TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

46 Tahun Tanpa Kabar di Rantau, Musir Pulang Kampung karena Medsos

Keluarga sempat menganggap Musir sudah meninggal dunia

Musir menghadiri pesta pernikahan keponakannya di OKI (IDN Times/Istimewa)

Ogan Komering Ilir, IDN Times - Puluhan tahun tanpa kabar di perantauan, Musir bin Salisin (60) warga Desa Jermun Kecamatan Pampangan, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan (Sumsel), akhirnya bisa bertemu kembali dengan keluarga dan kerabat.

Setelah menghilang 46 tahun berkat jejaring media sosial (medsos), kedatangan Musir disambut haru dan isak tangis keluarga yang menganggap dirinya telah meninggal dunia. Musir pulang bersama anak dan menantu untuk melepas rindu dan menghadiri undangan pernikahan sang keponakan, Minggu (31/1/2021).

Baca Juga: Abangnya Sudah Hilang Selama Tiga Tahun, Nadya Cari Bantuan di Tiktok

1. Musir pertama kali merantau saat usia 14 tahun

Situasi aktivitas warga Palembang di pinggiran Sungai Musi bawah Jembatan Ampera (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Musir mulai merantau sejak usia 14 tahun. Ia terpaksa merantau akibat himpitan ekonomi, dan nekat meninggalkan rumah ke wilayah pantai timur OKI, tepatnya di perkampungan nelayan Desa Sungai Pasir, Kecamatan Cengal.

Sekitar tahun 1975, Musir kali pertama bekerja di perkebunan karet. Setelah itu, dirinya ikut melaut menjadi nelayan di lautan lepas. Mengenang awal perantauan, Musir harus pergi meninggalkan desa tercinta karena ingin bisa hidup lebih baik.

"Cuma 3 tahun di Sungai Pasir, lalu melaut dan tidak pernah pulang," kata dia.

Musir bercerita ketika dirinya terombang-ambing di lautan hingga ditangkap Australian Coast Guard. Pada 1978, Musir bersama beberapa nelayan dengan kapal motor sederhana berangkat dari pantai timur OKI mengarungi Selat Bangka ke arah Lampung menuju ke Selat Sunda.

2. Musir pernah makan ikan mentah dan minum air sungai

Situasi terminal kapal di pinggiran Sungai Musi bawah Jembatan Ampera (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Saat kapal yang mereka tumpangi goyah karena badai, kapal yang berukuran 25 kaki (7,6 m) itu dipenuhi dengan ikan tangkapan, dan perlengkapan berlayar seperti bahan bakar dan umpan.

Setelah beberapa minggu melaut, mereka berencana kembali ke kampung halaman. Namun rencananya gagal karena terjebak hujan badai dan harus sekuat tenaga bertahan. Musir muda merasakan mabuk laut, muntah-muntah, menjerit, dan akhirnya menangis karena ketakutan. Sementara Sang Nahkoda, cerita Musir, tetap duduk mengemudi kapal melewati badai yang makin kuat. Naas kapal kayu itu terhempas ke tengah laut.

Bayangan pulang kampung batal, mereka justru tinggal di kapal. Kala itu, peralatan navigasi belum secanggih sekarang. Melaut hanya mengandalkan nyali dan ilmu falak (perbintangan) yang dia peroleh dari Sekolah Rakyat (SR) warisan Belanda.

"Kami sempat memakan ikan mentah dan menadah air hujan agar terhindar dari dehidrasi," ungkap dia.

3. Ingin pulang namun tak tahu jalan kembali ke kampung halaman

Situasi pinggiran Sungai Musi bawah Jembatan Ampera (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Setelah semalaman dihempas badai, awan hitam tampak hilang. Mereka tidak menyadari ke mana kapal kayu berlabuh hingga. Akhirnya di pagi hari sebuah kapal asing mendekat. Sekelompok orang berkulit putih tinggi besar itu mendatangi mereka.

Namun tak satu pun dari mereka memahami perbincangan dari orang-orang kulit putih berseragam rapi dengan senjata lengkap itu. Mereka pun ditahan selama dua minggu di daratan tanpa tahu lokasinya di mana. Akhirnya, mereka didatangi tentara Indonesia dan dipulangkan.

"Kami sambil bawa ikan dibawa ke Pasar 16 Palembang namun tak tau Jalan Pulang. Sebelumnya, kami tersesat hingga perbatasan Australia," jelasnya.

Setahun setelah kejadian itu, ia kembali mencari kapal nelayan untuk berpetualang. Musir kembali menangkap ikan hingga ke Kepulauan Riau, dibantu orangtua angkatnya di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau.

Musir mengenang, sekitar tahun 1984 kapal nelayan yang ia tumpangi pernah berlayar menyusuri Sungai Musi, membawa ikan untuk dijual di Pasar 16 Palembang. Sejak saat itu, ia tak pernah lagi menginjakkan kaki ke Sumsel.

Baca Juga: 5 Cara Menguatkan Persahabatan yang Terpisah Jarak karena Merantau 

Berita Terkini Lainnya