Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

4 Hal Penyebab Palembang Tak Lagi Jadi Fokus Arkeologi

Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Palembang, IDN Times - Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (TPKS) merupakan satu lokasi di Palembang tempat menyimpan peninggalan situs Kerajaan Sriwijaya.

Lokasi yang berada di Jalan Syakyakirti, Karang Anyar, Kecamatan Gandus, Palembang ini berada di tepian utara Sungai Musi. Bahkan, kawasan yang dulunya merupakan kawasan pemukiman warga ini, sudah menjadi spot destinasi sejarah di Kota Pempek.

Sayangnya, dalam beberapa tahun ke depan bisa jadi destinasi ini akan menghilang.

1. Palembang bukan lagi jadi fokus penilitian arkeolog

IDN Times/Feny Maulia Agustin

Menurut Sejarawan dari Balai Arkeologi, Dra Retno Purwanti, M.Hum, sebenarnya Palembang ini sudah tidak menjadi fokus mereka lagi. Karena banyak situs sudah berubah dan sudah sangat terganggu.  

"Dalam mencari peninggalan arkeologi, itu membutuhkan penggalian. Nah di Palembang, penggalian terakhir pada tahun 2016. Jadi percuma menghabiskan dana puluhan juta tapi tidak menghasilkan data apa-apa," ujarnya, saat menjadi pembicara pada seminar sehari tentang 'Sriwijaya: Bingkai Kebhinekaan Menuju Kedaulatan Sriwijaya' di TPKS Palembang, Rabu (19/6).

"kami tidak menganggarkan secara khusus penelitian mengenai Sriwijaya di Palembang," katanya.

2. Data arkeolog di Palembang ini sudah sedikit sekali.

IDN Times/Feny Maulia Agustin

Retno mengungkapkan, potensi untuk mendapat data arkeolog di Palembang ini sudah sedikit sekali.

"Kalau potensi memperoleh data yang besar ada di luar palembang, untuk peninggalan Sriwijaya sendiri di Sumbagsel. Kami kan juga meneliti 4 provinsi wilayah kerja Sumbagsel," ungkapnya.

"Di luar Palembang yakni di daerah tingkat 2 untuk wilayah Sumatera Selatan. Seperti peninggalan Tingkir kemudian Lesung Batu," katanya.

3. Dinas Pariwisata Palembang masih awam tentang arkeologi

IDN Times/Feny Maulia Agustin

Retno menerangkan, bahwa beberapa waktu lalu ada kejadian Dinas Pariwisata Palembang sempat mem-viral-kan penemuan aset peninggalan sejarah. Setelah ditelusuri lokasi yang disebut sebagai sisa arkeologi itu, ternya hanya gundukan yang fungsinya menahan air Sungai Musi.

"Kemaren memang sempat di blow up Kadispar Palembang yang ada gundukan di daerah pinggiran musi 5 yang disebut sebagai dermaga. Ternyata yang viral (gundukan) itu adalah talut yang digunakan untuk menahan air, kan air Sungai Musi kalo ombaknya tinggi akan naik kedaratan," terangnya.

"Perihal gundukan yang dikira sisa arkeologi itu ternyata bukan. Itu dari Dinas Pariwisata pak Isnaini juga sudah menghubungi saya. Masalah viral kabarnya, memang beliau sengaja, tujuannya agar ya talut gundukan itu terjaga tidak diganggu," jelasnya.

"Apabila salah dan bukan menjadi hasil peninggalan tidak apa-apa, karena beliau (Pak Isnaini) masih awam untuk permasalahan arkeologi," ujarnya.

4. Pemerintah tidak melibatkan orang yang berkompeten

wisatajalanjalanmurah.blogspot.com

Retno memaparkan, bahwa kerusakan peninggalan situs itu disebabkan salah satunya karena tidak paham atau tidak tahu pihak pengelola dalam pengelolaan yang baik. Seperti kerusakan Bukit Siguntang, yang sebenarnya lantaran ketidaktahuan pembangun.

"Karena pemerintah juga tidak melibatkan orang yang kompeten. Bukit Siguntang rusak permasalahan utamanya pun bukan lantaran pemerintah saja. Masyarakat juga terlibat. Bukit Siguntang sebelum menjadi taman tahun 1991 itu kan pemukiman warga," paparnya.

Bahkan dari 1991, tuturnya, ada beberapa penemuan keramik saat dilakukan penggalian di kawasan tersebut. Karena ketidaktahuan masyarakat, jadi penemuan yang dikira hanya batu biasa ya dibuang-buang saja.

"Kerusakan itu sudah dari jaman Belanda, saat ahli datang ke Bukit Siguntang, bata-bata murni memang sengaja di ambil, yang kemudian digunakan membuat jalan karena kualitas bagus dan ukuran besar," tuturnya.

Satu hal yang harus digaris bawahi, tahun 1954 saat ada yang masih melihat adanya stupa di salah satu lereng Siguntang.

"Kami (Balai Arkeologi) belum ada, sayang tidak ada yang memberi tahu lokasi tepatnya dimana. Bagaimana mau ditelusuri. Lalu kerusakan terparah saat pembuatan Bukit Siguntang menjadi taman. Kesalahannya yakni menggunakan alat berat buldoser dan escavator. Sehingga semua yang berada di tanah ikut terangkat, termasuk mungkin batu-batu peninggalan," tandasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sidratul Muntaha
EditorSidratul Muntaha
Follow Us