Perusakan Rumah Doa di Padang, Kemenag Khawatirkan Reputasi Sumbar

Padang, IDN Times - Adanya kasus perusakan Rumah Doa Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) yang terjadi di daerah Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang membuat berbagai pihak khawatir akan berdampak terhadap nama Sumatra Barat yang akan disebut intoleran. Kekhawatiran itu juga disampaikan oleh Plt Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Sumbar, Edison dalam keterangan resminya yang diterima IDN Times.
"Saya sangat menyesalkan kejadian tersebut. Saya berharap hal ini tidak terjadi lagi ke depannya. Dikhawatirkan nantinya akan berdampak kepada Sumbar disebut intoleran," katanya.
1. Nyatakan perbuatan tersebut jauh dari norma

Menurut Edison, tindakan yang dilakukan oleh beberapa masyarakat tersebut sangat jauh dari norma-norma dalam hidup sosial di masyarakat.
"Kita ini negara hukum, semua persoalan bisa diselesaikan dengan musyawarah dan aturan yang berlaku," katanya.
Menurutnya, kejadian perusakan yang telah terlanjur terjadi itu tidak seharusnya terjadi jika masyarakat mengedepankan prinsip musyawarah dan mufakat.
2. Sudah diselesaikan

Menurut Edison, permasalahan tersebut sudah diselesaikan dalam sebuah pertemuan yang hasilnya merekomendasikan beberapa hal. Diantaranya, warga Nias yang tinggal di RT 02 akan hidup secara damai dan berdampingan dengan warga lokal.
"Hasil selanjutnya adalah warga Nias dengan warga lokal sepakat permasalahan ini murni permasalahan sosial kemasyarakatan bukan SARA," katanya.
Dengan kejadian tersebut, ia mengimbau pemuka agama agar mendorong masyarakat untuk meningkatkan semangat kebersamaan. Walaupun berbeda suku, bahasa, dan agama, namun Allah Tuhan Yang Maha Esa menegaskan Islam sejatinya menjadi Rahmat bagi seluruh alam.
"Kami bersama FKUB Provinsi dan Badan Kesbangpol Provinsi juga akan terus melakukan edukasi kepada masyarakat agar kerukunan umat kita di Sumatera Barat semakin baik untuk masa yang akan datang," katanya.
3. Kronologi perusakan rumah doa di Padang

Diketahui, Pendeta GKSI Anugerah Padang, F Dachi mengungkapkan, kejadian itu berawal saat ia akan memasukkan listrik ke rumah doa tersebut.
"Saat itu pihak PLN memberikan usul agar dibuat saja sebagai tempat sosial gitu agar tagihannya tidak terlalu besar. Saya setuju, dan ternyata dibuat sebagai rumah ibadah," katanya.
Hal tersebut memicu masyarakat setempat yang beranggapan bahwa tempat itu sudah menjadi sebuah rumah ibadah. Sementara, prosedur untuk mendirikan rumah ibadah belum dilakukan.
"Kemarin itu saya sedang duduk di teras dan datanglah bapak RT dan pak Lurah. Mereka memanggil saya ke belakang untuk membicarakan soal itu," katanya.
Karena terjadinya perdebatan yang cukup panas, salah seorang warga langsung menyatakan untuk membubarkan kegiatan tersebut dan menyuruh seluruh warga umat kristen untuk keluar.
"Jendela kaca dilempari batu dan ada juga yang menggunakan kayu untuk memukul jendela kaca. Kursi plastik juga menjadi sasaran," katanya.
Perbuatan itu dilakukan sembari berteriak keluar dari sini, pergi, usir saja mereka yang dilontarkan oleh beberapa orang yang berada di lokasi tersebut.