Sekolah Palembang Disarankan Daring karena Kabut Asap Menebal
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Palembang, IDN Times - Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang mengimbau pemerintah daerah kembali menerapkan sistem pembelajaran online, atau sekolah dalam jaringan (daring) akibat kabut asap yang kian menebal.
"Kami menyarankan kembali belajar online. Kualitas udara yang buruk sangat berdampak pada kesehatan, terutama bagi anak-anak," ujar Koordinator Bidang Observasi dan Informasi BMKG Palembang, Sinta Andayani, Rabu (6/9/2023).
Baca Juga: Gawat, 2 Ribu Bayi di Palembang Terpapar ISPA Akibat Kabut Asap
1. Intensitas hujan yang rendah memengaruhi ketebalan kabut asap
Berdasarkan data dari website indeks kualitas udara Air Quality Indeks (AQI), tingkat pencemaran di Sumatra Selatan (Sumsel) terutama Palembang berada pada peringkat pertama kualitas udara terburuk di Indonesia, bahkan masuk dalam kategori udara sangat tidak sehat.
"Sekarang intensitas hujan mulai berkurang, cuaca umumnya cerah berawan dan terjadi peningkatan titik hotspot di wilayah sekitar Palembang seperti OKI dan Ogan Ilir, sehingga kondisi udara semakin memburuk," kata dia.
Baca Juga: Kualitas Udara Memburuk, Penyakit ISPA Meningkat di Sumsel
2. Diminta mengenakan masker
Sinta juga mengimbau agar masyarakat menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan, serta menjaga kesehatan di saat cuaca yang panas dan kering. Selain itu, sebaiknya masyarakat dapat mengoptimalkan penggunaan transportasi umum.
"Sangat penting lagi saya imbau kepada seluruh masyarakat agar tidak membakar lahan supaya hotspot dapat terkendali dan berkurang," timpalnya.
3. Minta masyarakat memilah sampah agar tidak ada pembakaran
Upaya lain mencegah penebalan kabut asap adalah memilah sampah rumah tangga agar pembuangan sampah tidak dibakar. Sebab ada jenis sampah yang justru dapat dimanfaatkan atau diolah kembali.
"Saya juga mengimbau sampah rumah tangga dipilah, seperti sampah organik menjadi kompos sehingga tidak perlu dibakar, sampah plastik yang bisa diolah lagi dikirim ke bank sampah," jelas dia.
Baca Juga: 50 Hari Tanpa Hujan, Ancaman Karhutla di Kabupaten OKI Makin Besar