Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

FSB Nikeuba Nilai Upah Buruh Perempuan dan Laki-Laki Seharusnya Setara

Buruh di Sumsel melakukan demonstrasi di depan kantor Gubernur Sumsel (IDN Times/Rangga Erfizal)
Intinya sih...
  • Ketimpangan upah buruh perempuan dan laki-laki menjadi masalah di Indonesia dan Sumsel.
  • Upah rendah terkait dengan sektor informal dan lemahnya legislasi ketenagakerjaan.
  • Pekerja perempuan memperoleh hak tambahan seperti cuti hamil dan cuti haid, tanpa pemotongan gaji.

Palembang, IDN Times - International Labour Organization (ILO) mencatat adanya ketimpangan antara gaji buruh perempuan dan laki-laki. Ketimpangan upah buruh menjadi masalah hampir di suluruh negara tak terkecuali di Indonesia dan Sumsel.

Masalah ini tidak hanya terjadi di negara berkembang namun juga di negara maju. ILO mencatat ketimpangan ini terjadi berdasarkan perbedaan tingkat produktivitas, pendidikan, struktur ekonomi dan biaya hidup masing-masing negara. Upah rendah sering dikaitkan dengan menjamurnya sektor informal dan lemahnya legislasi ketenagakerjaan.

"Secara aturan dalam sektor formal tidak boleh ada pekerja yang diupah di bawah upah minimum. Artinya penerapan upah minimum ini baik laki-laki dan perempuan itu sama dan biasanya di perusahaan tidak membedakan upah secara gender," ungkap Ketua DPC Federasi Serikat Buruh Niaga Informatika Keuangan dan Perbankan (FSB Nikeuba) Palembang, Hermawan kepada IDN Times, Jumat (16/5/2025).

1. Gaji di bawah upah minimum masuk pelanggaran

Ketua DPC Federasi Serikat Buruh Niaga Informatika Keuangan dan Perbankan (FSB Nikeuba) Palembang, Hermawan (IDN Times/Rangga Erfizal)

Hermawan menegaskan, penerapan upah minimum di Sumsel dan secara umum di Indonesia telah berlaku setara bagi pekerja laki-laki maupun perempuan. Namun berdasar data BPS Sumsel mencatat gaji buruh perempuan lebih rendah Rp730 ribu dibanding buruh laki-laki. Buruh perempuan menerima rata-rata Rp2,39 juta per bulan sedangkan untuk laki-laki lebih tinggi hingga Rp3,12 juta.

Hermawan mengungkap ketimpangan ini belum dapat dipastikan apakah berdasar seluruh sampel dari sektor formal dan informal atau salah satu sektor saja. Dalam sektor formal, pihaknya memastikan akan sulit terjadi jika perusahaan tempat buruh bekerja memiliki serikat pekerja. Banyaknya kasus pelanggaran pengupahan justru menimpa buruh-buruh di sektor informal.

"Upah minimum regional (UMR) mencapai Rp3,91 juta sebagai standar upah minimum. Apa bila di bawah itu sudah melanggar aturan dan masuk dalam ranah pidana," jelas dia.

2. Pekerja perempuan mendapat hak tambahan

Ilustrasi Arisan. (IDN Times/Aditya Pratama)

Serikat buruh tersebut menegaskan, aturan ketenagakerjaan sudah melarang diskriminasi upah untuk pekerjaan atau jabatan yang sama. Pekerja dibayar sesuai dengan standar gaji yang sudah ditetapkan sehingga apa bila ada perusahaan yang melanggar dapat diproses lewat beberapa mekanisme aturan ketenagakerjaan.

"Justru sekarang hak-hak pekerja perempuan lebih ditegakan. Pekerja perempuan memperoleh hak tambahan seperti cuti hamil dan cuti haid, tanpa pemotongan gaji," jelas dia.

3. Persoalan ketimpangan upah bisa diselesaikan lewat pelaporan

ilustrasi dolar Australia (unsplash.com/Melissa Walker Horn)

FSB Nikeuba mendorong pekerja untuk tidak ragu melaporkan pelanggaran upah minimum. Peraturan sudah jelas, sanksinya juga tegas sesuai aturan yang berlaku.

"Buruh yang menerima upah di bawah standar bisa melapor ke Dinas Ketenagakerjaan. Biasanya kami dampingi proses mediasi; bila buntu, kasus berlanjut ke Pengadilan Hubungan Industrial atau pengawas ketenagakerjaan, bahkan sampai ranah pidana," jelas dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hafidz Trijatnika
Rangga Erfizal
Hafidz Trijatnika
EditorHafidz Trijatnika
Follow Us