TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kenalkan Kain Khas Palembang, Berinovasi Lewat Masker Motif Jumputan

Keuntungan 2,5 persen bantu orang terdampak pandemik

Masker Jumputan khas Palembang (IDN Times/Rangga Erfizal)

Palembang, IDN Times - Meski pandemik COVID-19 masih melanda Indonesia, namun kondisi itu tak menyurutkan gerakan Jejak Aisyah mempromosikan kain khas Kota Palembang bernama Jumputan.

Berbagai jenis motif pelangi khas pewarnaan Jumputan Palembang, coba dikenalkannya ke luar daerah. Mulai dari Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan, Ternate, dan Papua, bahkan  hingga ke luar negeri seperti Amerika dan Belanda.

"Ketertarikan saya mempromosikan kain khas Palembang berawal dari kecintaan kepada budaya Indonesia. Saya membawa misi agar kain Jumputan dapat mendunia, tidak hanya Songket Palembang saja yang terkenal. Kain jumputan kurang terkenal akibat kurang didistribusikan," ungkap Angel Eva Christine pemilik Jejak Aisyah kepada IDN Times, Rabu (2/9/2020).

Baca Juga: 9 Inspirasi Kebaya Tara Basro, dari Kebaya Bali hingga Batik Jumputan

1. Pindah ke Palembang tertarik promosikan kain Jumputan

Penggagas Jejak Aisyah, Angel Eva Christine (IDN Times/Rangga Erfizal)

Eva bercerita, ketertarikannya memperkenalkan kain Jumputan muncul setelah pindah ke Palembang pada Januari 2020. Dirinya mulai berkenalan dengan budaya Palembang, melirik kain Jumputan dengan menyaksikan langsung pembuatannya.

Dirinya merasa kain Jumputan Palembang memiliki keunikan, karena pembuatan yang dapat memakan waktu hingga satu minggu untuk aspek pewarnaan, bahkan untuk satu kain. Namun karena belum banyak yang mengenal luas, penjualannya kain Jumputan pun sangat terbatas.

"Saya lama di Jakarta, mulai Februari 2020 saya mengenalkan kain Jumputan ke teman-teman. Mereka banyak yang tertarik dengan Jumputan. Beberapa selebriti sudah memakai jumputan yang saya pasarkan," ujar dia.

2. Berinovasi bikin masker agar pengrajin tetap bertahan

Eva tunjukkan kain jumputan yang di jualnya (IDN Times/Rangga Erfizal)

Saat serius memperkenalkan Jumputan, pandemik COVID-19 terjadi. Hal itu mulai berdampak ke penjualan kain Jumputan yang dilakukan di Rumah Limas, Jalan Demang Lebar Daun.

Jika sebelumnya Eva fokus pada penjualan kain dan baju, maka saat pandemik terjadi dirinya mulai mencoba berinovasi membuat kain Jumputan sesuai kebutuhan masyarakat saat ini.

Masker jumputan mulai digarap. Satu potong masker dijual seharga Rp23.500. Meski keuntungan tak besar, namun penjualan masker terus berjalan. Pihaknya menjual kain jumputan secara online untuk menarik pangsa pasar dari luar Palembang. 

"Yang saya pikirkan saat masa pandemik ini adalah pengrajin jumputan, bagaimana kalau hasil jumputan buatannya tidak habis, pengrajin tidak akan bekerja. Dengan menjual masker, setidaknya pengrajin masih dapat bekerja karena permintaan masker jumputan lumayan lancar," beber dia.

Baca Juga: Lebih Kalem! Ini Cara Bikin Kain Jumputan Palembang dari Pewarna Alami

3. Kain Jumputan asli memiliki perbedaan mencolok

Berbagai warna kain jumputan (IDN Times/Rangga Erfizal)

Eva menuturkan, ada sekitar tiga pengrajin yang bekerja sama dirinya. Eva juga memastikan kualitas yang dihasilkan sesuai standar yang baik. Untuk ciri-ciri masker Jumputan asli, dirinya menjelaskan ada perbedaan yang mencolok. Seperti bekas dari proses pembuatan kain yang diikat-ikat.

"Banyak orang yang belum paham antara kain jumputan asli dengan jumputan print. Jumputan asli ada bekas kain yang diikat, di bagian dalamnya ada seperti bercak bolongnya sebagai tanda," jelas dia.

Baca Juga: Kain Jumputan Gambo Muba, Berinovasi Pakai Pewarna dari Limbah Gambir

Berita Terkini Lainnya