Sejarah 5 Masjid Tertua di Kota Palembang

- Palembang pusat perkembangan Islam di Sumatra Bagian Selatan sejak abad ke-16-19 Masehi.
- Masjid Agung Palembang, tertua di kota, didirikan pada abad ke-16 oleh Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo. Mengalami renovasi besar pasca reformasi tahun 1999.
- Masjid Kiai Marogan dan Lawang Kidul adalah masjid tertua kedua dan ketiga di Palembang yang memiliki nilai sejarah dan arsitektur unik.
Palembang, IDN Times - Palembang menjadi salah satu wilayah di Indonesia yang menjadi pusat perkembangan Islam di wilayah Sumatra Bagian Selatan. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan Kesultanan Palembang pada abad ke-16-19 Masehi.
Setelah runtuhnya kerajaan Sriwijaya dan memudarnya pengaruh ajaran Buddha, Islam berkembang pesat. Kesultanan Palembang Darussalam muncul sebagai Kerajaan Islam yang didirikan oleh Sri Susuhunan Abdurrahman. Meski pengaruh Kesultanan Palembang memudar karena pengaruh kolonialisme, budaya dan perkembangan Islam tidak luntur dan mempengaruhi perkembangan masyarakatnya.
Bentuk masjid di Palembang tidak terlepas dari akulturasi budaya yang terjadi selama belasan abad di Palembang mulai dari Buddha, Hindu, dan Islam. Berikut IDN Times merangkum lima masjid tertua di Palembang yang menjasi saksi syiar agama Islam di Palembang.
1. Masjid Agung menjadi masjid tertua di Palembang

Masjid yang berada di jantung Kota Palembang, yakni Masjid Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo atau dikenal dengan nama Masjid Agung Palembang merupakan masjid tertua di Palembang. Dalam catatan sejarah, Masjid Agung Palembang didirikan pada abad ke-16 oleh Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo (SMB I).
Masjid Agung Palembang sempat habis terbakar pada tahun 1659 saat terjadi perang di Palembang. Akhirnya pada 1738 bangunan masjid kembali dibangun. Masjid Agung Palembang mengalami renovasi besar pasca reformasi tahun 1999 oleh Gubernur Sumsel Rosihan Arsyad.
Saat itu, pemda memperbaiki bagian masjid yang telah rusak dan menambah tiga bangunan baru di sisi selatan, utara, dan timur. Sejak saat itu, Masjid Agung Palembang terus mengalami perubahan bentuk menyesuaikan kebutuhan zaman.
Daya tarik akulturasi tiga budaya sangat terasa di masjid ini. Atap Masjid Agung Palembang ini berbentuk seperti bangunan khas Tiongkok karena bentuknya menyerupai kelenteng. Sedangkan untuk pintu utama masjid menunjukkan bentuk megah dengan nuansa Eropa. Berbeda lagi dengan menara menjulang tinggi yang menyerupai tumpeng dalam kebudayaan Indonesia.
Tempat ibadah yang pernah dinamakan Masjid Sultan saat awal dibangun ini, menjadi tempat favorit umat Islam di Palembang melakukan ibadah, saat bulan puasa atau salat Ied di Hari Raya Idul Fitri dan Adha.
2. Masjid Ki Marogan dibangun di Muara Sungai Ogan

Masjid tertua kedua adalah Masjid Kiai Marogan di kelurahan 1 Ulu Palembang, tepatnya berada persis di samping stasiun kereta api Kertapati Palembang. Masjid yang didirikan pada tahun 1871, atau pada masa Kesultanan Palembang menjadi tanda Islam yang sangat mengakar di Bumi Sriwijaya.
Nama pendiri lekat dengan nama masjid ini sekarang, yakni Kiai Marogan atau Masagus H Abdul Hamid Bin Masagus H Mahmud. Dirinya dikenal giat menyiarkan Islam hingga ke pedalaman Sungai Musi menggunakan kapal.
Hingga akhir hayatnya, Kiai Marogan dikenal sebagai orang yang memiliki semangat untuk mensyiarkan Islam di Palembang. Saat meninggal, Kiai Marogan dikuburkan di samping masjid yang didirikannya itu.
Keunikan lainnya, Masjid Kiai Marogan berada di tepian sungai atau di sekitar aliran Sungai Ogan. Bangunannya mengusung perpaduan Cina, India, dan Arab. Masjid ini pun masih menggunakan kayu sebagai pondasi hingga sekarang.
3. Masjid Lawang Kidul dibangun orang yang sama membangun masjid Ki Marogan

