BPS: Ekspor Sumsel Naik 22,69 Persen, Sektor Non Migas Sokong Tren Positif

- Ekspor non migas Sumsel naik 27,01 persen menjadi US$2,09 juta, dengan sektor pertanian meningkat 79 persen.
- Batubara dan lignit menjadi komoditas unggulan Sumsel dengan pangsa ekspor terbesar ke Tiongkok senilai US$850,90 juta.
- Nilai ekspor migas Sumsel mengalami kontraksi 20,16 persen selama Januari-April 2025, namun ekspor nonmigas menunjukkan tren positif.
Palembang, IDN Times - Badan Pusat Statistik Sumatra Selatan (BPS Sumsel) mencatat adanya kenaikan ekspor year on year (yoy) periode Januari-April 2025 dibandingkan periode sama pada tahun lalu.
"Dibandingkan Januari-April 2024, ekspor di periode yang sama tahun ini mengalami peningkatan 22,69 persen," kata Kepala BPS Sumsel Moh Wahyu Yulianto, Kamis (5/6/2025).
1. Ekspor non migas Sumsel naik hingga 27 persen

Berdasarkan laporan dari BPS Sumsel, kenaikan nilai ekspor periode Januari-April 2025 sepanjang empat bulan terakhir mencapai 2,22 juta dolar AS.
"Dorongan utama ekspor Sumsel dari sektor nonmigas sebesar US$2,09 juta atau naik 27,01 persen yoy," jelasnya.
2. Batu bara dan lignit jadi komoditas unggulan Sumsel

Sedangkan dilihat dari rincian nilai ekspor non migas masing-masing lanjut Wahyu, tercatat sektor pertanian Sumsel meningkat 79 persen, pertambangan 19,55 persen dan sektor industri naik 31,95 persen.
"Secara spesifik, nilai ekspor komoditas unggulan dari nonmigas ada batu bara dan lignit yang memberikan share 40,82 persen" kata dia.
Kemudian nilai komoditas lain seperti karet dan barang asal karet di angka 26,32 persen, serta komoditas pulp dari kayu juga turut menyumbang nilai ekspor dengam kontribusi sebesar 19,65 persen.
3. Pangsa ekspor terbesar dari Sumsel ke Tiongkok

Wahyu melanjutkan, meski dari sisi nonmigas menunjukkan tren positif, namun untuk kondisi ekspor migas di Sumsel justru dalam keadaan tren buruk. Dia menyampaikan, sepanjang Januari- April 2025, ekspor migas terkontraksi sebesar 20,16 persen.
Sementara untuk pangsa ekspor terbesar Sumsel lanjut Wahyu, masih bertahan pengiriman untuk Tiongkok dengan nilai mencapai 850,90 juta dolar AS.
"Kemudian baru disusul India yang senilai 219,38 juta dolar AS dan ke Vietnam 187,54 juta dolar AS," jelasnya.