Terkenang Kisah Telok Abang, Herman Deru: Teloknyo Diambek Kakak Aku!

Gubernur Sumsel buka Festival Kuliner dan Telok Abang 2019

Palembang, IDN Times - Gubernur Sumsel, Herman Deru, hanya bisa tersenyum kecil melihat sederet mainan Telok Abang, pada Festival Kuliner dan Telok Abang 2019 di Balai Prajurit Sekanak, Palembang, Rabu (14/8) sore.

Sambil memperhatikan dan memegang mainan dari kayu gabus yang berbentuk kapal-kapalan dan pesawat terbang tersebut satu per satu, sang gubernur langsung sedikit berkisah tentang masa kecilnya.

"Kalau masa anak-anaknya dulu di Palembang, pasti inget dengan Telok Abang dan ini melegenda. Sepertinya tidak lengkap, saat 17-an kalau gak ada telok abang. Semisal kayak lontong di lebaran gitu ya. Artinya ini sudah menjadi kebutuhan," kata Herman Deru, yang tetap memilih mainan antara pesawat terbang dan kapal-kapalan.

1. Masa Kecil Gubernur Herman Deru dan Telok Abang

Terkenang Kisah Telok Abang, Herman Deru: Teloknyo Diambek Kakak Aku!IDN Times/Feny Maulia Agustin

Orang nomor satu di Sumsel ini menuturkan, mainan Telok Abang merupakan permainan terbaik yang pernah dimilikinya dulul. Selain punya nilai tradisional, Telok Abang juga mengingatkan kenangan saat masa kecil.

"Telok Abang sama dengan mengenang kreativitas leluhur. Apalagi sekarang banyak kreasi lain dan banyak pilihan. Ada kapal dan pesawat udara dibuat beragam. Bagian berkesan mengenang telok abang, aku dulu berebutan dengan kakak aku, teloknyo di ambek kakak aku," candanya.

2. Telok Abang jadi satu alasan anak kecil merengek

Terkenang Kisah Telok Abang, Herman Deru: Teloknyo Diambek Kakak Aku!IDN Times/Feny Maulia Agustin

Selain Gubernur Sumsel Herman Deru, cerita masa kecil bersama Telok Abang juga diungkapkan Ketua umum KADIN Sumsel, Ferdi Aligafur. Telok Abang menjadi alasan anak kecil untuk menangis.

"Saya ingat dulu waktu 17 Agustus, nonton lomba bidar langsung merengek ingin dibelikan (telok abang). Antusias kepengen sekali, dulu juga ada kapal api, bergerak di baskom dan air saya menangis kalau tidak dibelikan. Dulu harganya hanya lima Rupiah, sekarang umur saya 55 tahun rasanya sudah lama sekali. Itu dulu kalau anak tentara kan banyak bisanya, kalau satu dibeliin kita gak dapet mulai berantem," terang Ferdi.

3. Wacanakan telok abang sebagai budaya tak benda secara nasional

Terkenang Kisah Telok Abang, Herman Deru: Teloknyo Diambek Kakak Aku!IDN Times/Feny Maulia Agustin

Sementara, Plt Kepala Dinas Pariwisata Sumsel Aufa Syahrizal menjelaskan, sebagai salah satu ciri khas Kota Palembang, rencananya Telok Abang akan dijadikan sebagai warisan tradisional, untuk dipatenkan sebagai budaya tak benda secara nasional. hal tersebut tak lain untuk menjaga kelestariannya.

"Kita perjuangkan Telok Abang secara nasional untuk budaya tak benda. Pertama lestarikan dan promosikan jadi souvenir khusus. Apalagi saya sangat mengapresiasi pengrajin dan pedagang. Permainan telok abang ini ada nilai seni, telok abang memiliki keterampilan khusus dari hasil yang sudah jadi bentuk-bentuknya," jelasnya.

Meski mungkin sudah menurun akibat tergerus jaman, sambung Aufa, telok abang memiliki eksistensi besar. "Sampai detik ini, luar biasa telok abang masih ada dan masih eksis. Itulah kenapa saya sangat ingin mengupayakan jadi warisan," ujarnya.

Tidak saja berencana mematenkan telok abang, Aufa juga mengaku memiliki kenangan menarik di waktu kecil.

"Waktu SD, 17 Agustus itu selalu ditunggu. Saya pasti minta beliin sama orangtua. Kalau tidak, pasti merajuk karena ini khasnya memang setahun sekali tidak musim kemerdekaan tidak akan pernah ada," ungkapnya.

Baca Juga: Telok Abang Muncul di Palembang, Tando Wong Kito Rayoke Kemerdekaan

4. Telok abang terkenal tidak saja di Palembang

Terkenang Kisah Telok Abang, Herman Deru: Teloknyo Diambek Kakak Aku!IDN Times/Feny Maulia Agustin

Eksistensi telok abang rupanya tidak sebatas di Palembang saja. Hal ini diungkapkan Kasdam II/Swj, Brigjen TNI Syafrial, psc., M. Tr (Han). Meski dirinya berasal dari darah Minang, namun Telok Abang adalah salah satu tradisi yang terkenal.

"Kebetulan saya masa kecilnya bukan di sini, tapi tahu betul dengan telok abang. Permainan jaman waktu kecil, nah kalau di daerah saya ada kapal api masuk dalam baskom. Harus disemarakkan lagi, juga sebagai memori dan me-review kenangan anak-anak pada masa lalu," katanya.

Syafrial juga berharap, meski saat ini sudah jaman teknologi, dia meminta generasi muda untuk tetap menghargai tradisi. "Buatlah mereka lebih cinta budaya lokal, walaupun teknologi sudah cukup menggerus permainan tradisional," tandasnya.

Topik:

  • Sidratul Muntaha

Berita Terkini Lainnya