Guru Besar Kedokteran Unand Sampaikan Petisi untuk Menkes

- Belasan guru besar kedokteran Unand kirim petisi ke Presiden Prabowo Subianto terkait kebijakan Menkes Budi Gunadi yang dianggap keliru dan bertentangan dengan peraturan sebelumnya.
- Aturan Menkes menyebabkan dualisme pendidikan kedokteran di Indonesia, dengan pendidikan di rumah sakit tertentu tanpa pengawasan mutu dan dibimbing oleh universitas tanpa kemampuan spesialis.
- Fenomena bulliying dalam pendidikan kedokteran juga menjadi sorotan, dengan beberapa fakultas ditutup oleh Menkes yang dianggap diluar kewenangannya.
Padang, IDN Times - Belasan guru besar kedokteran Universitas Andalas (Unand) mengirimkan petisi kepada Presiden Prabowo Subianto terkait kebijakan yang dibuat Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.
Wirsma Arif Harahap, salah satu guru besar kedokteran Unand mengungkapkan, ada beberapa kebijakan yang diambil Menkes yang keliru dan bahkan bertentangan dengan peraturan yang sudah ada sebelumnya.
"Ini dimulai dari dicetusnya Undang-undang Omnibus Law dan adanya perubahan dan dampak yang besar terhadap pendidikan kedokteran," katanya saat diwawancarai, Selasa (20/5/2025).
1. Tidak sesuai dengan harapan

Menurutnya, aturan tersebut membuat dualisme pendidikan kedokteran di Indonesia. Dimana yang pertama dilakukan di Universitas dan lainnya dilakukan di Rumah Sakit yang telah ditunjuk.
"Pendidikan di rumah sakit yang dibuat itu harusnya dilakukan dengan adanya pengawasan mutu, tetapi hanya dilaksanakan oleh rumah sakit tertentu dan dibimbing oleh Universitas yang tidak memiliki pendidikan spesialis," katanya.
Ia mengungkapkan, hal tersebut terjadi di Solo pada pendidikan ortopedi yang dilakukan oleh Universitas Muhammadiyah Solo yang tidak memiliki kemampuan pendidikan bedah.
2. Narasi bullying di pendidikan kedokteran

Arif mengungkapkan, terkait fenomena bulliying yang terjadi di pendidikan kedokteran yang dinarasikan, sebenarnya sudah pernah dibahas oleh pendidikan kedokteran.
"Saya kira, dimana pun pendidikan pasti ada bulliying. 10 tahun yang lalu kami sudah mencetuskan bagaimana mengatasi bulliying itu. Ini terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri," katanya.
Menurutnya, narasi tersebut dijadikan bahan buzzer yang mengakibatkan image buruk pada pendidikan kedokteran. Bahkan hal tersebut mengakibatkan beberapa fakultas tutup.
"Ada beberapa fakultas yang ditutup oleh Menkes. Ini kan diluar kewenangan oleh Menkes. Harusnya ini dibangun ke narasi yang baik. Kalau ada bulliying, mari kita atasi bersama," katanya.
3. Masalah kolegium

Arif mengungkapkan, kolegium dalam kedokteran adalah lembaga yang menyusun program pendidikan kedokteran dan kurikulum yang akan diajarkan.
"Namun demikian, Menkes menganggap bahwa kolegium itu menghambat pendidikan dokter atau menghabat jumlah dokter dan lainnya," katanya.
Menurutnya, kolegium itu sendiri hadir untuk menjamin mutu dokter yang telah lulus nantinya. Sehingga melahirkan lulusan yang baik dan bisa bermanfaat bagi masyarakat.
"Kolegium itu diganti semua dan dipilih melalui zoom dan secara elektronik. Kita juga tidak tahu siapa yang dipilih itu dan semuanya memilih dan mungkin adanya permainan di sana dan kita juga tidak tahu. Takutnya yang terpilih itu nantinya tidak berpengalaman dalam pendidikan kedokteran," katanya.