Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Buruh Anggap Insentif PPh 21 Tak Dapat Dirasakan Pekerja di Sumsel

Ilustrasi uang (IDN Times/Aditya Pratama)
Intinya sih...
  • Pemerintah memberikan insentif pembebasan PPh 21 untuk sektor padat karya, namun hanya berpengaruh pada tiga sektor industri: tekstil, sepatu, dan furnitur.
  • Industri padat karya di Sumsel tak terpengaruh kebijakan tersebut, karena bergerak di bidang pertanian, perkebunan, konstruksi, pertambangan, dan perhotelan.
  • Kebijakan pembebasan PPh 21 dinilai tidak memberikan dampak signifikan bagi pekerja di sektor lainnya di Sumsel. Ada kekhawatiran terkait kenaikan PPN 12 persen yang akan mempengaruhi kelas pekerja menengah ke bawah.

Palembang, IDN Times - Langkah pemerintah memberikan insentif lewat pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) 21 untuk pekerja sektor Padat Karya dinilai tak akan berpengaruh bagi para buruh di Sumsel. Pernyataan tersebut bukan tanpa alasan, lantaran sektor padat karya yang dimaksud hanya berpengaruh pada tiga sektor saja, seperti tekstil, sepatu dan furnitur.

Berbeda dengan di Jawa, Ketua DPC Federasi Serikat Buruh Niaga Informatika Keuangan Perbankan dan Aneka Industri (FSB Nikeuba) Sumsel Hermawan mengatakan, sektor padat karya di Sumsel bergerak di bidang indusri pertanian, perkebunan, konstruksi, pertambangan, dan perhotelan.

"Berbicara insentif, hanya tiga sektor yang mendapat keuntungan dari pembebasan PPh pasal 21. Sektor lainnya justru tidak. Sehingga tidak akan berpengaruh," ungkap Hermawan kepada IDN Times, Jumat (27/11/2024).

1. Industri penopang ekonomi Sumsel tak dapat insentif

ilustrasi lahan monokultur (pexels.com/Pok Rie)

Hermawan menjelaskan, tiga sektor yang mendapatkan insentif pembebasan PPh 21 di tahun 2025 bukan ah sektor industri yang menjadi tulang punggung ekonomi di Sumsel. Keberadaanya pun dinilai tidak begitu banyak lantaran industri besar yang ada disini banyak berfokus di perkebunan, pertanian dan pertambangan.

"Dari tiga sektor yang mendapat insentif hanya furnitur yang kelihatan ada produksinya. Tetapi tidak banyak," jelas dia.

Hermawan pun berharap, kebijakan ini juga dirasakan oleh kelas pekerja di sektor lainnya. Pasalnya, rencana pemerintah memberlakukan pajak 12 persen dirasakan oleh seluruh pihak di seluruh sektor.

"Kalau pemberian insentif itu dilakukan dengan memungut dari pendapatan pekerja kami, buruh akan menolak segala bentuk insentif yang diberikan," jelas dia.

2. PPh tak dapat, pajak naik 12 persen, upah naik hanya 6,5 persen

Kebijakan pajak PPh badan di Indonesia

Hermawan menyebutkan, langkah pemerintah membebaskan PPh pasal 21 harus diberikan tanpa embel-embel apa pun. Kenaikan PPN 12 persen, akan berdampak pada kenaikan kebutuhan pokok dan beban hidup dari kelas pekerja.

Meski kebijakan kenaikan PPN tersebut diklaim hanya untuk barang mewah, Hermawan menyebut, sanksi kebijakan itu tak berdampak ke seluruh sektor.

"Kalau PPh 21 memang dibebaskan kita akan sambut itu. Pemberian insentif ini baik di tengah kondisi kenaikan harga dan PPN 12 persen. Ditambah kenaikan upah hanya 6,5 persen," jelas dia.

3. Pasca COVID-19 pekerja terseok hadapi beban hidup

Pekerja dan buruh gelar aksi di Kantor Gubernur Sumsel (Tangkapan layar untuk IDN Times)

Hal serupa diungkap Manda Risma, pekerja restoran yang awalnya sempat senang mendengar ada rencana pemberian pembebasan PPh 21. Hanya saja, setelah mengetahui PPh tersebut tak melingkup seluruh sektor dirinya kecewa.

