Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Mengapa Merek Kopi Sumsel Kalah dari Lampung? Ini Alasannya

Ilustrasi daur ulang ampas kopi (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Palembang, IDN Times - Merek kopi Sumatra Selatan (Sumsel) jauh tertinggal dan eksistensinya kalah pamor dibandingkan kopi Lampung. Padahal secara produksi, Sumsel merupakan penghasil biji kopi terbaik di Indonesia selama 10 tahun belakang.

Bahkan mayoritas kopi Lampung adalah hasil produksi sejumlah wilayah dari kopi Sumsel. Ketenaran kopi Lampung pun sudah memiliki pasar khusus untuk industri ekpor. Lalu, mengapa merek dan eksportir kopi Sumsel kalah dari Lampung?

1. Mayoritas ekspor Sumsel dari komoditas karet dan bukan kopi

potret memetik kopi (pexels.com/Bayawe Coffee Nomad)

Menurut Direktur Komersial PT Pelindo Regional 2 Darmawi, penyebab Kopi Sumsel belum maksimal dikirim ke luar negeri karena ekspor komoditas dari Sumsel masih dominan hasil perkebunan karet.

"Dari Pelabuhan Boom Baru sendiri pengiriman (ekspor) 70 persen karet," ujarnya, Rabu (15/1/2024).

Padahal kapasitas peti kemas dari Pelabuhan Boom Baru untuk dikirim ke luar negeri mencapai 350 TEUs per tahun. Sementara yang baru terpakai sekarang di angka 40 persen dan 60 persen kapasitas belum termanfaatkan optimal.

2. Sumsel belum punya trader komoditas kopi

Petani Kopi Enrekang / INFOSULSEL.COM

Secara pengiriman atau teknis ekspor kata Darmawi tidak sulit untuk komoditas kopi, namun yang menjadi persoalan adalah Sumsel belum mempunyai trader komoditas kopi atau orang maupun perusahaan khusus yang melakukan bisnis kopi.

"Kami melihatnya bukan karena fasilitas pelabuhan, tapi yang gak ada itu tradernya (orang yang melakukan pedagangan) kita kalah sama Lampung, karena mereka punya Nestle," jelas dia.

3. Sumsel belum memahami keinginan konsumen kopi dalam mekanisme ekspor

ilustrasi tangan dan kopi (pexels.com/Mizuno K)

Kemudian Sumsel kalah saing dari Lampung untuk pengiriman kopi lanjut Darmawi, karena provinsi tetangga mampu menyusun grade atau tingkat pemilahan komoditas sesuai kualitas dan kebutuhan konsumen. Sekaligus petani dan perusahaan telah memahami apa yang diinginkan pembeli.

"Selama ini orang luar negeri itu, mau tahu dulu, (mekanisme bisnis) kalau di Lampung, mereka bisa bikin grade yang diinginkan oleh pembeli, seperti grade A atau premium," kata dia.

Pemilahan grade pun sebenarnya, bisa dilakukan oleh petani kopi. Namun jelas Darmawi, dari Sumsel belum mengerti tujuan dan keinginan penerima ekspor komoditas. Belum lagi di Pelabuhan Boom Baru, belum ada etalase khusus untuk kopi.

4. Bisnis matching kopi Sumsel belum optimal

Potret Bukit Kopi Cibulao Puncak (instagram.com/kopicibulao.official)

Sementara kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumsel Arifin Susanto, eksistensi kopi Sumsel yang melemah dipengaruhi karena merek dagang belum setenar wilayah lain. Belum lagi masalah pengembangan komoditas terhambat oleh akselerasi keuangan yang terbatas seperti kebutuhan modal tak optimal, akibat penyaluran kredit usaha ke petani kopi tersendat.

Petani kopi Sumsel sulit menerima modal dari perbankan karena organisasi serta struktur stakeholder untuk memaksimalkan pemasaran belum tersusun baik. Misalnya, antara asosiasi, petani dan pemerintah sebagai penyokong pengembangan kopi tidak teroptimalisasi seperti kelapa sawit.

"Bisnis matching-nya ini, dalam mengembangkan satu kebutuhan komoditi belum tepat, belum pas. Berbeda dengan kelapa sawit," jelasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Feny Maulia Agustin
Hafidz Trijatnika
Feny Maulia Agustin
EditorFeny Maulia Agustin
Follow Us