Eks Kades di Muara Enim Jual 1.541 hektar Lahan Negara Secara Ilegal

- Eks Kades di Muara Enim, Lukman, ditahan atas kasus penerbitan dan penggunaan SPH palsu di atas lahan negara seluas 1.541 hektar yang diperjualbelikan secara ilegal.
- Tersangka Lukman melanggar peraturan kehutanan dan diduga menghindari kewajiban menyetorkan hasil penggunaan kawasan hutan ke kas negara senilai Rp14 miliar.
- Penyidik telah memeriksa 63 saksi intensif dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain dalam kasus mafia tanah ini.
Ogan Ilir, IDN Times - Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Ogan Ilir menahan Lukman, eks Kepala Desa Kayuara Batu Kecamatan Muara Belida, Kabupaten Muara Enim atas kasus penerbitan dan penggunaan Surat Pengakuan Hak (SPH) palsu di atas lahan negara yang masih berstatus kawasan hutan.
Lukman ditetapkan tersangka mafia tanah di wilayah perbatasan Ogan Ilir dan Muara Enim, Sumsel. Terdapat 1.541 hektar lahan yang diperjualbelikan secara ilegal di kedua daerah perbatasan tersebut oleh tersangka selama menjabat sebagai Kades Kayuara Batu.
1. Lahan yang dijual ditanami kelapa sawit

Kasi Pidsus Kejari Ogan Ilir M. Assarofi mengatakan, saat masih menjabat kepala desa, tersangka Lukman turut menerbitkan dan menggunakan Surat Pengakuan Hak (SPH) palsu di atas lahan negara yang masih berstatus kawasan hutan.
"Jadi berdasarkan penyelidikan, tersangka telah melawan hukum terkait tujuan penerbitan SPH tersebut," ujarnya, Selasa (22/7/2025).
Lahan tersebut kemudian dijual kepada pihak lain secara perorangan. Tersangka juga telah menyamarkan asal-usul tanah dalam kawasan hutan dengan nilai total transaksi mencapai sekitar Rp29 miliar.
"Lahan yang dijual itu kemudian ditanami kelapa sawit. Padahal berada dalam kawasan hutan negara berdasarkan Keputusan Menteri LHK nomor SK.6600/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/10/2021," jelas Assarofi.
2. Kejari Ogan Ilir juga menemukan indikasi pemalsuan dokumen

Tersangka Lukman disebut melanggar peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan dan pengelolaan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai Rp14 miliar. Selain itu, tersangka dan para pelaku lain juga diduga menghindari kewajiban menyetorkan hasil penggunaan kawasan hutan tersebut ke kas negara.
Kejari Ogan Ilir juga menemukan indikasi pemalsuan dokumen, penyalahgunaan wewenang jabatan, serta gratifikasi kepada para pejabat desa untuk mempercepat proses legalisasi lahan yang sebenarnya tidak memiliki dasar hukum.
"Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa praktik mafia tanah, terutama yang melibatkan aparat desa, masih menjadi tantangan serius bagi penegakan hukum dan perlindungan aset negara," ungkapnya.
3. Tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain

Sampai dengan saat ini penyidik telah memerika 63 orang saksi secara intensif. Tersangka Lukman diancam pidana dalam Primair Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Kami juga sedang mengusut keterlibatan oknum lainnya di kasus mafia tanah ini. Tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain. Kami terus melakukan pengembangan," tegas Assarofi.