Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kue maksuba, kue basah khas Palembang di Palembang Harum (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Palembang, IDN Times - Kue delapan jam dan kue maksuba merupakan bagian dari jenis kue basah khas Palembang. Dibalik rasa yang legit dan manis, kedua kue basah itu punya nilai historis yang menjadi bukti kehidupan warga Palembang pada zamannya.

Mardho Tilla, owner Palembang Harum, toko oleh-oleh khas Palembang di kawan Jalan Merdeka menyampaikan, cerita dari kue basah tersebut di tempatkannya dalam kemasan box kue tersebut. 

"Biar yang beli mengetahui sejarahnya, jadi kami hadirkan inovasi baru kemasan dengan cerita dan gambar yang di desain khusus. Ada dua warna kemasan yaitu warna merah untuk box kue delapan jam dan warna kuning untuk kue Maksuba. Konsumen juga kami persilahkan icip-icip gratis kue delapan jam dan maksuba," ujar dia, Jumat (31/1).

1. Kue delapan jam punya filosofi keseimbangan kehidupan

Kue delapan jam, kue basah khas Palembang di Palembang Harum (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Mardho menerangkan, kalau sejarah kue delapan jam yang tertulis di dasar box kemasan kue, maka pada permukaan depan memperlihatkan desain cara pembuatan kue, dengan menggunakan oven tempo dulu atau disebut gendok, yang proses pengapiannya bersumber dari kayu bakar. Kemudian di permukaan belakangnya tertulis sejarah yang dirinya rangkum dari sejarawan Palembang.

"Saya bertanya dengan Mang Amin, Sejarawan Palembang dan banyak diskusi tentang sejarah. Jadi kue delapan jam ini punya filosofi keseimbangan untuk hidup. Tidak boleh dimasak kurang dan lebih dari 8 jam. Kita belajar membagi waktu 24 jam dalam satu hari, 8 jam untuk bekerja, 8 jam istirahat dan 8 jam beribadah," terang dia.

2. Kue delapan jam mengajarkan proses kesabaran dalam hidup

Editorial Team