Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Sebelum Bupati Meranti, Sumsel Lebih Dulu Protes DBH Migas

Ilustrasi pekerja di sektor migas (Dok. SKK Migas)

Palembang, IDN Times - Aksi Bupati Meranti yang memprotes Dana Bagi Hasil (DBH) dari Minyak dan Gas (Migas), turut menjadi polemik di Sumatra Selatan (Sumsel). Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel mengklaim sudah lama kecewa dengan skema DBH pusat ke daerah.

Beberapa daerah penghasil migas justru mendapat DBH yang tidak sebanding. Pembagian DBH yang tak profesional dan kurang transparan, menjadi faktor penyebabnya.

"Kita sudah protes juga, sama. Berdasarkan evaluasi selama dua tahun, walau produksi tidak begitu signifikan turun, tapi DBH kita setiap tahun turun 20-30 persen. Ini kan aneh. Produksinya tidak terlalu turun, ICP-nya naik, tapi kok DBH kita turun," ungkap Kabid Energi Dinas ESDM Sumsel, Ariansyah, Rabu (14/12/2022).

1. Penghitungan pusat tentang DBH tidak transparan

Ilustrasi pekerja di sektor migas (Dok. SKK Migas)

Ariansyah menjelaskan selama ini Pemprov Sumsel telah mengevaluasi pembagian DBH yang tak sebanding. Pihaknya lantas melakukan evaluasi dengan menghitung beberapa komponen DBH, dengan hasil salah satu komponen tak transparan itu disampaikan Kementerian ESDM ke daerah.

"Ada satu komponen perhitungan DBH yang tidak transparan disampaikan ke pemerintah daerah dan itu kedapatan di kita. Hal inilah yang menyebabkan DBH di kabupaten maupun kota penghasil migas di Sumsel sangat kecil," jelas dia.

2. Sumsel hanya menerima 15 persen DBH

Ilustrasi hulu migas (Dok. SKK Migas)

Ariansyah mencontohkan, Kota Prabumulih sebagai penghasil minyak di Sumsel mendapat DBH yang tidak sebanding. Selama ini Prabumulih justru mendapat DBH migas untuk daerah bukan penghasil migas.

Gubernur SUmsel, Herman Deru, bahkan memprotes pembagian yang tidak transparan melalui surat kepada tiga kementerian, yakni Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri. Surat protes itu juga dilayangkan kepada ke KPK.

"Kita mendapatkan DBH Migas cuma 15 persen, di mana 6 persen untuk daerah penghasil, 3 persen dan 6 persen untuk daerah non penghasil. Sudah sejak tahun lalu kita protes, namun jawabannya karena ada komponen yang tak transparan itu," ungkap dia.

Pihak Dinas ESDM Sumsel telah mengkoordinir Pemkab dan Pemkot penghasil Migas di Sumsel untuk melakukan protes. Pihaknya berharap unsur DBH yang tidak transparan dapat diubah atau dihilangkan. Komponen DBH kata Arinarsa ditentukan tanpa dasar hukum yang jelas hingga merugikan pemerintah daerah.

"Berdasarkan catatan selama dua tahun ini ada sekitar 800 dollar AS nilai minyak mentah yang dijual dari Sumsel. Seharusnya itu didapatkan pemerintah Sumsel. Tiap tahun kita dapat DBH tapi nilainya tidak sesuai," tutur dia.

3. Herman Deru sepakat dengan Bupati Meranti

Gubernur Sumsel, Herman Deru. (Dok. Humas Pemprov Sumsel)

Gubernur Sumsel, Herman Deru, menyebut pembagian DBH yang tidak adil sudah kerap ditanyakan legislatif maupun masyarakat. Sebagai wilayah penghasil migas, Deru berharap dana migas tersebut bisa bermanfaat bagi masyarakat.

"Kadang masyarakat sering tanya bagaimana transfer daerah itu didapat, karena ada daerah yang nilainya hampir Rp5 triliun dan ada juga yang tak sampai Rp1 triliun," tutur dia.

Deru pun sepakat dengan sikap Bupati Meranti, Muhammad Adil, karena memprotes keras kepada pusat. Menurutnya daerah penghasil migas harus sepakat untuk menentukan sikap kepada pusat.

"DBH Migas yang kita dapat semuanya diperuntukkan demi kesejahteraan masyarakat daerah. Hasil pemanfaatan sumber daya alam itu harus menjadi linier dengan kesejahteraan masyarakat. Tentu butuh kekuatan dan dorongan untuk bersatu di antara penghasil migas termasuk Sumsel," tutup dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deryardli Tiarhendi
Rangga Erfizal
Deryardli Tiarhendi
EditorDeryardli Tiarhendi
Follow Us