Rawan Keracunan, MBG Diminta Gunakan Produk Hewani Bersertifikat

- Jafrizal menekankan pentingnya produk hewani bersertifikat NKV untuk memastikan keamanan makanan program MBG.
- Proses distribusi makanan yang terburu-buru meningkatkan risiko kontaminasi dan keracunan massal pada program MBG.
- Penyelenggara program MBG disarankan membentuk tim keamanan pangan, memanfaatkan teknologi, dan melakukan evaluasi penerima manfaat secara berkala.
Palembang, IDN Times - Sejumlah kasus keracunan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi perhatian khusus dari pemerintah. Program tersebut dinilai mulia untuk memperkuat gizi anak sekolah namun, pengawasan ketat dinilai perlu diterapkan guna mencegah kejadian serupa terulang kembali.
"Faktor utama (keracunan) biasanya soal higiene dapur, penggunaan air dan bahan serta sanitasi peralatan, hingga rantai distribusi makanan yang terlalu lama. Selain itu, program MBG tidak boleh abai pada aspek paling dasar yakni, keamanan pangan," jelas Pejabat Otoritas Veteriner Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Sumsel, Jafrizal, Sabtu (20/9/2025).
1. Produk hewani yang digunakan perlu diawasi

Jafrizal menekankan produk hewani yang digunakan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur penyedia MBG sebaiknya memiliki Sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV). Sertifikasi ini penting untuk memastikan daging, telur, dan susu yang disajikan aman dari kontaminasi bakteri, mengingat produk hewani tergolong rentan.
"Untuk itu perlu juga memastikan bahan pangan bersertifikat dimana, produk asal hewan wajib berasal dari tempat yang memiliki Sertifikat NKV sebagai jaminan keamanan, higienitas, dan pengendalian mutu," jelas dia.
2. Idealnya makanan MBG harus segera dimasak

Makanan untuk program MBG umumnya dimasak sejak pagi dan baru dikonsumsi siang atau sore hari tanpa pengendalian suhu. Jumlah siswa yang banyak membuat proses distribusi berlangsung terburu-buru sehingga peluang kontaminasi meningkat.
Sejumlah dapur MBG juga dinilai belum memenuhi standar kapasitas porsi, sehingga proses memasak dilakukan secara tergesa. Kondisi ini dikhawatirkan dapat memicu kasus keracunan massal.
"Makanan matang idealnya langsung dimakan. Jika lebih dari dua jam, suhu harus dijaga panas di atas 60 derajat Celsius atau dingin di bawah 5 derajat Celsius," jelas Jafrizal.
3. Perlu bentuk tim keamanan pangan perlu libatkan auditor NKV maupun Pengawas Kesmavet

Jafrizal menyarankan penyelenggara Program MBG membentuk tim keamanan pangan yang melibatkan Auditor NKV maupun Pengawas Kesmavet. Tim ini bertugas memantau dapur, mengecek tempat penyimpanan bahan pangan asal hewan, menguji sampel makanan, serta memastikan kebersihan peralatan.
Selain itu, pemanfaatan teknologi juga dinilai penting untuk mencegah risiko keracunan. Misalnya dengan penggunaan thermo-safe, pemberian label waktu masak dan konsumsi, serta sistem digital untuk memantau suhu penyimpanan makanan.
"Keracunan dalam program MBG bukan sekadar masalah dapur, melainkan persoalan sistem keamanan pangan yang harus dibangun serius. Solusinya mencakup langkah brilian seperti sertifikasi NKV dan teknologi thermo-safe, strategi taktis berupa pengaturan distribusi serta shift makan, hingga pendekatan profesional melalui penerapan HACCP dan pengawasan ketat," jelas Jafrizal.
4. MBG perlu dievaluasi berkala

Jafrizal menilai, MBG bisa menjadi program unggulan yang aman bagi peserta didik. Maka dari itu, diperlukan evaluasi penerima manfaat secara berkala agar program ini tidak hanya meningkatkan gizi siswa, tetapi juga adil dan tepat sasaran.
"MBG jangan dipandang sekadar agenda makan bersama, melainkan investasi kesehatan generasi muda Indonesia," jelas dia.