Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

IRT di Palembang Mengeluh Laporan KDRT Tak Kunjung Diurus Polisi

Ilustrasi kekerasan pada perempuan dan anak. (IDN Times/Nathan Manaloe)
Intinya sih...
  • Ibu Bhayangkari di Palembang, Melisa, mengeluhkan lambannya penanganan hukum terhadap kasus KDRT yang dialaminya.
  • Melisa menjadi korban kekerasan dari suaminya, anggota Satlantas Polrestabes Palembang, dan mengalami luka serius.
  • Melisa melaporkan kejadian ini kepada pihak berwenang namun belum ada kejelasan, sementara pihak suami menuduhnya memanipulasi laporan polisi.

Palembang, IDN Times - Seorang ibu rumah tangga (IRT) di Palembang yang juga Ibu Bhayangkari, Melisa, mengeluhkan lambannya penanganan hukum terhadap kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ia alami.

Laporan yang telah diajukan sejak April 2024 ke Subdit IV Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrimum Polda Sumatera Selatan (Sumsel) itu, hingga kini tak kunjung diurus, bahkan belum menunjukkan perkembangan signifikan.

1. Pelapor sebut KDRT bermula dari memergoki terlapor selingkuh

ilustrasi perempuan kena KDRT (pexels.com/@enginakyurt)

Melisa menjadi korban kekerasan diduga dilakukan suaminya AW, yang merupakan anggota Satlantas Polrestabes Palembang. Ia bersama kuasa hukum dan orang tuanya, mengungkap, akibat KDRT Melisa mengalami luka serius.

"Suami saya melemparkan ponsel ke wajah saya hingga menyebabkan luka robek di bawah mata yang harus dijahit," ujarnya.

Kejadian ini bermula ketika Melisa memergoki suaminya berselingkuh. Saat suaminya tertidur, ia melihat pesan-pesan mencurigakan di ponsel AW.

Ketika Melisa mencoba meminta penjelasan, bukannya mendapatkan klarifikasi, ia justru mendapat perlakuan kasar. "Saat saya membangunkan suami untuk meminta penjelasan, dia malah marah dan melemparkan ponsel ke muka saya hingga terluka," jelas dia.

2. Pelapor sempat mengaku luka dialami karena kecelakaan dan bukan KDRT

Bukti KDRT (Dok. Kuasa hukum)

Insiden yang terjadi Februari 2024 lalu, bermula dari pihak keluarga suami yang mencoba mendamaikan dan menekan Melisa untuk mengakui bahwa luka yang ia alami disebabkan karena kecelakaan lalu lintas.

Tekanan tersebut kata Melisa, berasal dari mertuanya yang juga merupakan pejabat di Polrestabes Palembang. "Saat itu saya terpaksa mengakui luka ini sebagai akibat kecelakaan karena berada di bawah tekanan," kata dia.

Namun setelah menyampaikan pengakuan palsu itu, Melisa yang berharap suaminya berubah tidak terwujud. Justru, AW makin bertindak kasar dan menelantarkan dirinya tanpa memberikan nafkah lahir maupun batin.

3. Laporan KDRT sudah 11 bulan tanpa perkembangan

Dok. Kuasa hukum

Akibatnya pada April 2024, Melisa memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya dan melaporkan kejadian ini kepada pihak berwenang.

"Saya melaporkan tindakan KDRT ini, tetapi sampai sekarang tidak ada kejelasan. Suami saya belum juga ditetapkan sebagai tersangka meskipun bukti sudah jelas," jelas dia.

Selain melapor ke Subdit IV PPA Ditreskrimum Polda Sumsel, Melisa juga telah melaporkan suaminya ke Propam Polrestabes Palembang. Namun, hingga kini, laporan tersebut juga belum menunjukkan perkembangan berarti.

"Sudah 11 bulan sejak saya melaporkan kasus ini, tetapi masih belum ada kejelasan. Saya dan anak saya juga tidak mendapat nafkah dari suami. Saya memohon kepada kapolda dan kapolri agar memberikan keadilan dan menindaklanjuti laporan saya," kata dia.

Sementara menurut kuasa hukum Melisa, Franky Adiatmo, polisi seolah mempersulit dan menelantarkan kasus ini. Bahkan ia menilai adanya pengkondisian terkait hasil visum makin memperumit kasus.

"Sudah 11 bulan kasus ini dilaporkan, tetapi belum ada hasilnya. Ada apa dengan penyelidikannya? Jika penyidik beralasan hasil visum menyatakan luka akibat kecelakaan lalu lintas, itu karena klien kami ditekan untuk mengakui demikian. Mertuanya yang merupakan pejabat Polri menyampaikan kepada pihak rumah sakit bahwa luka yang dialami klien kami berasal dari kecelakaan," jelasnya.

Terpisah, kata Kasubdit IV PPA AKBP Raswidiati Anggraini ketika dikonfirmasi mengatakan perihal laporan tersebut akan ia sampaikan jawabannya melalui Humas Polda Sumsel. "Oke nanti melalui Kabid Humas ya," katanya.

4. Kuasa hukum pihak terlapor menyebut pelapor memanipulasi keterangan laporan ke polisi

Dok. Kuasa hukum

Sementara berdasarkan keterangan pihak suami AW, Melisa memanipulasi laporan ke polisi, agar menekan AW untuk melunasi utangnya sebesar Rp45 juta. Menurut kuasa hukum AW, Arief Rudi Hartono, laporan yang diajukan Melisa tidak memiliki bukti kuat, sehingga penyidik Polda Sumsel memutuskan untuk menutup kasus tersebut.

"Kasus yang dilaporkan itu tidak cukup bukti atau masih kabur. Luka yang dialami pelapor hanyalah goresan akibat kecelakaan, bukan akibat KDRT. Namun, pihak mereka tidak terima dengan keputusan ini," ujar Rudi.

Ia menjelaskan, hasil pemeriksaan di Rumah Sakit Charitas Palembang memperkuat kesimpulan luka Melisa disebabkan oleh stang motor, bukan kekerasan dari suaminya. Dugaan rekayasa laporan semakin kuat setelah diketahui bahwa Melisa memiliki utang yang cukup besar.

"Pelapor ingin memaksa klien kami membayar utangnya dengan membuat laporan polisi. Namun, karena tidak cukup bukti, laporannya ditutup," jelas Rudi.

Selain itu, kuasa hukum AW juga melaporkan Melisa atas dugaan penggelapan buku nikah, yang ternyata telah dijadikan jaminan untuk berutang. "Kami menemukan bahwa buku nikah mereka digadaikan untuk mendapatkan pinjaman," kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Feny Maulia Agustin
Martin Tobing
Feny Maulia Agustin
EditorFeny Maulia Agustin
Follow Us