"Di tengah impitan beban hidup dengan biaya hidup yang semakin naik. Tentu PPh ini seharusnya menjadi jawaban bagi pekerja untuk mendapatkan keringanan," jelas dia.

Dirinya menilai pasca COVID-19 industri restoran masih berjalanan naik dan turun mengikuti perkembangan ekonomi. Belum lagi upah yang naik tak sesuai dengan kehendak pekerja, sehingga membuat mereka harus bertahan dengan segala impitan yang ada.

"Belum biaya pendidikan anak yang juga harus dipikirkan dengan kenaikan yang ada. Jika PPh tidak menyentuh seluruh sektor industri, sebaiknya jangan ada juga kenaikan-kenaikan lain yang membebani," jelas dia.

4. Masuk sektor padat karya, buruh kereta api sayangkan tak dapat stimulus ekonomi

kereta padat (freepik.com/freepik)

Senada, Dewan Kehormatan Organisasi Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) Divre III Palembang, Muhammad Ajadilah mengatakan, pembebasan PPh 21 di sektor Padat Karya sangat disayangkan tidak diberikan kepada seluruh sektor. Dirinya sependapat bahwa dampak dari kenaikan PPN 12 persen akan dirasakan seluruh kelas menengah.

"Pemberian stimulus ekonomi insentif PPh 21 DTP merupakan langkah konkrit kebijakan pemerintah dalam menyusun skala prioritas. Namun terlepas dari tiga sektor tersebut, pemerintah diharapakan mengalibrasi ulang apakah ada sektor yang dampaknya sama, yang juga harus menjadi skala prioritas," jelas dia.

Menurutnya, kebijakan ini akan lebih berdampak secara luas jika pemerintah turut mengeluarkan anggaran untuk sektor lainnya. Kondisi ini dinilai akan memberikan stimulus agar ekonomi masyarakat terus berputar.

"Kalau kita bicara padat karya, sepemahaman kami banyak lagi selain tiga sektor tersebut. Sehingga kebijakan stimulus ekonomi dari pemerintah ini biar pun membutuhkan anggaran yang cukup besar, tetapi juga wajib memberikan dampak besar juga bagi masyarakat maupun pekerja," jelas dia.

5. Buruh hadapi tekanan kenaikan PPN dan menurunnya kesejahteraan

Aktivitas buruh di salah satu pabrik di Kota Madiun. IDN Times/ Riyanto.

Menurut Ajadilah, yang menjadi persoalan kelas pekerja adalah kesejahteraan. Dampak dari rencana kenaikan PPN 12 persen pun sudah mulai dirasakan banyak pihak.

"Harapannya dengan adanya PPh pasal 21 ini maka akan ada peningkatan pendapatan bersih pekerja. Dengan begitu peningkatan penghasilan itu juga meningkatkan kualitas hidup pekerja," jelas dia.

Menurutnya, dengan adanya pembebasan PPh itu juga ada kemungkinan pengembangan ekonomi lokal lewat pertumbuhan ekonomi di daerah. Hanya saja, pihaknya tetap khawatir dengan implementasi dari kebijakan ini.

"Kita mengkhawatirkan dengan kenaikan PPN justru mempengaruhi kualitas kesejahteraan, utamanya mereka kelas menengah ke bawah. Pemerintah harus memikirkan dampak langsung yang dirasakan masyarakat," jelas dia.

6. Pengusaha benarkan tak ada insentif bagi pekerja di Sumsel

Ilustrasi tambang batu bara (IDN Times/Aditya Pratama)

Berkaca pada pemberian insentif maka tak sepenuhnya pemberian stimulus ekonomi itu dirasakan kelas pekerja di Sumsel. Padahal, industri manufaktur memiliki dampak secara signifikan dalam perekonomian Sumsel khususnya dalam industri pengolahan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, tercatat ada 321 perusahaan manufaktur dalam skala menengah besar di Sumsel. Lalu meningkat menjadi 331 pada tahun 2024.

Jumlah perusahaan industri besar dan sedang tersebar di 16 kabupaten/kota dengan jumlah industri terbesar berada di Kota Palembang dengan 94 perusahaan. Disusul Banyuasin 90 perusahaan dan selebihnya berkisar 1-20 perusahaan per daerah.

"Kalau melihat kebijakan PPh 21 DTP (insentif) dari pemerintah itu maka tidak ada sektor yang dimaksud di Sumsel," jelas Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumsel, Sumarjono Saragih.

Industri yang masuk dalam sektor padat karya di Sumsel didominasi oleh industri perkebunan dan pengelolaan hasil perkebunan. Hanya saja insentif yang diberikan tidak berdampak langsung untuk mereka yang berada di sektor padat karya Sumsel.

"Artinya yang mendapat insentif itu ditanggung 100 persen oleh pemerintah hanya sektor industri tekstil, sepatu, dan furnitur. Sawit memang masuk kategori padat karya tetapi tidak masuk dalam insentif tersebut," ungkap dia.

7. Apindo Sumsel pertanyakan langkah pemerintah menaikan PPN

kenaikan PPN 12% (Dok: pixabay)

Apindo pun mempertanyakan langkah pemerintah menaikan pajak menjadi 12 persen. Menurutnya, selain pekerja, pengusaha yang membayar gaji turut merasakan dampak kenaikan ini.

Hasilnya daya beli masyarakat akan menurun. Kenaikan pajak seharusnya menjadi cara pemerintah melakukan transparansi pengunaan pajak. Hal ini dilakukan agar efisiensi kenaikan pajak tak mempengaruhi kondisi perekonomian masyarakat.

"Tujuan menaikkan pajak adalah untuk menambal APBN. Namun sebelum itu dilakukan, pemerintah harus memastikan pengelolaan APBN bebas dari kebocoran dan penggunaan anggaran dilakukan dengan efisien," ungkap Sumarjono.

Sumarjono mengatakan, pihaknya mendukung kenaikan pajak jika sebelumnya diimbangi dengan langkah reformasi birokrasi dan penataan pengelolaan APBN. Pihaknya menilai, selama ini tata kelola pajak banyak yang tak sesuai peruntukan.

"Pemerintah harus memastikan setiap rupiah dari pajak digunakan untuk kepentingan publik, bukan untuk kegiatan seremonial yang tidak penting," jelas dia.

8. Pengusaha harap pemerintah benahi APBN lewat gaya hidup pejabat

Kenaikan PPN (tapinto.net)

Dirinya menjelaskan, penggunaan anggaran negara dinilai tidak efisien. Hal ini dapat dilihat dari gaya kerja aparatur sipil negara (ASN) yang dinilai terlalu birokratis.

"Banyak penyelenggaraan negara yang sarat seremoni, namun kurang substantif. Bahkan, tidak sedikit yang menjadi bancakan untuk kepentingan tertentu. Berbeda di sektor swasta, rapat langsung to the point, tidak banyak basa-basi atau hormat-hormatan yang membuang waktu," jelas dia.

Tak sampai di sana, gaya hidup pejabat juga menjadi sorotan. Terutama dalam segi fasilitas mewah dan ajudan yang melekat dalam setiap kegiatan dan agenda.

"Di swasta, bahkan bos besar sering bekerja tanpa ajudan. Pejabat kita kadang sampai memiliki ajudan yang berbaris di belakang. Efisiensi seperti ini yang perlu dicontoh dari sektor swasta," jelas dia.

Dengan kondisi yang ada, reformasi birokrasi menjadi penting dilakukan pemerintah untuk penataan pengelolaan APBN. Barulah setelah pengelolaan tersebut berjalan transparan dan akuntable maka kebijakan kenaikan pajak bisa diterima dengan rasional.

"Pastikan kebocoran anggaran ditutup, borok birokrasi disembuhkan, dan gaya kerja ASN lebih efisien. Baru setelah itu kita bisa bicara soal kenaikan pajak," jelas dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hafidz Trijatnika
Rangga Erfizal
Hafidz Trijatnika
EditorHafidz Trijatnika
Follow Us