Dosen UIN Raden Fatah: Pemilih di Sumsel Belum Rasional

- Delapan petahana tumbang dalam pilkada Sumsel 2024, menunjukkan kinerja petahana bukan faktor penentu pilihan masyarakat.
- Pilkada Sumsel belum mencapai level pemilihan pemimpin terbaik, dipengaruhi faktor pragmatis, kedekatan tokoh, dan money politic.
- Kekuatan petahana masih dominan dalam menghadapi kontestasi, namun partisipasi pemilih hanya 72,19 persen dengan banyak golput karena muak dengan kondisi politik.
Palembang, IDN Times - Delapan petahana di kabupaten/kota di Sumsel tumbang dalam pilkada 2024. Tujuh petahana berstatus sebagai mantan wakil kepala daerah dan satu petahana berstatus wali kota gagal meraih suara usai dikalahkankan lawannya.
Pengamat Politik dari UIN Raden Fatah Yulion Zalpa mengatakan, pilkada kali ini menunjukan bahwa kinerja petahana bukanlah jadi faktor penentu bagi masyarakat dalam menentukan pilihan.
"Track record sebelumnya tidak terlalu signifikan bagi para pemilih. Saya melihat bahwa faktor terbesar dalam menentukan pilihan saat pilkada kemarin masih didominasi faktor pragmatis dan faktor kedekatan tokoh dan kesukuan," ungkap Yulion, Sabtu (9/12/2024).
1. Pemilih Sumsel diyakini belum rasional

Yulion menyebut, demokrasi yang dibangun di Sumsel belum dapat dikatakan sebagai demokrasi yang sempurna. Sistem yang dibangun membuat masyarakat meraba-raba memilih pemimpin bukan dengan pilihan ide dan gagasan.
"Memang tidak bisa dipungkiri preferensi pemilih kita belum rasional dan masih dominan dipengaruhi oleh faktor kultural. Ditambah lagi masifnya money politic sehingga ajang pilkada belum sampai ke level memilih pemimpin yang terbaik," jelas dia.
2. Petahana vs petahana dominasi sumber daya

Yulion menyebut, petahana menghadapi petahana di Pilkada Sumsel juga menjadi fenomena khusus. Kekuatan petahana kepala daerah masih mendominasi seluruh sumber daya dalam menghadapi kontestasi.
"Misalnya Mawardi Yahya di Pilgub Sumsel, Slamet di Banyuasin, dan Fitrianti di Palembang. Ketiganya tumbang saat melawan mantan kepala daerah, ini menjelaskan bahwa kekuatan petahana yang sebelumnya menjadi kepala daerah masih dominan dan maksimal dalam mengelola resource yang ada," jelas dia.
3. Dinamika parpol pengaruhi masyarakat memilih

Sementara itu, dari pilkada Sumsel terdapat 1.787.078 pemilih tak menggunakan hak pilihnya alias golput sehingga partisipasi pemilih hanya diangka 72,19 pesen. Banyaknya masyarakat yang tak hadir di dalam pesta demokrasi karena muak dengan kondisi politik yang ada dimana mekanisme partai memploting calon berdasarkan dukungan parpol.
"Motivasi pemilih untuk menyalurkan hak pilih yang kurang terlihat karena opsi pilihan kandidat yang belum mampu menawarkan solusi yang kongkrit buat masyarakat," jelas dia.