Kriminolog: Pengacara Harus Buktikan Salah Tangkap dengan Meyakinkan

Salah tangkap tidak bisa dibuktikan dengan klaim

Intinya Sih...

  • Kriminolog menyoroti kasus dugaan salah tangkap terhadap pedagang sayur Hajidin dalam sidang perampokan di Pengadilan Negeri Kelas IB Kayuagung.
  • Pentingnya kuasa hukum membuktikan klien tidak bersalah dengan argumen dan bukti yang jelas dalam hukum pidana Indonesia.
  • Hakim akan memberikan putusan objektif jika dua sisi alat bukti dapat dipertanggungjawabkan, termasuk motor hasil perampokan sebagai objek pembuktian.

Palembang, IDN Times – Kriminolog Universitas Muhammadiyah Palembang, Sri Sulastri, menyoroti perkembangan dugaan salah tangkap seorang pedagang sayur bernama Hajidin (47) dalam sidang kasus perampokan di malam tahun baru 2024 yang sedang bergulir di Pengadilan Negeri Kelas IB Kayuagung. Kasus ini memancing perdebatan publik setelah seorang pria bernama Sutekno (38) mengaku bahwa dirinya adalah pelaku.

Menanggapi kesaksian tersebut, Sri menekankan pentingnya kuasa hukum terdakwa untuk membuktikan bahwa klien mereka tidak bersalah. "Ini menjadi pekerjaan rumah bagi kuasa hukum untuk membuktikan. Tidak bisa hanya sebatas klaim bahwa terdakwa tidak terlibat. Kuasa hukum harus meramu kesaksian dan alat bukti agar terdakwa yang tidak bersalah dapat dibebaskan," ungkap Sri kepada IDN Times, Kamis (8/8/2024).

1. Opini publik tak dapat pengaruhi putusan hakim

Kriminolog: Pengacara Harus Buktikan Salah Tangkap dengan MeyakinkanTerdakwa Hajidin di Pengadilan Negeri Kayuagung (IDN Times/Rangga Erfizal)

Sri menjelaskan bahwa dalam hukum pidana di Indonesia, pembuktian kesalahan seseorang harus dilakukan dengan argumen dan bukti yang jelas, bukan hanya berdasarkan opini publik.

"Terdakwa sudah menyampaikan alibinya di dalam persidangan. Saksi A De Charge (saksi meringankan) juga sudah memberikan keterangan. Sekarang bagaimana kuasa hukum meyakinkan hakim dengan alat bukti yang ada," jelasnya.

Baca Juga: Kisah Tukang Sayur yang Diduga jadi Korban Salah Tangkap

2. JPU dan Kuasa Hukum punya bukti yang harus diuji

Kriminolog: Pengacara Harus Buktikan Salah Tangkap dengan MeyakinkanSidang kasus dugaan salah tangkap terhadap terdakwa Hajidin (IDN Times/Rangga Erfizal)

Menurut Sri, klaim dan opini publik tidak akan mempengaruhi hakim dalam memberikan putusan hukum. Kuasa hukum terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) memiliki alat bukti yang harus dibuktikan dalam persidangan.

"Jika tidak ada kesesuaian bukti, terdakwa harus dibebaskan karena menanggung perbuatan hukum yang dilakukan orang lain," tambahnya.

3. Persidangan menjadi tempat pembuktian alat bukti

Kriminolog: Pengacara Harus Buktikan Salah Tangkap dengan MeyakinkanTerdakwa Hajidin di Pengadilan Negeri Kayuagung (IDN Times/Rangga Erfizal)

Dalam persidangan, saksi Sutekno hadir membantah dakwaan JPU mengenai keterlibatan terdakwa Hajidin dalam perampokan yang terjadi di Desa Kampung Baru, Mesuji Makmur, OKI. Sutekno mengaku bahwa perampokan tersebut dilakukan dirinya bersama tiga rekannya, Hasbi, Suryo, dan Ribut.

Kuasa hukum terdakwa, Anto Astari, mengatakan akan membawa barang bukti tambahan berupa motor milik korban yang dirampok oleh para pelaku dalam sidang mendatang. Sri menegaskan bahwa motor tersebut, jika benar ada, harus dihadirkan dalam persidangan. "Mereka harus membeberkan kronologis lengkapnya bagaimana motor itu didapat terduga pelaku, dijual ke siapa, dan siapa yang menampung motor itu hingga sampai ke tangan pengacara," jelasnya.

Sri menyebut bahwa hakim akan memberikan putusan objektif jika dua sisi alat bukti dapat dipertanggungjawabkan. Selain keterangan terduga pelaku, motor hasil perampokan merupakan objek pembuktian yang akan membuat kasus ini menjadi jelas. "Sehingga persidangan itu menjadi tempat pembuktian alat bukti," tambahnya.

4. Hakim punya pertimbangan untuk membebaskan terdakwa

Kriminolog: Pengacara Harus Buktikan Salah Tangkap dengan MeyakinkanKuasa hukum Hajidin bersama pelaku Sutekno (IDN Times/Rangga Erfizal)

Sri juga mengungkapkan bahwa kasus salah tangkap dalam proses penegakan hukum sudah sering terjadi karena berbagai faktor, mulai dari minimnya alat bukti hingga kerja aparat penegak hukum yang terburu-buru. Meski saat ini JPU berpegang teguh pada tiga alat bukti yaitu keterangan saksi korban, sidik jari, dan barang bukti sajam, hal itu belum bisa dibuktikan sampai persidangan selesai.

"Dalam KUHAP sudah diatur hak terdakwa atau tersangka untuk membantah. Tinggal bagaimana hakim melihat keterangan terdakwa, keterangan saksi, dan alat bukti siapa yang dapat lebih meyakinkan dalam pembuktian perkara," tutupnya.

Baca Juga: Kapolres OKI Tegaskan Tidak Ada Salah Tangkap dalam Kasus Hajidin

Topik:

  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya