5 Tradisi Lebaran yang Hampir Punah, Masih Ingat?

Lebaran selalu menjadi momen penuh kebersamaan. Selain sebagai ajang silaturahmi, perayaan ini juga diperkaya dengan berbagai tradisi yang telah diwariskan turun-temurun. Setiap daerah memiliki kebiasaan unik yang membuat lebaran terasa lebih bermakna.
Seiring berjalannya waktu ada beberapa kebiasaan yang mulai jarang dilakukan. Perubahan gaya hidup serta kesibukan masyarakat membuat tradisi yang dulu harus dilakukan kini mulai ditinggalkan. Mau tahu, apa saja tradisi lebaran yang kini mulai langka? Yuk, bernostalgia bareng!
1. Takbir keliling dengan obor

Zaman dulu malam takbiran terasa lebih meriah dengan takbir keliling. Anak-anak sampai orang dewasa berjalan kaki sambil membawa obor dan beduk. Mereka antusias mengumandangkan takbir di sepanjang jalan. Tradisi ini jadi simbol kebersamaan menyambut hari lebaran.
Sekarang takbir keliling mulai jarang ditemui, terutama di perkotaan. Banyak orang lebih memilih takbiran di masjid atau menonton televisi. Peraturan daerah juga membatasi kegiatan ini demi keamanan dan menghindari kemacetan. Obor yang dulu khas kini tergantikan oleh kendaraan bermotor.
2. Tradisi berkirim makanan ke tetangga

Pernah dengar istilah berbagi rantang, atau dulu pernah melakukannya? Tradisi ini adalah kebiasaan mengirim makanan khas lebaran ke tetangga, saudara, atau orang yang dihormati. Biasanya dalam satu rantang ada ketupat, opor ayam, dan aneka lauk lainnya. Kini kebiasaan ini jarang ditemui.
Kesibukan membuat banyak masyarakat lebih memilih menyiapkan makanan siap saji. Budaya individualisme yang meningkat mengurangi interaksi antarwarga, akibatnya tradisi berbagi rantang ini perlahan memudar.
3. Sungkem ke orangtua dengan duduk bersimpuh

Sungkem menjadi tradisi sakral saat lebaran di mana anak bersimpuh di hadapan orang tua, mencium tangan, atau bahkan berlutut sebagai tanda hormat. Momen penuh haru ini diiringi deraian air mata serta permintaan maaf yang tulus dari hati. Hal ini menjadi simbol bakti kita terhadap keluarga.
Seiring berjalannya waktu banyak anak muda lebih memilih berjabat tangan atau sekadar mengucapkan maaf lewat chat. Adanya komunikasi virtual membuat adat sungkem mulai jarang dilakukan. Bahkan sebagian generasi muda merasa tidak terbiasa dengan tradisi ini.
4. Anak-anak main petasan dan meriam bambu

Bermain petasan dan meriam bambu dulu menjadi salah satu permainan seru yang khas saat lebaran. Suara letusan yang menggema di malam takbiran menambah kemeriahan suasana, terutama di desa. Anak-anak dengan antusias merakit meriam bambu dan berlomba menciptakan suara paling keras.
Tradisi bermain petasan ini mulai ditinggalkan karena alasan keselamatan. Sebab banyak kasus kecelakaan akibat petasan, sementara suara ledakan yang keras dianggap mengganggu lingkungan. Petasan dan meriam bambu perlahan tergantikan oleh hiburan yang lebih aman.
5. Silaturahmi dari rumah ke rumah tanpa janji temu

Silaturahmi di momen hari raya terasa lebih hangat karena warga saling berkunjung dari rumah ke rumah tanpa perlu janjian dulu. Setiap orang bebas datang kapan saja untuk bersalaman, bermaafan, dan menikmati hidangan yang sudah disediakan tuan rumah.
Kebiasaan ini mulai berkurang, sekarang lebih memilih pertemuan yang terencana. Banyak orang memilih acara reuni keluarga di satu tempat dengan lingkaran terdekat. Kesibukan dan perubahan gaya hidup membuat silaturahmi tanpa janji terasa kurang praktis, sehingga tradisi ini perlahan memudar.
Tradisi boleh berubah, tapi makna lebaran tetap sama. Tujuannya yaitu menjaga silaturahmi, kebersamaan, dan kebahagiaan antara umat Islam. Jika kamu ingin menjaga warisan ini tetap ada, bisa dengan menghidupkan kembali tradisi lama lebaran ini di keluarga. Selamat menyambut Hari Raya Idul Fitri untuk umat Islam sedunia!