JPU KPK Sebut Kuasa Hukum Bupati Muaraenim Bangun Narasi Fatamorgana
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Palembang, IDN Times - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak eksepsi dari Penasihat Hukum (PH) Bupati Muaraenim nonaktif, Ahmad Yani, Maqdir Ismail dan tetap pada dakwaan yang telah dibacakan di sidang pertama kasus suap pemberian fee proyek.
"Sebagaimana yang dibacakan oleh penasihat hukum terdakwa pada sidang sebelumnya, dengan membangun narasi fatamorgana demi kepentingan kliennya, dengan alibi mencari kebenaran materil," ungkap JPU KPK, Roy Riyadi, saat menyampaikan jawaban JPU atas eksepsi, di Pengadilan Negeri Palembang Klas 1A Khusus Sumsel, Selasa (14/1).
1. Seharusnya kepala daerah yang terkena OTT tahu malu dan minta maaf ke rakyat
Roy mengungkapkan, dalam kasus ini, Ahmad Yani terbukti menerima dan memerintahkan bawahannya serta pengusaha untuk memberikan fee proyek. Padahal proyek yang dikerjakan oleh pemerintah daerah dipusatkan untuk kesejahteraan rakyat, bukan mengerjakan proyek untuk kepentingan pribadi.
"Sejatinya seorang kepala daerah yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) memiliki rasa malu dan minta maaf kepada rakyatnya, akibat perbuatannya sebagai bentuk kesalahannya. Setidaknya, itu bentuk pertanggungjawaban moral kepada rakyat yang memilih pada pilkada lalu," ungkap dia.
2. JPU nilai tudingan ada kepentingan pemilihan Ketua KPK tidak subtantif
JPU KPK menyampaikan, dalil Penasihat Hukum terdakwa Ahmad Yani mengenai adanya unsur kepentingan dalam pemilihan Ketua KPK di bawah komando Agus Rahardjo, pada materi eksepsi tersebut dianggap tidak mendasar.
"Seharusnya membacakan bantahan atas dakwaan. Apa yang dibacakan dalam eksepsi tidak mendasar. Materi yang disampaikan tidak sesuai subtansi hukum, namun tetap dimasukan dalam pembacaan eksepsi," jelas dia.
Baca Juga: Suap Bupati Muaraenim, Terdakwa Robi Dituntut Hukuman 3 Tahun Penjara
3 JPU KPK nilai Ahmad Yani mengetahui segala bentuk proses suap
Roy menerangkan, permintaan PH terdakwa untuk pembatalan dakwaan juga dianggap tidak mendasar. Karena PH berkeyakinan posisi terdakwa tidak mungkin melakukan perbuatan bersama-sama, lantaran secara hirarki terdakwa tidak memiliki kewenangan teknis dinas PUPR.
"Sesuai hasil dakwaan, proses terjadinya tindak pidana suap dan OTT di bawah kendali terdakwa Ahmad Yani. Sehingga kami menolak semua eksepsi yang dilakukan dan proses persidangan dapat dilanjutkan," terang dia.
Usai penolakan eksepsi tersebut, Ahmad Yani dan PH nya meninggalkan ruang sidang, tanpa memberi sepatah kata pun sambil digiring oleh anggota Brimob menuju ruang tunggu.
Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App, unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb