Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kasus Bunuh Diri di Sumsel Meningkat, Kesehatan Mental Butuh Perhatian

ilustrasi kesehatan mental (freepik.com/freepik)
ilustrasi kesehatan mental (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Kasus bunuh diri di Sumsel meningkat, dari remaja hingga lansia, termasuk seorang dokter di Baturaja Timur.
  • Banyak faktor penyebab bunuh diri, seperti tekanan ekonomi, utang, gangguan jiwa, konsumsi narkoba, dan beban pekerjaan berat.
  • Akses pelayanan kesehatan mental tersedia di puskesmas dengan memanfaatkan fasilitas Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS).
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Palembang, IDN Times - Rentetan kasus bunuh diri di Sumsel dalam satu bulan terkahir mengalami peningkatan. Korbannya beragam mulai dari remaja, orang dewasa hingga lansia. Tak mengenal profesi, tindakan nekat mengakhiri hidup tersebut bahkan dilakukan oleh seorang dokter di Baturaja Timur pada Senin (21/10/2024) kemarin.

Fenomena ini menunjukkan jika kesehatan mental masyarakat sedang tidak baik-baik saja. Hal ini diungkapkan Syarkoni, Psikolog Klinis RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumsel. Menurutnya, banyak faktor yang menyebabkan seseorang nekat mengakhiri hidupnya.

"Bunuh diri ini terjadi karena individunya mengalami masalah secara pribadi dari dalam dirinya. Tentunya permasalahan ini banyak dan perlu ditelusuri," ujarnya saat dihubungi IDN Times Selasa (22/10/2024).

1. Perlu ditelusuri apa penyebab bunuh diri

Psikolog Klinis RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumsel, Syarkoni, S. Psi., M. Psi. (IDN Times/istimewa)
Psikolog Klinis RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumsel, Syarkoni, S. Psi., M. Psi. (IDN Times/istimewa)

Permasalahan tersebut, menurutnya, kerap timbul bisa dari dalam keluarga. Tekanan ekonomi dan tuntutan yang banyak sementara kemampuan terbatas. Selain itu faktor utang, tekanan dari orang yang punya otoritas, atau yang bersangkutan mengalami gejala gangguan jiwa atau punya depresi juga bisa terjadi. Kemudian ada juga karena pengaruh konsumsi narkoba dan kebiasaan judi online.

"Sehingga ada semacam beban mental atau keinginan tidak sesuai dengan kenyataan. Jadi memang perlu ditelusuri dulu penyebabnya," ungkapnya.

Ia mencontohkan kasus yang baru terjadi, yakni seorang dokter di Baturaja Timur yang diduga mengakhiri hidupnya saat jam praktik. Bisa juga selain faktor yang disebutkan tadi, ada juga karena beban pekerjaan yang terlalu berat. Akhirnya korban tak mampu dan berkeinginan mengakhiri hidupnya.

"Jika kronologisnya gantung diri, perlu ditelusuri bentuk kejadiannya itu, apakah murni bunuh diri atau ada unsur tindak kejahatan lain. Apakah sengaja digantung orang atau tidak bisa terdeteksi dari simpul jarak. Dalam hal ini pihak kepolisian yang berwenang untuk menjelaskan motifnya," terangnya.

2. Hilangnya kemampuan mencari solusi atas masalah yang dihadapi

Suttersthock
Suttersthock

Lanjutnya, terkait maraknya kasus bunuh diri ini memang banyak faktor yang bisa memicunya. Jika dikaitkan dengan tenaga profesional, saat ini sudah banyak tersedia di setiap daerah. 

"Saya melihatnya dari sisi psikologis karena memang korban ini kemampuan individu dalam mencari solusi terhadap masalah yang dihadapinya cukup rapuh. Sehingga fungsi kognitif untuk mencari solusi terbatas dan munculah reaksi emosional tanpa menggunakan super ego," ucapnya. 

Maka itu kemudian para korban ini mungkin mengalami kesulitan menghadapi persoalan ini, apalagi tidak ada tempat untuk bercerita. Banyak persepsi negatif dan semuanya membebani dirinya, sehingga berfikir bunuh diri merupakan solusi akhir dari masalah mereka.

"Saat ini, kesehatan mental memang menjadi persoalan serius yang kita hadapi. Maka itu akses untuk pelayanan jiwa sudah sampai ke tingkat pelayanan dasar, termasuk puskesmas," ungkapnya.

3. Masyarakat bisa pergi ke Puskesmas untuk layanan kesehatan mental

Ilustrasi konsultasi ke psikolog. (Freepik)
Ilustrasi konsultasi ke psikolog. (Freepik)

Ia pun mengarahkan bagi siapa yang yang butuh pelayanan ini bisa langsung mendatangi puskesmas dengan memanfaatkan fasilitas Jaminan Kesehatan Nasional yang saat ini masih berlaku. 

"Artinya, warga bisa datang ke Puskesmas dan disana ada petugas terpadu yang terdiri dari dokter dan perawat yang akan memberikan layanan kesehatan mental atau jiwa," ucapnya.

Setelah itu barulah didata dan akan tersimpan langsung ke Kemenkes, sehingga bisa disurvei bahwa nanti masalah kesehatan di berbagai wilayah terpantau. Dari kasus tersebut Kemenkes akan punya program edukasi untuk nakes dan warga disana terkait kesehatan mental.

"Memang untuk psikolog klinis masih terbatas untuk tingkat FKTP, dan belum ditanggung BPJS. Tapi kalau ke dokter melalui Puskesmas bisa," tutupnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yogie Fadila
EditorYogie Fadila
Follow Us