Fitri-Nandriani Ungkap Pelanggaran Sistematis di Pilkada Palembang

Palembang, IDN Times - Pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang urut nomor 01 Fitrianti Agustinda-Nandriyani Octarina diwakilkan kuasa hukumnya Agung Al Thariq Bram Bhinatara hadir menyampaikan bukti-bukti terkait dugaan pelanggaran secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) di pilkada Palembang.
Pasangan Fitri-Nandriani membenarkan dalil yang diajukan pemohon pasangan 03 Yudha Pratomo-Baharuddin, terkait adanya penggunaan pejabat untuk memuluskan langkah pasangan 02 Ratu Dewa-Prima Salam.
"Calon Wali Kota Nomor Urut 02 Ratu Dewa justru melakukan serangkaian tindakan yang mengarah pada upaya memperoleh keuntungan dalam pencalonannya. Hal ini dimulai dengan penggantian pejabat yang kemudian diikuti dengan pelantikan ketua RT dan RW secara masif di Kota Palembang," ungkap Agung, dalam keterangan tertulis MK yang diterima, Minggu (19/1/2025).
1. Ratu Dewa disebut ganti pejabat jelang penetapan calon

Agung menerangkan, sebagai petahana, Fitrianti Agustinda tidak menggunakan cara-cara yang dilakukan Ratu Dewa. Sebagai Wakil Wali Kota Palembang dua periode, Fitrianti tidak pernah mengganti pejabat menjelang penetapan calon maupun menjelang hari pemilihan.
"Tindakan tersebut jelas dan terang menunjukkan adanya upaya yang terencana untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri ketika mencalonkan diri sebagai Wali Kota Palembang," jelas dia.
2. Yakini ada pelanggaran pasal 71 UU Pilkada

Berdasarkan alasan tersebut, apa yang diajukan pemohon berpendapat bahwa tindakan yang dilakukan oleh calon Wali Kota nomor urut 02 Ratu Dewa dapat dikategorikan sebagai pelanggaran yang Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) dalam penyelenggaraan Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang 2024.
"Selain itu, penggunaan program Pemerintah Kota Palembang oleh calon Wali Kota nomor urut 02 Ratu Dewa bertentangan dengan ketentuan hukum, khususnya Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016," beber dia.
3. Sengketa pilkada di MK dinilai tak tepat sasaran

Sementara itu, Kuasa hukum pasangan RDPS Dhabi K Gumayra menegaskan bahwa dugaan pelanggaran yang dituduhkan ke kliennya merupakan sengketa administrasi antar calon yang seharusnya tidak diselesaikan di MK melainkan diajukan ke Bawaslu Sumsel lewat sidang ajudikasi. Menurutnya kasus serupa pernah terjadi saat Pilkada Ogan Ilir 2020 lalu sehingga Bawaslu seharusnya pelaporan ditujukan ke sana.
"Pihak terkait juga menyadari bahwa dalam pelaksanaan pemilihan terjadi berbagai bentuk kecurangan yang merugikan mereka. Namun, pihak terkait menempuh jalur yang benar dengan melaporkannya secara resmi ke Bawaslu," ungkap Dhabi.
Selain itu, ia menyoroti bahwa dalam permohonannya, pemohon tidak mengajukan dalil yang berkaitan dengan perolehan suara di tingkat Kabupaten/Kota atau di tingkat PPS. Menurut Pihak Terkait, hal ini merupakan kekeliruan dari Pemohon. Oleh karena itu, hasil perolehan suara yang telah ditetapkan oleh KPU Kota Palembang pada 5 Desember 2024 tetap sah dan tidak dibantah oleh pemohon.