Bicara Kurikulum AI dan Coding di Palembang, Sudah Siap Sampai Mana?

- Pemerintah diminta fokus fasilitas pendidikan terlebih dahulu sebelum konsisten menerapkan kurikulum AI dan Coding
- Keinginan tenaga pendidik yang memprioritaskan pendidikan merata dahulu ketimbang fokus digitalisasi jadi harapan wajar di tengah ketimpangan yang terjadi di Bumi Sriwijaya
- Pembelajaran AI dan coding bertujuan agar para siswa tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga pelaku utama dari kemajuan teknologi
Palembang, IDN Times - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendiksasmen) sedang meracik program digital bagi siswa Sekolah dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan kurikulum AI atau kecerdasan buatan serta kurikulum coding (keterampilan pemrograman).
Dinas Pendidikan Kota Palembang pun kini tengah menyiapkan kemampuan sumber daya manusia yang dalam hal ini konsisten memberikan pelatihan terhadap tenaga pendidik khususnya para guru. Harapannya, agar kurikulum AI-Coding ini bisa menjadi bekal inovasi teknologi di era digital.
1. Pemerintah diminta fokus fasilitas pendidikan terlebih dahulu

Meski tampak matang dalam persiapan kurikulum digital ini, sebenarnya sudah berapa siap Indonesia, terutama Palembang menerapkan pembelajaran AI-Coding? Sebab jika melihat perkembangan pendidikan di Kota Pempek, masih ada sekolah swasta maupun negeri dengan siswa gagap teknologi. Tak hanya murid, tenaga pendidiknya pun masih buta digitalisasi.
Menurut Alin, nama samaran, salah satu guru Madrasah Ibtidaiyah swasta di Palembang, menuju Indonesia maju dengan kurikulum AI-Coding merupakan gebrakan positif dan sangat luar biasa. Namun, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana pemerintah sebaiknya memenuhi fasilitas pendidikan terlebih dahulu sebelum jauh bicara soal kemajuan teknologi di era digital.
"Kami bahkan, komputer lcd pun masih bergantian digunakan siswa di sekolah, satu unit PC bisa dipakai 3-4 orang siswa. Lalu bagaimana pengajaran efektif, jika fasilitas pun minim," kata dia saat berbincang bersama IDN Times, Kamis (17/7/2025).
Alin sangat sadar jika madrasah menjadi tanggung jawab kementerian agama dan bukan dari Kemendiksasmen. Namun katanya, jangan dilihat siapa yang punya kewenangan, tapi lihat di lapangan, sudah siap sampai mana pemerintah mampu memenuhi kebutuhan fasilitas siswa dan murid.
2. Pemerintah diminta menyoroti sisi lain dan perspektif hambatan dari persiapan kurikulum AI-Coding

Dia menyampaikan, program AI-Coding dengan harapan mencetak generasi muda dan anak bangsa sebagai pion utama dalam perubahan serta pembaruan teknologi adalah misi terbaik untuk membangun karakter bangsa. Tetapi lanjutnya, pemerintah jangan hanya melihat dari sisi jangka panjang. Melainkan lihat dari persepektif kekurangan dan hambatan dalam menyambut kurikulum kecerdasan buatan itu secara matang.
Alin mencontohkan, bagi siswa kalangan menengah atas, program kecerdasan buatan mungkin sudah sangat dekat dengan sistem pembelajaran mereka. Contoh sekolah islam terpadu di Palembang bahkan sudah memanfaatkan tablet untuk belajar. Lalu bagaimana dengan murid menengah ke bawah yang bahkan untuk mendapatkan fasilitas infrastruktur layak pun masih sangat jauh dari standar pendidikan.
"Jika diterapkan di sekolah negeri (kurikulum AI-Coding), lihat masih ada bangunan sekolah yang bocor dan lain-lain," ungkapnya.
Berdasarkan pernyataan Alin, IDN Times sepaham. Sebab penelusuran fakta di lapangan, masih ada beberapa sekolah Palembang yang bahkan masih sulit untuk mendapatkan siswa karena sejumlah wali murid dan orang tua tidak memiliki telepon pintar. Contoh kecil, SD Negeri 137 Palembang kala momen Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) hanya mendapatkan 4 orang siswa baru sampai SPMB ditutup.
Alasan dari kepala sekolah di sana pun masuk akal. Kata Emi Rosmita kepala SD Negeri 137 Palembang, siswanya di sana memang dari kalangan menengah ke bawah. Jangankan telepon pintar, orang tua untuk memenuhi kebutuhan seragam pun cukup jadi masalah, karena keterbatasan biaya.
"Kami sempat menerima siswa dengan seragam yang usang, karena pakai yang kakaknya. Jadi dia bukan seragam baru, tapi pakai baju yang memang masih bisa dipakai saja," jelas Emi.
3. Kemajuan digitalisasi belum sebanding dengan ekonomi dan masalah pendidikan yang terjadi di Palembang

