurang kompetitif di pasar global.
"Kebijakan ekspor AS ini berpotensi menurunkan volume ekspor dalam jangka pendek dan berdampak langsung pada pendapatan petani. Secara luas lagi pada pendapatan daerah," ungkap Alex Sugiarto kepada IDN Times, Jumat (4/4/2025).
1. Negosiasi perdagangan RI-AS diharap dapat minimalkan tarif

Alex menjelaskan, kenaikan tarif tersebut akan berdampak pada peningkatan biaya bagi pelaku ekspor komoditas kelapa sawit. Di tengah situasi ini, GAPKI Sumsel berharap pemerintah dapat segera melakukan negosiasi perdagangan dengan AS guna meminimalisir risiko tarif yang tinggi.
"Negosiasi perdagangan dengan AS dapat dilakukan untuk meminimalkan dampak tarif bagi produk ekspor Indonesia ke AS," jelas dia.
2. Pemerintah diharap beri insentif keuangan pada industri sawit

Menurutnya, langkah dan kebijakan strategis pemerintah dalam menanggapi keputusan Donald Trump tersebut akan berdampak pada laju ekspor Crude Palm Oil (CPO) yang selama ini dilakukan Indonesia. Para pengusaha berharap ada kebijakan pemerintah yang bisa membantu dalam menghadapi tarif tinggi yang diberlakukan AS.
"GAPKI Sumsel berharap ada kebijakan insentif keuangan, seperti keringanan pajak ekspor. Pungutan ekspor juga perlu dipertimbangkan oleh pemerintah, agar dapat membantu mengatasi peningkatan biaya dan pengurangan volume permintaan akibat dampak kenaikan tarif AS," jelas dia.
3. Kebijakan AS picu tingkatkan hilirisasi dalam negeri

Meski selama ini ekspor CPO ke AS bukanlah yang terbesar dibanding dengan pasar India, Tiongkok, atau Pakistan, hal ini harus menjadi momentum dalam memperkuat hilirisasi industri sawit. Momentum ini harus menjadi langkah untuk memperkuat posisi indonesia dalam mengekspor sawit.
"Ada potensi besar untuk inovasi dan hilirisasi sawit di Sumsel, karena posisinya yang strategis secara geografis. Ditambah pemerintah daerah sangat supportif dalam pengembangan industri kelapa sawit," jelas dia.
4. Kebijakan tarif impor AS bisa buat Tiongkok beralih ke sawit Indonesia

Alex menilai kebijakan tarif impor ini tetap akan menjadikan minyak sawit dari Indonesia sebagai pilihan yang baik bagi importir AS. Hal ini terjadi karena AS juga memberlakukan kebijakan pajak impor yang tinggi bagi minyak nabati lainnya.
"Dari kebijakan ini kita juga bisa melihat potensi lain, dimana kita menunggu kebijkan berikutnya dari Tiongkok. Ada potensi Tiongkok mengenakan tarif tinggi pada kedelai AS sehingga dapat mengakibatkan Tiongkok mengimpor lebih banyak produk minyak sawit, daripada kedelai AS," jelas dia.