TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Perempuan Mengaku Pria di Jambi; Sempat Jadi Imam dan Salat Jumat

Cerita perempuan di Jambi baru tahu suaminya bukan pria

Ilustrasi pernikaha. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Jambi, IDNTimes.com - Sintia (bukan nama sebenarnya) warga Kecamatan Kota Baru, Kota Jambi, menjadi korban penipuan pernikahan sesama jenis. Perempuan berusia 28 tahun ini menikah siri dengan Erayani, warga Lahat, Sumatra Selatan (Sumsel) yang mengaku sebagai pria dan berprofesi sebagai dokter.

Setelah 10 bulan menikah, korban baru mengetahui suaminya ternyata perempuan. Sintia mengenal Erayani melalui media sosial akhir Mei 2021. Ia mengira pelaku adalah dokter berdasarkan foto profil. Sebulan kemudian, pelaku datang ke Jambi untuk bertemuan. Tidak ada kecurigaan yang dirasakan Sintia kala itu.

Memasuki Juli 2021, pelaku kembali ke Lahat dengan alasan mengambil berkas identitas sekaligus meminta izin untuk menikah. Rencananya, pernikahan mereka dilaksanakan pada 9 Juli 2021. Namun pelaku mengaku ibunya meninggal dunia karena COVID-19, sehingga tantenya meminta pernikahan ini ditunda. Ketika kembali ke Jambi, Erayani tidak membawa berkas dan syarat pernikahan. Ia ini berdalih sedang membarui KTP di dinas.

"Jadi dia ke Jambi tapi tak bawa berkasnya. Alasannya ganti nama sesuai dengan nama muslim. Dia mengaku seorang mualaf sehingga mengganti nama yang sesuai," kata korban, Rabu (15/6/2022).

Baca Juga: Cerita Perempuan di Jambi Baru Tahu Suaminya Bukan Pria

1. Menikah tanpa tahu identitas suami

website

Paman Sintia mengusulkan pernikahan siri karena bisa segera dilaksanakan, walaupun dokumen identitas belum ditunjukkan. Usulan ini sempat ditolak Sintia karena ia ingin menikah secara resmi di mata negara. Tetapi pada akhirnya pernikahan siri ini berlangsung pada 18 Juli 2021.

"Pagi saya disarankan menikah siri dan malamnya langsung dinikahi. Dengan omongan saja. Tidak dengan bukti identitas, cuma percaya saja. Lalu saya minta izin orangtua," tuturnya.

Sementara itu ibu korban berinisial S mengatakan, dirinya sedang sakit saat pernikahan setelah beberapa hari terbaring bersama suaminya yang mengidap stroke. Kedua orangtua Sintia pun tidak menyaksikan pernikahan tersebut. "Ibu tidak bisa ngapain-ngapain saat itu," katanya.

2. Ibu korban curiga dengan menantunya yang mengaku dokter

ilustrasi pemeriksaan dokter (freepik.com/jcomp)

Setelah satu bulan dan kondisi S sehat, ia curiga bahwa menantunya adalah perempuan. "Timbul kecurigaan habis menikah itu. Katanya dokter, tapi kok tidak bekerja. Banyak alasannya. Hati ini jadi tertekan. Sebulan itu saya telusuri," ujar ibu korban.

Ia sempat dituduh berpikiran buruk pada menantunya. Namun S tetap yakin bahwa menantunya adalah perempuan. "Dua bulan berlanjut, saya dituduh berpikiran buruk. Saya tetap minta identitas lengkap," katanya.

Ia tetap teguh meminta bukti identitas pelaku walaupun dituduh seperti itu. "Sempat disaksikan masyarakat, Babinkamtibmas, Babinsa, Ketua RT, ketua adat. Dia tidak bisa menunjukkan identitas secara nyata atau online," jelasnya.

Baca Juga: 1 Guru PPPK di Muba Meninggal Beberapa Jam Sebelum Teken Kontrak

3. Korban dikurung selama empat bulan di Lahat

Ilustrasi orang yang terjebak(Pixabay.com/artbykleiton)

Pelaku memberanikan diri untuk membubuhkan tanda tangan di atas materai yang berisi perjanjian jika dirinya akan membuktikan identitas tersebut. Namun pada pagi harinya, pelaku membawa kabur Sintia ke Lahat.

"Pakai mobil rental bawa saya ke Lahat. Dia mengajak dengan alasan ibu suudzon terus. Ke sana untuk mengambil identitas. Saat itu saya belum mandi dan belum sarapan," kata korban lagi.

Sintia dikurung selama empat bulan di rumah pelaku. Ia tidak sempat berbicara dengan orang-orang di sekitar selain pada pelaku. "Saya dikurung di kamar. Alasannya saya sakit. Diguna-guna ibu, bahaya kalau keluar. Jadi saya ketakutan," katanya.

Sedangkan S yang terlanjur curiga langsung melapor kecurigaannya ke polisi. Kasus ini pun bisa terungkap hingga sampai ke pengadilan.

4. Pelaku pernah menjadi imam salat

Iluatrasi umat muslim melaksanakan shalat Idul Adha (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/pras)

Untuk meyakinkan keluarga Sintia, berbagai cara dilakukan Erayani. Salah satunya pernah menjadi imam salat. Bahkan ia pernah menjalankan salat Jumat. "Pelecehan agama dilakukannya. Sempat jadi imam salat di masjid. Salat Jumat juga," tuturnya.

Pelaku sebelumnya juga berjanji akan mengurus pengobatan mertua pria yang mengidap stroke. Karena itu, S memberikan uang berkali-kali kepada pelaku sampai menjual barang hingga totalnya mencapai Rp 300 juta.

S berharap pelaku dihukum berdasarkan tindakan penipuan identitas, penipuan untuk mendapatkan uang hingga ratusan juta rupiah, serta pelecehan agama.

Baca Juga: Tak Diberi Uang Beli Narkoba, Pemuda di Palembang Bakar Rumah

Berita Terkini Lainnya