Sengketa Lahan, PTBA Tawarkan Santunan Sukarela ke Warga Desa Darmo

- Proses ganti rugi berlandaskan regulasi
- PTBA tawarkan santunan tiga kali, belum disepakati warga
- Proyek strategis untuk kebutuhan energi nasional
Muara Enim, IDN Times - PT Bukit Asam (PTBA) Tbk menyatakan komitmennya untuk membuka ruang dialog dalam menyelesaikan sengketa lahan di proyek Conveyor Handling Facility (CHF) TLS 6 dan 7 di Desa Darmo, Lawang Kidul, Muara Enim. Masyarakat menuntut ganti rugi atas lahan milik negara yang diklaim menjadi tanah adat milik masyarakat yang sudah dikelola secara turun temurun.
PTBA memastikan proses penyelesai konflik lahan yang ada akan dilakukan secara adil, terbuka, dan berlandaskan aturan hukum yang berlaku. Proses penghitungan ganti untung akan merujuk pada ketentuan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2023 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam rangka penyediaan tanah untuk Pembangunan Nasional.
"PTBA berharap adanya kesepahaman bersama yang mampu menghasilkan kesepakatan terbaik bagi masyarakat Desa Darmo. Prinsip kehati-hatian dan kepatuhan terhadap regulasi tetap kami kedepankan," ungkap Corporate Secretary Division Head PTBA, Niko Chandra, Senin (4/8/2025).
1. Proses ganti rugi berlandaskan regulasi

Menurut Niko, PTBA terbuka terhadap masukan yang berasal dari masyarakat selama disampaikan dalam kerangka hukum yang berlaku. Hal ini sejalan dengan komitmen perusahaan untuk membangun hubungan jangka panjang yang harmonis dengan warga di sekitar wilayah operasional.
"Kami percaya bahwa solusi yang adil akan terwujud bila semua pihak duduk bersama, saling menghargai, dan mengedepankan semangat gotong royong. Ini bagian dari komitmen kami terhadap praktik pertambangan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab," jelas dia.
PTBA menyampaikan terima kasih kepada DPRD Sumsel atas fasilitasi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 1 Agustus 2025, serta menghargai semua masukan terkait penyelesaian lahan di Desa Darmo.
"Kami selalu mengedepankan kehati-hatian, kepatuhan terhadap aturan, dan semangat membangun komunikasi konstruktif. Sebagai perusahaan milik negara, kami memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk menyelesaikan persoalan ini secara berkeadilan," jelas dia.
2. Tiga kali tawarkan santunan, belum disepakati warga

Hal senada disampaikan Environmental Management & Mining Support Sub-Division Head PTBA, Amarudin. Dirinya berujar, berdasarkan ketentuan kehutanan, sebagian warga diketahui melakukan aktivitas berkebun di kawasan hutan milik negara dengan status perambah. Kelompok ini, sesuai aturan, tidak memenuhi kriteria penerima kompensasi secara hukum. Namun demikian, PTBA tetap mengambil langkah proaktif dengan memberikan tawaran santunan sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat sekitar.
"Hingga saat ini kami telah tiga kali menyampaikan tawaran santunan. Namun, nilai yang kami ajukan masih belum memenuhi ekspektasi masyarakat. Kami berupaya untuk memberikan yang terbaik, namun tetap dalam koridor hukum yang berlaku. Oleh karena itu, kami juga telah meminta arahan dari Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejaksaan sebagai pendamping hukum pemerintah," beber Amarudin.
3. Proyek strategis untuk kebutuhan energi nasional

Amarudin, menjelaskan bahwa proyek CHF TLS 6 dan 7 merupakan salah satu proyek strategis perusahaan dalam rangka mendukung ketahanan energi nasional. Pihaknya berharap, ada solusi bersama yang diambil dalam penyelesaian persoalan di Desa Darmo.
"Sebagian besar batu bara dari proyek ini diperuntukkan bagi kebutuhan dalam negeri. Proyek ini juga didukung dengan pembangunan belt conveyor yang mengangkut batu bara langsung dari lokasi tambang menuju area pencurahan sebelum dimuat ke dalam gerbong kereta api," jelas dia.