TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Program Biodiesel 100 Pemerintah Disebut Belum Pernah Libatkan Petani

Perusahaan sawit Sumsel masih berpraktik nakal buka lahan

Diskusi AJI mengenai Isu energi dan lingkungan hidup (IDN Times/Rangga Erfizal)

Palembang, IDN Times - Rencana Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menciptakan energi terbarukan melalui Biodiesel 100 atau B100, harus mennghadapi banyak tantangan.

Pemerintah pusat menargetkan 14 Juta hektare (ha) kebun sawit di Indonesia pada tahun 2022, sebagai langkah mendukung energi terbarukan. Namun kenyataannya, masih banyak perusahaan sawit terutama di Sumatra Selatan (Sumsel) yang melakukan kebijakan atau praktik jahat saat membuka lahan.

"Kondisi ini bakal menciptakan potensi konflik pembukaan lahan baru. Apa lagi beberapa perusahaan yang ditunjuk tidak memiliki kebijakan NDPE, " ungkap Direktur Perkumpulan Lingkar Hijau Sumsel, Hadi Jatmiko saat diskusi Isu Penting Energi dan SDA Sumsel 2021, Selasa (29/12/2020).

Baca Juga: Menagih Komitmen Pemerintah Turunkan Emisi Transportasi

1. Rencana Biodiesel dari pemerintah hanya selamatkan pengusaha

Diskusi AJI Palembang (IDN Times/Rangga Erfizal)

Menurut Hadi, dari 10 perusahaan sawit yang menyuplai biodiesel di Sumsel, baru ada tujuh perusahaan yang memiliki NDPE. Beberapa perusahaan yang mengantongi NDPE itu, juga masih kerap melakukan pelanggaran.

"Perlu upaya dari pemerintah dalam merevisi kebijakan untuk beberapa perusahaan yang diberi mandat mengelola energi. Perlu melibatkan masyarakat (petani), pegiat lingkungan hidup, dan pegiat HAM, agar kebijakan pengelolaan lingkungan dapat lebih transparan," jelas dia.

Selama ini pemerintah belum pernah melibatkan perumusan kebijakan energi terbarukan yang melibatkan masyarakat. Keuntungannya pun kata Hadi hanya berputar di perusahaan besar.

"Sejauh ini belum ada keuntungan bagi petani, program pemerintah hanya membantu pengusaha dalam hal ini setelah muncul penolakan sawit Indonesia di Eropa tahun 2016 lalu," jelas dia.

Baca Juga: Kabar Gembira buat Petani Sawit Sumsel, Pemerintah Stimulus Rp30 Juta 

2. Penambahan lahan sawit baru sulit terwujud

Diskusi AJI, soal isu energi dan SDA (IDN Times/Rangga Erfizal)

Akademisi dari Universitas Sriwijaya (Unsri), Dr Umar Harun melihat, mewujudkan B100 di masa mendatang oleh pemerintah memang perlu melibatkan penggunaan sawit masyarakat. Sebab untuk membuka lahan baru bakal sulit dilakukan jika hanya melihat kebutuhan lahan di Sumsel.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk lahan sawit baru dianggap sulit dilakukan, sebab luasan lahan kosong di Sumsel semakin terbatas. "Yang perlu dilihat bukan soal luasan sawitnya tetapi hasil produksi yang dikejar," jelas dia.

Umar juga mengakui, sejak 20 hingga 30 tahun terakhir sawit menjadi primadona tidak hanya bagi perusahaan besar tetapi masyarakat. Kelapa sawit dianggap sebagai tanaman yang tidak sulit dirawat.

"Makanya dalam beberapa tahun terakhir banyak bermunculan lahan sawit baru. Mulai banyak perusahaan dan masyarakat yang melanggar regulasi membuka lahan di lokasi gambut hingga membuat kerusakan. Secara langsung, itu dapat merusak keragaman hayati, keanekaragaman, ekosistem, dan konflik," jelas dia.

Baca Juga: 420 Petani di Musi Rawas Terima Program Peremajaan Sawit Rakyat

Berita Terkini Lainnya