Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Wabah Ngorok Melanda Merapi Selatan, Puluhan Kerbau Warga Jadi Bangkai

(Salah satu kerbau warga Merapi Selatan yang terserang penyakit ngorok) IDN Times/istimewa
Intinya sih...
  • Puluhan kerbau di Lahat mati mendadak karena terserang penyakit ngorok atau Septicemia Epizootica (SE), dengan total kematian mencapai 40-50 ekor dalam dua bulan terakhir.
  • Mayoritas kerbau warga diliarkan sehingga sulit diobati, menyebabkan hewan ternak mati berserakan di berbagai tempat seperti kubangan, kebun warga, hutan, dan aliran sungai.
  • Kondisi ini memunculkan kendala bagi peternak untuk menangkap kerbau yang sakit karena biaya pengobatan yang tinggi, sementara pihak pemerintah tidak mampu melayani jika ternak warga dibiarkan.

Lahat, IDN Times - Puluhan kerbau milik warga Kecamatan Merapi Selatan Kabupaten Lahat dilaporkan mati mendadak. Kematian ternak secara massal ini diduga karena terserang wabah penyakit ngorok atau Septicemia Epizootica (SE).

Diprediksi kerbau yang mati dalam kurun waktu dua bulan terakhir mencapai 40-50 ekor. Belum lagi ditambah dengan jumlah sapi yang terpaksa mati disembelih karena menunjukkan gejala serupa.

1. Kerbau warga mati berserakan di banyak tempat

(Salah satu kerbau warga Merapi Selatan yang terserang penyakit ngorok) IDN Times/istimewa

Andi Sucitera, tokoh masyarakat di Kecamatan Merapi Selatan mengungkapkan, tragedi kerbau warga mati mendadak tersebut sudah terjadi sekitar dua bulan terakhir.

"Kerbau warga ini matinya berserakan di banyak tempat, karena mayoritas kerbau ini diliarkan. Ada yang mati di kubangan, ada yang mati di kebun warga, mati di hutan, ada juga yang mati di aliran sungai," ujarnya, Senin (28/4/2025).

Terkait wabah ini, mantan anggota DPRD Lahat periode 2019-2024 ini sudah menyampaikan ke pihak terkait untuk segera ditindaklanjuti. Karena jika terkesan lambat, seluruh hewan ternak kerbau dan sapi warga bisa terancam menjadi bangkai semua.

"Sekarang ini setiap hari ada saja kerbau warga yang disembelih. Saya berharap, Bidang Peternakan bisa sigap, tangani dengan serius dan tidak menjadikan momen pengobatan ini sebagai kegiatan seremonial saja," tegasnya.

2. Kerbau menunjukkan gejala hidung berlendir dan kejang-kejang

(Salah satu kerbau warga Merapi Selatan yang terserang penyakit ngorok) IDN Times/istimewa

Salah satu peternak kerbau di Merapi Selatan, Febri mengatakan, saat ini sudah ada tujuh ekor kerbau miliknya yang mati menjadi bangkai, sedangkan lima ekor mati disembelih dan dua ekor yang terpaksa dijual murah. 

"Awalnya terlihat hidung kerbau banyak lendir. Jika sudah begini, jaraknya hanya bekisar 4 jam akan mati. Saat hidung berlendir, kerbau mencari tempat berendam, kejang-kejang, lalu mati mendadak," terangnya. 

Febri menambahkan, peternak kerbau mengalami kendala untuk menangkap kerbau tersebut, karena bisa memakan biaya Rp1 juta per ekor. Tapi jika memang akan ada pengobatan dan waktunya sudah ditentukan, mereka siap mengandangkan hewan ternak milik mereka.

"Kondisi ini sudah terjadi dengan hewan ternak saya sejak satu bulan terakhir. Maka itu kami berharap pemerintah segera kembali lakukan pengobatan," ungkapnya.

3. Penanganan wabah ngorok hanya melalui pengobatan

Kerbau air domestik (commons.wikimedia.org/Charles J. Sharp)

Sementara itu, Kabid Peternakan, Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Peternakan Kabupaten Lahat, Adi Sulistiyono menjelaskan, matinya kerbau warga tersebut karena terserang penyakit SE (ngorok). Untuk penanganannya hanya melalui pengobatan saja. 

"Kondisi ini sebelumnya di Desember 2024, juga sempat terjadi di Kecamatan Tanjung Tebat, tapi berhasil cepat ditangani. Kami sudah dua kali ke lokasi (Merapi Selatan), yang sakit ada yang sudah diobati, yang sehat kami beri vitamin," ucapnya. 

Namun persoalannya, kerbau warga ini banyak yang diliarkan. Pihaknya tidak mampu melayani jika ternak warga diliarkan, karena menurutnya setidaknya kerbau tersebut sudah ditangkap dan dikandangkan.

Adi berharap, peternak, pemerintah desa dan kecamatan bisa bekerjasama dengan pihaknya dalam lakukan pengobatan. Dengan cara menentukan jadwal dan mengandangkan hewan ternaknya. Karena dengan jumlah tenaga yang terbatas, pihaknya tidak bisa berulang kali hanya berikan pelayanan untuk satu kecamatan saja.

"Penyakit ini tidak bahaya untuk manusia, tapi bisa ikut menyerang sapi dan kambing. Awal mula penyakit ini karena terbawa dari luar. Untuk itu, peternak kami imbau tidak menjual hewan kerbaunya jika melihat terindikasi penyakit, sehingga penyakit tersebut tidak menyebar ke wilayah lain," imbaunya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hafidz Trijatnika
Yuliani
Hafidz Trijatnika
EditorHafidz Trijatnika
Yuliani
EditorYuliani
Follow Us