TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Riwayat Kawasan Cinde: Makam, Lokasi Perang dan Apartemen

Pemugaran bangunan Pasar Cinde disayangkan Arkeolog Sumsel 

Ilustrasi bangunan pasar Cinde lama (IDN Times/Istimewa)

Palembang, IDN Times - Kawasan Cinde yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman Palembang menjadi satu di antara banyak tempat bersejarah. Jika masa kini dikenal sebagai Pasar Cinde dan bakal berubah menjadi pusat perbelanjaan, dahulu kawasan tersebut merupakan bagian dari struktur kota pada Masa Kesultanan Palembang Darussalam.

Maka jangan heran jika terdapat makam Sultan Palembang pertama, Susuhunan Cinde Welan atau Cinde Balang alias Sultan Abd ar-Rahman yang berkuasa sejak tahun 1662-1702.

"Kawasan Cinde sebelum jadi pasar, awalnya adalah komplek pemakaman Sultan Palembang dan zuriatnya. Hingga saat ini makam itu berada di sana, terletak di belakang Pasar Cinde adalah makam Sultan Abdurahman dan di depannya makam Raden Nangling," ungkap Sejarawan Sumsel, Kemas Ari Panji kepada IDN Times, Jumat (14/8/2020).

Baca Juga: 7 Fakta Sultan Mahmud Badaruddin II, Pejuang Palembang yang Dilukis

1. Kawasan Cinde awalnya sungai yang ditimbun Belanda untuk jadi jalan

Pembangunan ulang pasar Cinde (IDN Times/Rangga Erfizal)

Saat masa kesultanan, peziarah harus melalui aliran Sungai Tengkuruk untuk menuju kawasan Cinde. Daerah itu dikhususkan untuk makam Sultan Palembang dan keturunannya. Setelah Belanda masuk, kawasan Cinde mulai dilirik sebagai wilayah strategis.

Kawasan Sungai Tengkuruk mulai ditimbun oleh Belanda pada tahun 1929-1930 untuk dijadikan jalan raya. Saat itu pembangunan jalan dimulai dengan menutup anak Sungai Musi, mulai dari kawasan Masjid Agung Palembang hingga Simpang Charitas sepanjang 1,3 kilometer.

"Pembangunan kawasan Cinde mulai mengalami perubahan setelah ada jalan. Cinde juga sempat menjadi pasar kaget dan terminal bus. Pasar kaget berada di depan kawasan Cinde lalu terminal berada di kawasan Bank Mandiri Cinde," jelas dia.

Pasar kaget yang berada di Cinde, dahulu disebut Pasar Linggis. Sebab lokasinya tak jauh dari lorong jalan bernama Linggis di sekitar kawasan tersebut.

2. Kawasan Cinde juga menjadi lokasi Perang Lima Hari Lima Malam di Palembang

quora.com

Pada masa awal Kemerdekaan Republik Indonesia, kawasan Cinde sempat menjadi lokasi bertempur pejuang di Palembang melawan Belanda. Sepanjang Jalan Sudirman Palembang, terjadi pertempuran Lima Hari Lima Malam yang menjadi ikonik sejarah perang kemerdekaan di Kota Pempek.

"Kawasan Cinde itu menjadi tempat berperang antara rakyat Palembang dengan Belanda. Jalan dari Masjid Agung Palembang sampai Simpang Charitas tempat lalu lalang tentara Belanda. Mereka kerap dihadang dan ditembak oleh oleh orang-orang kita," ujar dia.

Perang Lima Hari Lima Malam pecah karena Belanda melanggar garis demarkasi yang ditentukan di kawasan Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang. Pertempuran terjadi pada 1-5 Januari 1947. Tokoh-tokoh penting dalam perang terlibat seperti Panglima Divisi Garuda II Bambang Utoyo dan Dr. A.K. Gani. 

"Serdadu kita dari arah Pasar Cinde kiri maupun kanan melakukan penyerangan. Makanya di sana (dulu) ada (monumen) tank," jelas dia.

Baca Juga: Merawat Baso Palembang, Bahasa Daerah Santun yang Kini Beranjak Sirna 

3. Pasar Cinde spesial karena tiang bentuk Cendawan meniru arsitektur Pasar Johar

Pembangunan kembali kawasan pasar cinde Palembang (IDN Times/Rangga Erfizal)

Setelah masa kemerdekaan, Palembang mulai berkembang lebih pesat. Kebutuhan akan pasar mulai meningkat. Awalnya, Kota Palembang memiliki pasar pertama yakni Pasar 16, lalu dibangun Pasar Sekanak dan selanjutnya Pasar Cinde.

Menurut Panji, Pasar Cinde memiliki kelebihan karena arsitektur yang mirip dengan pasar Johar di Semarang, yang dirancangan arsitek Herman Thomas Karsten. Bangunan Pasar Cinde dibuat meniru gaya arsitektur Herman Thomas dengan tiang-tiang Cendawan yang menjadi khas.

Pasar Cinde Palembang dibangun pada masa Wali Kota (Wako) Palembang, Ali Amin, sekitar tahun 1957-1958 oleh arsitek Abikusno Tjokrosuyoso.

"Pasar Cinde dibangun karena kebutuhan akan pasar di Palembang. Dulunya arsitek pasar Cinde meniru bentuk Cendawan Pasar Johar Semarang, jadi ada kemiripan," ungkap Kemas Ari Panji bercerita.

Pasar Cinde termasuk bangunan tua di Palembang sehingga masuk ke dalam kawasan Cagar Budaya di Palembang. "Semua bentuk Pasar Cinde itu spesial karena bentuk Cendawannya," jelas dia.

4. Arkeolog sayangkan pembongkaran kawasan cagar budaya Pasar Cinde

peneliti dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan Retno Purwanti (IDN Times/Istimewa)

Peneliti dari Balai Arkeologi Sumatra Selatan (Sumsel), Retno Purwanti menjelaskan, bangunan Pasar Cinde sudah ditetapkan sebagai warisan Cagar Budaya di Kota Palembang melalui Keputusan Wako Palembang nomor 179.a/KPTS/DISBUD/2017.

Namun seiring perkembangan, Pasar Cinde justru direvitalisasi di era Gubernur Sumsel, Alex Noerdin. Pro dan kontra proses revitalisasi pun terjadi, banyak pihak yang menyayangkan peruntuhan pasar tersebut.

"Itu bukan revitalisasi, tapi penghancuran bangunan Cagar Budaya. Jadi tidak ada artinya menyisakan tiang Cendawan yang ada dan dibangun baru," jelas Retno.

Baca Juga: Intip Rumah Pahlawan Nasional A.K. Gani di Palembang yang Jadi Museum

Berita Terkini Lainnya