Tengah Digenjot, Konsumsi Batu Bara Sumsel Diprediksi Turun pada 2030

- Peralihan penggunaan energi sudah terjadi
- Konsep transisi energi di Sumsel akan beralih ke pertanian dan perkebunan
- Sumsel harus mulai melepas ketergantungan akan batu bara
Palembang, IDN Times – Sumatra Selatan masih terus mengandalkan batu bara sebagai sumber energi utama. Bahkan produksi batu bara di Sumsel mengalami peningkatan target produksi menjadi 147,33 juta ton, naik dari capaian tahun sebelumnya yang mencapai 113,29 juta ton. Kebijakan ini diambil meski penggunaan batu bara diprediksi mulai menurun pada 2030 mendatang. Penurunan itu akan menjadi awal dari transisi energi menuju sumber energi alternatif yang lebih ramah lingkungan.
"Transisi energi sedang berproses untuk peralihan dari energi fosil ke Energi Baru Terbarukan (EBT). Targetnya (Net Zero Emission) tetap 2060 nanti. Tapi, sesuai prediksi 2030 akan mulai terjadi penurunan karena ada peralihan pemakaian listrik dari batu bara ke EBT. Full-nya akan terjadi ketika nilai ekonomisnya turun," ungkap Kabid Perekonomian dan Pendanaan Pembangunan Bappeda Sumsel Hari Wibawa, Jumat (1/8/2025).
1. Peralihan penggunaan energi sudah pernah terjadi

Hari menjelaskan, transisi energi sudah tertuang dalam Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Sumsel. Sebagai wilayah dengan cadangan hingga 8,6 miliar ton, Sumsel masih menjadi wilayah yang mengalami ketergantungan dengan batu bara mengingat nilai ekonomis yang ada masih menjadi penyanggah ekonomi wilayah.
Sesuai perkiraan, batu bara di Sumsel akan habis pada tahun 2121 namun target besarnya NZE diperkirakan terjadi pada 2060 mendatang. Di masa itu, ekspor batu bara diperkirakan sudah menurun dan penggunaan solar panel sudah lebih terjangkau.
"Jika nilai ekonomis tercapai, akan ada peralihan. Sama seperti penggunaan minyak bumi ke batu bara dan batu bara ke EBT. Ditambah lagi PLTU di Inggris, China, India yang selama ini memakai batu bara juga mulai beralih ke EBT. Maka kita harus bersiap dari sekarang," jelas dia.
2. Konsep transisi energi di Sumsel akan beralih ke pertanian dan perkebunan

Hari menjelaskan, peralihan tersebut akan menimbulkan persoalan baru mulai dari dampak ekonomi dan ketenagakerjaan di sektor tambang yang berimplikasi terhadap pendapatan daerah. Saat ini batu bara masih menjadi penunjang ekonomi Sumsel yang berkontribusi 15 persen dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2024, serta menyumbang pendapatan Sumsel 12 persen dan 2,26 persen tenaga kerja di sektor pertambangan batu bara.
"Kita punya konsep ketika transisi ini terjadi melalui pengembangan sektor pertanian dan perkebunan. Alternatif bisa kopi, kelapa, atau lainnya dari lahan bekas tambang. Memang ada perbedaan upah, jika di tambang bisa Rp300 ribu sedangkan pertanian Rp100 ribu. Itu bukan untuk mengembalikan taraf hidup dari penghasilan tambang, tapi untuk bisa bertahan hidup," jelas dia.
3. Sumsel harus mulai melepas ketergantungan akan batu bara

Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Hijau Doddy S Sukadri menyebutkan, transisi energi yang ada akan berdampak luas sehingga apa yang dilakukan tidak akan mudah. Namun semua itu bisa dilakukan dengan melepas ketergantungan dengan batu bara.
"Sumsel punya cadangan batu bara 36,78 persen dari total nasional. Sementara Sumsel dan daerah lain harus bisa melepas ketergantungan dari batu bara dan melakukan transformasi ekonomi ke arah yang lebih hijau dan berkelanjutan," jelas dia.
Dirinya meyakini, rencana transisi energi sudah berjalan pada jalan yang tepat mulai dari komitmen pemerintah pusat. Untuk itu, proses transisi ini dinilainya membutuhkan sinergi banyak pihak.
"Kita berharap penggunaan baru bara secepatnya bisa diselesaikan, karena ini menyangkut lingkungan. Kita tak hanya bicara soal daerah penghasil saja, tapi bicara secara global, 3P (planet, people, profit)," jelas dia.