Warga Semende Nostalgia Lewat Film Layar Tancap Bertema Tunggu Tubang

- Film Mother Earth: Tunggu Tubang mengangkat tradisi keluarga dan ketahanan pangan
- Memudahkan masyarakat memahami tradisi Tunggu Tubang melalui film layar tancap
- Inisiatif pemutaran film menghidupkan kembali tradisi layar tancap di desa
Muara Enim, IDN Times - Warga Semende Darat Tengah kembali diingatkan akan tradisi leluhur mereka, yakni Tunggu Tubang, melalui film Mother Earth: Tunggu Tubang, garapan Komunitas Ghompok Kolektif. Film tersebut mengangkat sistem adat masyarakat Semende yang telah diwariskan secara turun-temurun hingga 15 generasi.
Mother Earth: Tunggu Tubang diputar di tiga desa, yaitu Kota Agung, Palak Tanah, dan Muara Tenang. Warga yang hadir tampak antusias menyaksikan bagaimana tradisi di tanah mereka diangkat ke layar tancap, Senin malam, 6 Ooktober 2025.
"Kami memfasilitasi masyarakat agar bisa mengakses film ini dengan mengemasnya menjadi layar tancap. Biar masyarakat Semende juga kembali bernostalgia," ungkap sutradara film, Muhammad Tohir, Selasa (7/10/2025).
1. Film itu mengangkat tradisi keluarga dan dinamika ketahanan pangan

Film berdurasi 60 menit tersebut mampu membawa sisi emosional masyarakat dan menghidupkan kembali rasa memiliki terhadap adat dan istiadat yang ada. Sang sutradara mengatakan bahwa tradisi Tunggu Tubang sendiri merupakan tanggung jawab yang dipikul perempuan tertua dalam keluarga untuk mengelola harta keluarga.
Warisan tersebut tidak boleh diperjualbelikan guna menjaga keberlanjutan kehidupan keluarga secara turun-temurun. Tradisi ini juga menyimpan akar ketahanan pangan dan ikatan sosial yang harus dijaga.
"Dengan menyaksikan film ini masyarakat dapat memaknai adat istiadat yang diterapkan di masyarakat Semende itu sendiri," jelas dia.
2. Film Mother Earth: Tunggu Tubang memudahkan masyarakat memahami tradisi

Seorang pewaris Tunggu Tubang bernama Eliana (46) mengaku haru dan bangga menyaksikan tradisi yang dilakoninya sehari-hari diangkat dalam sebuah film. Menurutnya, dengan adanya film ini masyarakat dapat lebih mudah memahami kondisi dan dinamika sosial yang ada di tengah Semende.
"Kalau dulu sering diadakan layar tancap film-film. Tapi kali ini, kami menonton adat-istiadat kami sendiri. Ini luar biasa, karena lewat film ini kami bisa kembali memaknai adat yang sudah hidup berdampingan dengan kami sejak puyang (nenek moyang) kami ada," jelas Eliana.
Hal senada disampaikan oleh pemuda Desa Palak Tanah, Siska Damaiyanti (25), yang menilai kegiatan layar tancap seperti itu sudah jarang digelar di desanya. Ia mengaku terakhir kali menyaksikan layar tancap saat masih berusia belasan tahun, dan kali ini merasa bangga karena film yang diputar mengangkat tradisi dari tempat ia tumbuh.
"Untuk layar tancap ini, jadi sesuatu yang baru bagi kami generasi muda. Malam ini kami mendapatkan dua hal yang baru: filmnya sendiri dan pesan yang dibawanya. Film ini membuka mata kami sebagai pemuda desa untuk terus melestarikan adat di Semende," ungkap Siska.
3. UPaya menghidupkan tradisi layar tancap di desa

Sementara itu, Camat Semende Darat Tengah, Zulfikar, menyampaikan apresiasi atas inisiatif pemutaran film ini yang sekaligus menghidupkan kembali tradisi layar tancap di wilayahnya.
"Ini menjadi ajang nostalgia bagi masyarakat kami, sekaligus pengenalan tradisi layar tancap kepada generasi muda agar turut merasakan suasana seperti dulu. Yang terpenting, film ini juga mengenalkan kembali adat kami," ungkap Zulfikar.