Harapan kemajuan digitalisasi lewat kurikulum AI-Coding bisa disebut belum sebanding dengan keadaan ekonomi dan masalah pendidikan yang terjadi di Palembang, utamanya soal fasilitas. Keinginan tenaga pendidik yang memprioritaskan pendidikan merata dahulu ketimbang fokus digitalisasi jadi harapan wajar di tengah ketimpangan yang terjadi di Bumi Sriwijaya.
"Sekarang ini, yang penting kami bisa KBM (kegiatan belajar dan mengajar) dulu ada siswa, terus bisa belajar normal. Bagaimana ada kurikulum lain, kita mengiringi saja," kata Emi lagi.
Sementara menurut Kepala Dinas Pendidikan Palembang Adrianus Amri, langkah menerapkan kurikulum AI-Coding, saat ini dinas dan tenaga pendidik rutin menggelar bimbingan teknis dan sosialisasi yang sudah berjalan sejak awal Juli 2025.
"Memang untuk tahap ke depan akan masuk kurikulum, namun saat ini msh dipersiapkan mulai dari pelatihan bagi guru dan kesiapan sarana serta prasarana," jelas dia.
Amri merincikan bahwa kurikulum baru ini akan menyasar siswa kelas tinggi SD, yakni kelas 4, 5, dan 6, serta seluruh tingkatan di SMP, mencakup kelas 7, 8, dan 9. Harapannya, para siswa dapat membangun pemahaman dasar tentang AI dan coding sejak usia muda, mempersiapkan mereka menghadapi dinamika masa depan yang semakin berbasis teknologi.
"Kami sangat optimistis dengan hadirnya kurikulum ini. Selain mendorong peningkatan mutu pendidikan, program ini juga sejalan dengan visi Wali Kota Palembang dalam memajukan digitalisasi pendidikan melalui program-program seperti RDPS dan Student Planner," kata Amri.
4. Pembelajaran AI berdampak positif namun harus ditunjang dengan fasiltas teknologi memadai

Pengamat dan konsultan teknologi Sumatra Selatan (Sumsel) sekaligus Ceo Cyborg IT Center (kursus pemrograman komputer), Johan Wijaya menambahkan, sebenarnya pembelajaran AI sejak dini sangat berdampak baik. Namun memang, publik harus memiliki penunjang teknologi yang sepadan. Tujuannya, agar ketika tahap belajar, diskusi serta sosialisi dua arah tidak ada yang miss-komunikasi.
"Pemanfaatan AI berdampak pada karya SDM yang bisa menjadi konten positif. Contohnya, AI bisa membantu membuat grafik, gambar, teks, serta karya video yang kemudian bisa menjadi konten menghasilkan," jelasnya.
Meski memberikan impact positif, Johan menyampaikan, hal utama dalam penerapan AI adalah bagaimana pelaku utama harus sadar jika AI ini memiliki risiko di berbagai sektor. Dia menyebut jika semua bidang memiliki risiko dan ancaman masing-masing. Jika dari sisi penggunaan dan pembuatan AI, hasil kecerdasan buatan tidak selalu akurat 100 persen. Maka itu, pengembangan AI harus selalu dipantau.
"Contoh perkembangan kecerdasan buatan dari sisi generatif AI, masyarakat Sumsel saat ini akrab penggunaan chatGPT online. Pemanfaatan AI ini cukup meningkat dan menjadi bukti bahwa publik sudah teredukasi penggunaan AI di kehidupan sehari-hari. Anak-anak sekolah sudah jago menggunakan AI. ChatGPT paling sederhananya. Tapi lihatlah, yang paham ChatGPT ini rata-rata dan mayoritas adalah mereka yang lahir dari kalangan menengah ke atas," kata dia.
5. Publik harus tahu edukasi dari manfaat dan bahaya AI

