PTS Akan Demo Tolak RUU Sisdiknas di Jakarta

Palembang, IDN Times - Rancangan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menuai pro dan kontra. Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) merencanakan demonstrasi menentang RUU tersebut.
Wakil Rektor III Bidang Perencanaan dan Kerjasama Universitas Indo Global Mandiri (IGM) Palembang. Erry Yulian T Adesta menyebut, RUU Sisdiknas dianggap tebang pilih dan mengerdilkan Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
"RUU Sisdiknas dianggap telah melecehkan profesi dosen di Indonesia," ungkap Erry di Palembang, Senin (26/9/2022).
1. RUU Sisdiknas adu domba dosen PTS dan PTN

Rencana demonstrasi menentang RUU Sisdiknas akan berlangsung 27-28 September 2022. Seluruh perwakilan PTS di Indonesia akan berkumpul di Istana Negara serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Beberapa poin yang ditentang di RUU Sisdiknas yakni tentang keputusan masuknya dosen swasta dalam Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan. Sedangkan dosen PTN diatur UU Aparatur Sipil Negara (ASN). Menurutnya, UU Guru dan Dosen telah jelas mengatur dosen serta guru sebagai profesional bukan pegawai atau buruh.
"Ada pola adu domba untuk dosen PTS dan PTN, dengan menempatkan dosen swasta dalam UU Ketenagakerjaan. Harusnya Menteri Nadiem paham mengenai hal ini," jelas dia.
2. Dosen dan guru dinilai profesi bukan buruh

Berbagai upaya untuk membuka diskusi diambil oleh APTISI untuk menentang RUU Sisdiknas. Namun Kemendikbutristek dinilai tidak ada keinginan untuk menjawab tawaran yang disampaikan oleh APTISI.
"Sekali lagi, guru dan dosen bukan pegawai apalagi buruh. Tugas mulia guru dan dosen meletakkan keduanya unik dan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, dalam hal ini Menteri Nadiem tidak dapat merasakannya apalagi untuk berempati," ujar dia.
3. APTISI juga kritisi akreditas Perguruan tinggi

Selain menentang RUU Sisdiknas, APTISI juga membawa aspirasi agar pemerintah mengkaji ulang Lembaga Akreditasi Mandiri-Perguruan Tinggi (LAM-PT) yang dianggap menjadi lembaga berorientasi pada bisnis.
Menurutnya Komite uji kompetensi yang tidak sesuai dengan UU dan kembalikan ke Perguruan Tinggi (PT). Audit kinerja penggabungan PTS yang tak kunjung selesai dan perizinan program studi dinilai sangat lambat.
"Kebijakan-kebijakan ini merugikan PT Swasta," tutup dia.