Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Rekam Jejak Sejarah Panjang Leluhur Tionghoa di Palembang

Perayaan Cap Go Meh di Kampung Kapitan Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)
Perayaan Cap Go Meh di Kampung Kapitan Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)
Intinya sih...
  • Kota Palembang memiliki sejarah panjang dengan etnis Tionghoa, hingga banyak keturunan Tionghoa bermukim di sana
  • Masyarakat Tionghoa di Palembang berasal dari beberapa provinsi di China, dikenal dengan panggilan 'Cina Kebon' dan 'Cina Rakit'
  • Migrasi masyarakat China ke nusantara dipicu oleh faktor ekonomi dan politik, serta terkait dengan jalur pelayaran tradisional
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Palembang, IDN Times - Sebagai kota tertua di Indonesia, Kota Palembang memiliki perjalanan sejarah yang panjang dengan etnis Tionghoa. Tak heran mengapa saat ini banyak keturunan Tionghoa dari berbagai marga bermukim di Kota Palembang.

Sejarah kedatangan pendatang dari Tiongkok ke Palembang telah tercatat pascakeruntuhan kerajaan Sriwijaya pada abad ke-11. Pada saat itu, masyarakat China masuk untuk berdagang di daerah Seberang Ulu Palembang, tepatnya di pinggiran Sungai Musi hingga akhirnya menetap dan menikah dengan keturunan asli daerah Palembang.

Dilansir Wikipedia, pendatang awal berlayar dan mencapai Palembang melewati jalur perdagangan. Sebelum berlabuh di Palembang, mereka berhenti terlebih dahulu di Pulau Bangka, yang dianggap sebagai pintu gerbang menuju Palembang.

1. Awal mula istilah Cina Kebon dan Cina Rakit

reddit.com
reddit.com

Sejarawan Palembang, Kemas Ari Panji mengatakan, masyarakat Tionghoa yang ada di Palembang berasal dari beberapa provinsi di China antara lain provinsi Kwantung, Fukien, dan Kanton.  

"Orang Tionghoa yang berasal dari provinsi Kwantung adalah suku bangsa Teo-Chiu dan Hakka yang tinggal di daerah pantai selatan China dan daerah pedalaman Swatow bagian timur. Sedangkan yang berasal dari provinsi Fukien ialah suku bangsa Hokkien, dan yang berasal dari provinsi Kanton ialah suku bangsa Kwong Fu yang tinggal di daerah sebelah barat dan selatan dari provinsi Kwantung," ujarnya.

Di sisi lain, orang Tionghoa di Palembang dikenai dengan panggilan 'Cina Kebon'. Hal ini sesuai dengan pekerjaan yang ditekuni oleh sebagian besar orang-orang Chiu dan latar belakang sejarah mereka yang pada mulanya didatangkan sebagai petani perkebunan di Sumatra Timur.

"Orang-arang Kwong Fu di Pulau Jawa lebih dari 40 persen menjadi pengusaha dan pemilik industri kecil atau perusahaan dagang hasil bumi. Lalu di Pulau Bangka mereka sebagai pekerja tambang, sedangkan di Palembang mereka bekerja sebagai tukang di perindustrian, dan mereka yang tinggal di rakit disebut dengan 'Cina Rakit'," jelasnya.

2. Migrasi dimulai pada masa perpindahan kekuasaan Dinasti Ming ke Dinasti Manchu

hdimagelib.com
hdimagelib.com

Berdasarkan catatannya, hal-hal yang mendorong terjadinya migrasi masyarakat China ke nusantara ialah sebagian masyarakat di negeri China terutama bagian selatan tidak mau mengakui pemerintah Khubllai Khan dari bangsa Mongol atau Dinasti Mancu yang menguasai China.

"Selain itu sering terjadi kerusuhan, terutama selama masa perpindahan kekuasaan Dinasti Ming ke Dinasti Manchu. Ada juga karena faktor kesulitan ekonomi, yakni kemiskinan yang diderita sebagian besar rakyat China, sehingga mereka berusaha mendapatkan penghidupan yang layak," ungkapnya.

Pria yang juga akademisi UIN Raden Fatah Palembang ini menambahkan, dengan berpindahnya orang-orang Tionghoa ke Palembang berhubungan erat dengan jalur pelayaran tradisional yang sangat tergantung pada hembusan angin muson.

Rute perjalanan biasanya memutar, berangkat dari dari negeri Cina, menyusuri pesisir Indo China, Thailand, Semenanjung Melayu, Tumasik atau Singapura. Sampai disini rute pelayaran terpecah menjadi dua yakni menuju Asia tengah dan ke arah Selatan.

"Rute ke selatan akan menyusuri Pulau Sumatra via Selat Bangka, pesisir utara pulau Jawa hingga Surabaya dan Madura. Rute perjalanan pulang bertolak dari timur pulau Jawa, menyeberangi laut Jawa, selat Karimata, menyusuri Kalimantan Barat, Brunei, menyeberang ke Palawan, Luzon dan Taiwan kemudian kembali ke daratan Cina," terangnya.

3. Proses imigran China memperkuat keberadaan mereka di Palembang

Rumah Cina, diambil dari: Anthony Reid, (1995), Witnesses to Sumatra: A Travellers Anthology. London: Oxford University Press, hlm. 244. (Dok. istimewa)
Rumah Cina, diambil dari: Anthony Reid, (1995), Witnesses to Sumatra: A Travellers Anthology. London: Oxford University Press, hlm. 244. (Dok. istimewa)

Pada masa awal, para imigran terdiri dari para pedagang yang ikut serta dalam rombongan atau utusan kekaisaran China yang melakukan perjalanan muhibah untuk meninjau wilayah taklukan dan daerah yang mengakui pertuanan China sebagai penguasa perairan. 

Para pedagang ini menumpang sampai suatu tujuan tertentu, kemudian menetap sambil menunggu kedatangan rombongan berikutnya yang akan kembali ke Cina. 

"Para imigran awal ini terdiri dari laki-laki saja, baru pada abad ke-19 para imigran wanita ikut bermigrasi. Para imigran yang meninggalkan China pada awalnya berharap bahwa kelak akan pulang dan mati di kampung halaman dengan membawa sejumlah kesuksesan dari daerah perantauan," bebernya.

Meskipun pada awalnya mereka tidak berniat mati di daerah perantauan, namun mereka dinilai telah melanggar ajaran kepercayaan Xiao dan Zhong. Mereka dianggap sebagai kaum yang terbuang, dimata hukum mereka dianggap sebagai pelarian politik yang melanggar Undang Undang negara dengan ancaman hukum pancung bila kembali ke kampung halaman.

"Apapun dampak yang timbul dari kejadian ini menyebabkan terbentuknya pemukiman Tionghoa perantauan di luar wilayah China. Kemudian para imigran China ini memperkuat ikatannya dengan pedagang-pedagang lokal hingga para elite penguasa, termasuk pedagang-pedagang muslim melalui perkawinan atau memeluk agama Islam untuk memperkuat keberadaanya," ujarnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hafidz Trijatnika
Fahreza Murnanda
Hafidz Trijatnika
EditorHafidz Trijatnika
Follow Us