Publik saat ini harus diedukasi dulu apa manfaat dan kerugian menggunakan AI. Sebab Jenis AI atau kecerdasan dikategorikan sesuai kemampuan, level paling dasar yakni Artificial Narrow Intelligence (ANI) seperti Machine Learning yang sudah diterapkan sehari-hari di lingkungan masyarakat, contohnya penggunaan pencarian melalui google atau google search dan penyaring email spam.
Kemudian level selanjutnya, Artificial General Intelligence (AGI) terfokus pada bidang penelitian AI teoretis yang mencoba membuat perangkat lunak dengan kecerdasan mirip manusia dan kemampuan untuk belajar sendiri. Saat ini AGI masih terus dikembangkan dan contoh nyata karya robotik termasuk dalam AI kategori AGI.
Terakhir ada Artificial Super Intelligence (ASI) atau kecerdasan super buatan dengan sistem berbasis perangkat lunak berkemampuan melampaui kecerdasan manusia dalam berbagai bidang contohnya sains. Namun AI kategori ini masih dalam tahap hipotesis dengan tujuan utama pengembangan ASI harus terlebih dahulu mengetahui penyelesaian masalahnya.
6. Pembelajaran kecerdasan buatan atau AI dan coding akan dimulai sejak kelas 5 SD

Sebelumnya, Perwakilan Mendiksasmen Ma'ruf El Rumi menyatakan pembelajaran terkait kecerdasan buatan atau AI dan coding akan dimulai sejak kelas 5 SD dan akan dimulai pada tahun ajaran baru. Namun dia juga menyampaikan jika program tersebut sifatnya masih opsional dan belum menjadi mata pelajaran wajib.
"Ini juga dalam rangka adaptasi dengan teknologi, karena mau tidak mau sekarang ini mereka (para siswa) sudah tidak bisa dilepaskan dengan AI," katanya.
Dalam jangka panjang, pembelajaran AI dan coding bertujuan agar para siswa tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga pelaku utama dari kemajuan teknologi. pembelajaran AI dan coding juga dapat melatih kreativitas dan cara berpikir siswa untuk mencari solusi terkait segala persoalan yang ada.
"Yang tidak kalah penting yakni membuat perspektif atau kognitif yang berbeda menjadi lebih kreatif, karena coding dan AI itu bukan tentang bagaimana teknologinya, melainkan bagaimana membentuk perspektif dalam cara berpikirnya, jadi membuat mereka lebih kreatif, mencari solusi terkait persoalan-persoalan yang ada," jelasnya.
Diketahui kurikulum AI ini merupakan inisiatif dan jadi bagian digitalisasi pendidikan yang menjadi program unggulan Presiden Prabowo Subianto, yang dapat mengembangkan sejumlah kemampuan siswa, seperti kreativitas dan kolaborasi. Tujuannya tidak saja untuk mempelajari coding dan AI, tetapi agar kemampuan-kemampuan non-akademik mereka juga dapat dikembangkan, sehingga dapat membantu di dunia kerja nantinya.