Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Tekanan Sosial dan Ekspektasi Hancurkan Mental Banyak Laki-Laki

Kesehatan mental
Kesehatan mental
Intinya sih...
  • Tuntutan sosial dan dad shaming memengaruhi mental laki-laki
  • Lingkungan dekat dan tekanan sosial memicu depresi pada laki-laki
  • Mayoritas kasus bunuh diri terjadi pada laki-laki, perlu ruang aman dan dukungan keluarga

Palembang, IDN TImes- Tekanan hidup dan sosial kerap kali berdatang secara bertubi-tubi. Kondisi ini dapat membuat siapa saja goyah secara mental termasuk bagi laki-laki. Mereka tak hanya menanggung beban hidup, juga memikul ekspektasi dari maskulinitas, tanggung jawab finansial dan tekanan sosial untuk tetap kuat menghadapi setiap realitas.

"Permasalahan mental bisa terjadi kepada siapa saja. Hal ini mempengaruhi suasana perasaan seseorang yang menghadapi kesedihan dan mungkin juga peristiwa traumatis yang dilalui. Kondisi ini kerap kali menyebabkan depresi termasuk kepada laki-laki," ungkap Psikolog Klinis, RSUD Siti Fatimah Palembang, Syarkoni kepada IDN Times, Jumat (20/6/2025).

1. Tuntutan sosial dan dad shaming

ilustrasi laki-laki depresi (Pixabay.com/Fotorech)

Syarkoni menjelaskan, permasalahan mental yang mengarah pada depresi dapat terjadi karena beragam faktor. Tak jarang tekanan sosial dan dad shaming yang mengarah kepada laki-laki membuat mereka akhirnya memendam perasaan pedih dan kecewa.

"Laki-laki kerap mengalami permasalahan mental karena beban hidup. Sebagai laki-laki mereka dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya, keluarga dan orang sekitar," ungkap dia.

2. Lingkungan dekat memicu depresi

Perempuan yang sedang mengalami depresi (Pexels/Alex Green)

Seorang laki-laki dihadapkan pada realitas sosial yang memaksanya untuk tidak bercerita ketika ada masalah. Kondisi ini memicu depresi pada laki-laki sering kali berakar dari perasaan gagal memenuhi tanggung jawab besar yang dibebankan pada mereka.

"Mereka merasa harus menjadi penopang keluarga, menghidupi, melindungi, menjadi solusi. Tapi ketika realitas hidup tidak sejalan dengan pekerjaan terbatas, penghasilan tak mencukupi, ditambah kurangnya dukungan dari orang-orang terdekat. Itu bisa menghantam harga diri mereka habis-habisan," jelas dia.

Kondisi ini diperparah dengan tekanan dari orang terdekat dalam lingkup keluarga seperti pasangan, orang tua bahkan teman. Tak adanya dukungan dari orang-orang terdekat dapat membuat laki-laki menekan emosi mereka dalam diam.

"Akan lebih dalam dan membuatnya terpuruk adalah tidak dihargai dan dibuli oleh orang-orang terdekat," ungkap dia.

3. Mayoritas kasus bunuh diri terjadi pada laki-laki

Depresi (pixabay)
Depresi (pixabay)

Permasalahan kesehatan mental laki-laki dapat menyebabkan mereka mengambil tindakan ekstrem dengan mengakhiri hidup. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2021 mencatat estimasi kasus bunuh diri di Indonesia mencapai 6.554 jiwa. Sebanyak 5.095 diantaranya terjadi pada laki-laki.

"Laki-laki cenderung melakukan perbuatan yang ekstrem dengan gantung diri, melompat dari ketinggian hingga mengkonsumsi zat kimia berbahaya. Mereka cenderung menghadapi tekanan dari orang-orang terdekatnya, misalkan dari pasangannya," jelas dia.

4. Menciptakan ruang aman dan dukungan keluarga

ilustrasi depresi (pexels.com/@inzmamkhan11)
ilustrasi depresi (pexels.com/@inzmamkhan11)

Syarkoni menjelaskan, dalam banyak kasus depresi berat dapat dicegah jika lingkungan sekitar menunjukan empat dan dukungan emosional. Dirinya menilai penting membangun ruang aman bagi keluarga untuk saling memahami dan mendukung bukan sekedar menuntut tanpa memberukan rasa nyaman dan diterima.

"Pasangan dan keluarga perlu memahami kemampuan realistik dari seorang pria (suami). Apa pekerjaannya, bagaimana penghasilannya dan sejauh mana batas tanggung jawab yang mampu dia pikul," jelas dia.

5. Layanan psikologis srmakin terbuka

Ilustrasi sedang merasa depresi (pexels/Nathan Cowley)
Ilustrasi sedang merasa depresi (pexels/Nathan Cowley)

Syarkoni menjelaskan, akses layanan kesehatan mental di Indonesia khususnya Sumsel sudah mulai terbuka. Beberapa fasilitas psikologis di rumah sakit hingga puskesmas semakin digalakkan oleh Kementerian Kesehatan. Tenaga medis telah dibekali oleh pelatihan terpadu mengenai kesehatan jiwa untuk mendeteksi dan menangani kasus kesehatan mental di masyarakat.

"Program ini sudah berjalan di beberapa kabupaten dan kota di Sumsel sejak tahun lalu, di sekitar enam dan delapan daerah," jelas dia.

Program ini dimulai Kemenkes ke daerah-daerah menggandeng Dinas Kesehatan provinsi dan kabupaten serta kota. Para tenaga medis yang ada dibekali prosedur untuk melakukan assessment atau skrining awal terhadap pasien dengan gejala gangguan mental.

"Sehingga tenaga kesehatan puskesmas, termasuk dokter, perawat bahkan beberapa psikolog turut dibekali prosedur yang ada. Data tersebut langsung terhubung ke Kemenkes dan dipantau," ungkap dia.

6. Akses psikolog klinis masih terbatas di RS

ilustrasi depresi (pexels.com/Kelly)
ilustrasi depresi (pexels.com/Kelly)

Berdasarkan data Ikatan Psikolog Klinis Indonesia, saat ini terdapat 16 psikolog klinis di Kota Palembang yang dapat diakses masyarakat untuk layanan konsultasi. Sementara itu, terdapat delapan rumah sakit kelas satu yang menyediakan pelayanan psikologi.

"Program ini terus dimaksimalkan hingga menjangkau kabupaten dan kota di pelosok Sumsel," ujar Syarkoni.

Meski akses terhadap layanan kesehatan mental telah dibuka, sejumlah tantangan masih dihadapi. Salah satunya adalah belum meratanya keberadaan psikolog klinis di setiap puskesmas.

"Biasanya tenaga yang tersedia baru sebatas dokter dan perawat yang telah mendapat pelatihan. Keberadaan psikolog klinis umumnya masih terkonsentrasi di rumah sakit," jelas dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hafidz Trijatnika
EditorHafidz Trijatnika
Follow Us