Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Transisi Energi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Dikritik Sebagai Ancaman Lingkungan

PLTU Sumsel 8.jpg
PLTU Sumsel 8 (Dokumentasi STuEB)
Intinya sih...
  • Pemerintah dianggap melanggar komitmen untuk menekan emisi karbon
  • PLTU berdampak ekologis dan sosial, termasuk pelanggaran HAM
  • Transisi energi dianggap sebagai bahan candaan bagi pemerintah

Palembang, IDN Times - Konsorsium Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) menilai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 26 Mei 2025 sebagai bentuk kegagalan.

STuEB mengkritik rencana RUPTL untuk mewujudkan transisi energi yang adil dan berkelanjutan bertolak belakang dengan komitmen Indonesia untuk menekan emisi karbon.

1. Pemerintah dinilai mengingkari puncak emisi pada 2030 menuju Net Zero Emission (NZE) pada 2060

PLTU Suralaya menyumbang 10 persen dari energi listrik kebutuhan Jawa, Madura dan Bali dengan kapasitas Daya Mampu Netto (DMN) dan Daya Mampu Pasok (DMP) sebesar 3.221,6 MW. (dok. PLN)
PLTU Suralaya menyumbang 10 persen dari energi listrik kebutuhan Jawa, Madura dan Bali dengan kapasitas Daya Mampu Netto (DMN) dan Daya Mampu Pasok (DMP) sebesar 3.221,6 MW. (dok. PLN)

Apalagi kebijakan RUPTL tampak timpang karena Sumatra sebagai wilayah dengan porsi terbesar pembangunan PLTU justru sulit mencapai puncak emisi pada 2030 serta menuju Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Diketahui, Sumatra memiliki PLTU baru 3,3 GW dari total 6,3 GW secara nasional.

STuEB menilai kebijakan puncak emisi pada 2030 serta menuju Net Zero Emission (NZE) pada 2060 merupakan bentuk peraturan yang ingkar. Sebab target bauran energi baru terbarukan (EBT) baru di angka 23 persen pada 2025 dan 34 persen pada 2030.

Menurut Konsolidator STuEB dari Bengkulu Ali Akbar, keputusan untuk membangun PLTU baru sebagai bentuk keberpihakan terhadap oligarki batubara dan pengabaian atas krisis iklim, adalah bentuk mandeknya program pemerintah.

"Belum lagi hambatan upaya pensiun dini terhadap PLTU yang selama delapan tahun terakhir diperjuangkan," kata dia dalam keterangan rilis yang diterima, Minggu (8/6/2025).

2. PLTU berdampak ekologis dan sosial termasuk pelanggaran HAM

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia meninjau PLTU Suralaya, Cilegon, Banten, Sabtu (21/12/2024). (IDN Times/Trio Hamdani)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia meninjau PLTU Suralaya, Cilegon, Banten, Sabtu (21/12/2024). (IDN Times/Trio Hamdani)

Kritik dampak sosial dan ekologis dari pembangunan pun memacing pernyatan berbagai pihak dari perwakilan organisasi dan masyarakat sipil. Menurut Direktur Apel Greend Aceh Rahmad Syukur, proyek PLTU yang ada di Aceh pun adalah pelanggaran HAM, khususnya hak atas lingkungan hidup yang sehat.

Kemudian kata Direktur Srikandi Lestari, Sumiati Surbakti, juga pembangunan PLTU Pangkalan Susu adalah simbol inkonsistensi kebijakan energi nasional. Dia menilai, kebijakan pembangunan PLTU jadi simbol kebahlulan transisi energi menuju energi bersih.

Selanjutnya menurut perwakilan LBH Pekanbaru Wilton Panggaben, dari kebijakan RUPTL 2025–2034 menandakan pemerintah belum serius dalam menurunkan emisi karbon. Lalu kata Diki Rafiki dari LBH Padang, menyampaikan bahwa ekspansi PLTU di Sumatera adalah kejahatan struktural terhadap rakyat dan lingkungan.

3. Transisi energi dinilai jadi ajang candaan bagi pemerintah

PLTU Balambano milik PT Vale di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. (dok. PT Vale)
PLTU Balambano milik PT Vale di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. (dok. PT Vale)

Selanjutnya pendapat dari Perkumpulan Sumsel Bersih, Boni Bangen, khusus kondisi Sumatra Selatan (Sumsel) saat ini dalam kondisi surplus listrik, namun tetap menjadi sasaran pembangunan PLTU baru. Dia menjelaskan, Sumsel surplus listrik sebesar 2.207,08 MW dengan 16 PLTU yang telah eksisting. Salah satunya PLTU Sumsel 8 di Kabupaten Muara Enim dengan kapasitas 2 x 620 MW.

Kemudian di sisi lain capain bauran energi terbarukan di Sumsel mencapai 24,18 MW yang seharusnya pemerintah mendorong pensiun dini PLTU sebesar bauran energi terbarukan, bukan malah menambah PLTU baru.

"Transisi energi hanya bahan candaan oleh pemerintah, dimana yang utama bukan keselamatan rakyat melainkan royalti dan dana bagi hasil sektor minerba," kata dia.

4. Kebijakan transisi energi harus seiring dengan penegakan prinsip polluter pays

Warga melintas dengan latar belakang PLTU Suralaya di Kota Cilegon, Banten, Rabu (6/12/2023). (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)
Warga melintas dengan latar belakang PLTU Suralaya di Kota Cilegon, Banten, Rabu (6/12/2023). (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)

Yayasan Anak Padi Melia Satry menambahkan, di Lahat, masyarakat di sana sudah menderita akibat polusi parah dari PLTU dan tambang batubara. Kemudian kata perwakilan Lembaga Tiga Beradik Deri Sopian, akibat kebijakan RUPTL berdampak terhadap destruktif PLTU dan industri batubara di Jambi, termasuk kerugian lingkungan dan pencemaran sungai.

"Industri ini menyebabkan kerusakan ekosistem, banjir, pencemaran air dan udara, serta dampak negatif pada kesehatan masyarakat dan perubahan sosial. Dampak dari PLTU Semaran PT. Permata Prima Elektrindo mencemari Sungai Ale dan Tembesi dimana lokasi pembuangan limbah FABA berada di lokasi rawan banjir," jelas dia.

Sementara kata LBH Lampung Prabowo Pamungkas, dari kebijakan RUPTL harus ada yang menyoroti kepentingan penegakan prinsip "polluter pays" terhadap pelaku pencemaran di PLTU Sebalang dan Tarahan, sekaligus semua pembangunan di lokasi lain.

Namun dari sisi STuEB menyampaikan, melalui Hari Lingkungan Hidup Sedunia seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat komitmen terhadap transisi energi bersih dan berkeadilan, bukan memperpanjang ketergantungan terhadap energi kotor. RUPTL 2025–2034 dinilai tidak hanya melemahkan kredibilitas Indonesia di panggung internasional, tetapi juga mengkhianati hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hafidz Trijatnika
EditorHafidz Trijatnika
Follow Us