Respons IDI, PPDS RSMH Palembang jadi Korban Kekerasan

- Dokter PPDS di RSMH Palembang alami kekerasan fisik dari dokter konsulen karena dianggap tak becus mengerjakan tugas.
- Rumah sakit dan universitas terkait harus komitmen mengatasi kasus kekerasan terhadap dokter, serta menjunjung tinggi Etika kedokteran.
- IDI mengecam keras tindakan kekerasan terhadap sesama dokter, dan siap terlibat menyelesaikan persoalan untuk menjaga kesejawatan antar dokter.
Palembang, IDN Times - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah Sumatra Selatan (Sumsel) dan Kota Palembang merespons kekerasan yang dialami dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berinisial S di Rumah Sakit Umum Pusat Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang.
Diketahui dokter PPDS dari Universitas Sriwijaya (Unsri) inisial S mendapatkan tendangan di bagian testis oleh dokter konsulen berinisial YS di ruang Intensive Care Unit (ICU) Minggu (20/4/2025), karena dianggap tak becus mengerjakan tugas dan dinilai bekerja lamban.
1. Investigasi diharapkan berlanjut untuk mencegah kasus lain

Menurut Ketua IDI Sumsel, dr Abla Ghanie, sebaiknya rumah sakit dan universitas terkait yang memberi izin mahasiswanya magang PPDS harus komitmen mengatasi kasus kekerasan. Tak hanya kasus yang saat ini ramai terjadi, melainkan persoalan-persoalan yang juga dialami korban lainnya di luar konteks ini.
"Investigasi ini mudah-mudahan terus berlanjut antisipasi kasus kekerasan laiinya. Dan soal masalah ini, mudahan RSMH, dan FK Unsri mendapatkan jalan yang terbaik untuk keduanya," kata dia.
2. Pembinaan dan pengawasan dokter tercatat dalam undang-undang

Abla menegaskan, IDI membina anggotanya untuk bekerja sesuai kompetensi dengan menjunjung tinggi Etika kedokteran,sesuai pernyataan Sumpah Dokter.
"Pembinaan dan pengawasan dokter ada dalam UU 17 /2023 dan sudah di Kemenkes. Pemberian rekomendasi dokter tidak ada lagi di IDI. Namun IDI tetap memberikan pembelaan pada anggota," jelasnya.
3. Dokter harus menjalani etika profesi

Sementara kata Ketua IDI Palembang dr Yuli Kurniawati, menanggapi kasus kekerasan terhadap sesama dokter, tentu IDI sangat mengecam keras tindakan yang negatif itu. Apalagi kondisi tersebut lanjutnya terjadi saat menuntut pendidikan.
"Setiap dokter harus menjalankan etika profesi dan menjaga kesejawatan antar dokter, meskipun posisinya dalam hal adalah konsulen pendidik dan mahasiswa PPDS," kata dia.
4. IDI tegas tak terima tindakan kekerasan dan perundungan di pendidikan dokter

Yuli menyampaikan, jika ada kejadian serupa, IDI tak segan untuk ikut terlibat dalam menyelesaikan persoalan. Karena permasalahan kekerasan sudah mencoreng dunia pendidikan kedokteran dan institusi pendidikan kesehatan terutama fakultas kedokteran.
"Kami menolak keras tindakan perudungan ataupun bullying dalam bentuk apapun, baik pada masa pendidikan maupun dalam lingkungan kerja," jelasnya.