Masjid tertua selanjutnya adalah Masjid Lawang Kidul. Masjid ini didirkan oleh Masagus H Hamid yang sebelumnya mendirikan Masjid Kiai Marogan. Masjid ini dibangun di akhir abad ke-19 atau pada 1890.
Masjid kedua yang dibangun Kiai Marogan ini berada di Muara Sungai Lawang Kidul di wilayah hilir, sedangkan Masjid Kiai Marogan yang dibangun sebelumnya berada di Muara sungai Ogan di wilayah hulu.
Masjid dibangun menggunakan campuran putih telur, batu kapur, dan pasir. Konon bahan material tersebut membuat masjid Lawang Kidul masih kokoh sampai sekarang. Masjid ini juga hampir seluruh bangunannya masih orisinil.
Masjid Lawang Kidul memiliki bentuk yang hampir sama dengan Masjid Agung Palembang, namun dengan ukuran yang lebih kecil. Keunikannya terdapat dari menara Masjid Lawang Kidul yang hingga sekarang masih dipertahankan bentuknya. Yakni atapnya berupa limas segi empat yang bertumpang dua tingkat.
Atapnya memiliki tanduk-tanduk hampir sama pada Masjid Agung Palembang yang mengadosi bentuk bangunan masjid Hunan di Cina. Bagian dalam masjid Lawang kidul ditopang oleh empat soko guru utama yang berupa tiang kayu yang cukup besar. Kemudian ditopang oleh 12 tiang lain yang bentuknya lebih kurus atau ramping.
4. Masjid Suro terkenal karena tradisi saat Ramadan

Masjid selanjutnya didirikan pada masa sebelum Indonesia merdeka yakni Masjid Besar Al-Mahmudiyah, atau dikenal masyarakat Palembang dengan nama Masjid Suro. Masjid ini dibangun dengan sentuhan arsitektur melayu.
Masjid ini didirikan pada akhir abad 18 atau tahun 1889, dan selesai pembangunan pada 1891. Masjid ini dulunya digunakan untuk syiar Islam sebagai lembaga pendidikan bagi masyarakat Palembang saat itu.
Dalam perjalanannya, aktivitas di masjid Suro sempat dihentikan pemerintah kolonial Belanda karena aktivitas keagamaan di sana. Meski sempat dibongkar namun akhirnya Masjid Suro kembali berfungsi pada tahun 1920.
Yang unik dari masjid ini adalah saat bulan puasa, masyarakat Palembang kerap antre menunggu sajian berbuka puasa yang disediakan Masjid Suro. Apa lagi kalau bukan bubur Suro.
Tradisi membuat bubur untuk makanan berbuka puasa selalu dilakukan setiap Ramadan. Tidak jarang sejak jam tiga sore banyak masyarakat yang antre untuk menikmati bubur yang hanya dibuat satu tahun sekali tersebut.
5. Masjid Sultan Agung dibangun pasca Indonesia Merdeka

Masjid tertua kelima di Palembang adalah Masjid Sultan Agung. Masjid ini dibangun di luas lahan 1.500 meter persegi oleh sesepuh Ki Abunawar secara swadaya pascakemerdekaan Indonesia pada 1950. Masjid ini berada di area makam dari Sultan Agung Komarudin Sri Teruno yakni Sultan Palembang yang sempat menjabat pada tahun 1714–1724 Masehi.