Melihat Masjid Agung Palembang Terinspirasi Arsitektur Tiga Budaya

- Masjid Agung Palembang menjadi tempat ibadah terbesar dan tertua di Palembang, saksi perkembangan syiar Islam di bawah Kesultanan Palembang Darusallam.
- Pembangunan masjid mengalami perubahan arsitektur seiring pergantian kekuasaan dari era Kesultanan Palembang hingga Republik Indonesia.
- Perpaduan gaya arsitektur Melayu, Eropa, dan Cina membuat Masjid Agung Palembang memiliki keunikan tersendiri.
Palembang, IDN Times - Masjid Sultan Mahmud Badaruddin Joyo Wikramo atau Masjid Agung Palembang menjadi tempat ibadah umat Islam terbesar dan tertua di Palembang. Masjid tersebut menjadi saksi perkembangan syiar Islam di bawah Kesultanan Palembang Darusallam.
Masjid yang didirikan pada abad ke-18 silam menjadi bukti sejarah perkembangan Islam dan menjadi pusat dakwah hingga ke abad 21. Masjid ini juga sudah beberapa kali melewati era pergantian kekuasaan.
Seiringi perjalanan waktu, mulai dari masa Kesultanan Palembang, era kolonial hingga bergabung dengan Republik Indonesia turut memengaruhi arsitektur masjid hingga kaya akan sentuhan akulturasi budaya.
"Masjid Agung Palembang sendiri merupakan masjid yang dibangun pada Sultan Jayo Wikramo (Mahmud Badaruddin I). Peletakan batu pertama terjadi tahun 1738 dan diresmikan pada 1748," ungkap Ketua Umum Ikatan Remaja Masjid Agung (IRMA) Palembang, Muhammad Rifki, kepada IDN Times, Sabtu (7/3/2025).
1. Masjid tertua di Palembang hampir berusia 300 tahun

Masjid Agung Palembang pada masa awal pembangunannya tak memiliki menara masjid. Masjid terus dipugar dengan menambah menara pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Najamudin.
Pembangunan awal menara masjid tersebut berbentuk seperti menera kelenteng dengan detail atap yang berujung melengkung. Kala itu, pemerintah kolonial Belanda dan Kesultanan Palembang terlibat perang besar yang dikenal dengan Perang Menteng pada tahun 1819 dan 1821.
Seusai menguasai Palembang setelah kejatuhan Sultan Mahmud Badaruddin II Belanda turut merombak masjid ini. Seiring waktu, perombakan terus dilakukan pada 1893, 1916, 1950, 1970 hingga perombakan besar-besaran pada 1998-2003 pada masa Gubernur Rosihan Anwar.
"Masjid ini sendiri sudah dibangun hampir kurang lebih 300 tahun sejak awal didirikan," jelas dia.
2. Sentuhan gaya arsitektur di Masjid Agung Palembang

Masjid Agung Palembang merupakan perpaduan masjid dengan gaya arsitektur beragam. Mulai dari Melayu, Eropa hingga Arsitektur Tionghoa. Masjid ini mendapat pengaruh besar dari peradaban yang pernah mengisi pengaruhnya di Palembang salah satunya marmer dan kaca yang ada di Masjid Agung Palembang didatangkan dari Eropa.
"Masjid Agung Palembang punya tiga gaya arsitektur yakni, arsitektur Melayu, juga Eropa dan Cina. sehingga bentuk Masjid Agung Palembang sungguh indah karena perpaduan tiga peradaban," jelas dia.
3. Bentuk segi delapan masjid dengan simbol hukum Melayu

Masjid ini juga memiliki beberapa keunikan seperti 16 tiang terdiri dari empat tiang soko guru dan 12 tiang penopang atap. Penopang tersebut merupakan bangunan yang tetap dipertahankan hingga saat ini.
Adapun bentuk masjid memiliki keunikan yakni berbentuk segi delapan, menyimbolkan budaya Melayu dengan delapan ketentuan hukum ada yang disebut Pucuk Carakangan seperti:
- Sambung Salah, larangan yang menyangkut masalah perzinaan.
- Siak Bakal, larangan membakar harta orang lain.
- Upih Racun, larangan meracun orang lain hingga menyebabkan kematian.
- Tikam Bunuh, larangan membunuh hewan peliharaan.
- Maling Curai, larangan mencuri.
- Kebut Rampak, larangan merampas atau mengambil barang milik orang lain secara paksa.
- Dago Dagi, larangan mengancam atau menantang orang lain berkelahi.
- Umbak Umbai, larangan merayu istri atau anak gadis orang dengan jalan menipunya untuk berbuat yang tidak baik.