TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mangrove di Pantai Timur Sumsel Kian Kritis, Perambahan Jadi Pemicu

Kontradiktif pengelolaan mangrove ekologis atau ekonomis

Ilustrasi kawasan mangrove (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)

Palembang, IDN Times - Perambahan kawasan pantai pesisir timur Sumatra Selatan (Sumsel) kini memasuki tahap mengkhawatirkan. Dinas Kehutanan Sumsel, mencatat jumlah hutan bakau seluas 345.990 hektare (Ha) kini semakin rusak.

Hutan bakau yang membentang di kawasan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) hingga Banyuasin memasuki kategori kritis sekitar 18,23 persen. Sedangkan 62,5 ha lainnya sangat kritis. Aktivitas tambak udang, tambak ikan dan pencurian kayu bakau memperparah kerusakan yang ada.

"Penyebab kian kritisnya kawasan mangrove terjadi karena perambahan hutan, pembukaan tambak (udang) dan pembukaan pelabuhan," ungkap Kadis Kehutanan Sumsel, Pandji Tjahjanto, Sabtu (6/11/2021).

Baca Juga: Kadin Sumsel Sumbang 400 Tabung Oksigen ke 10 RS di Sumsel

1. Pemprov Sumsel lakukan restorasi mangrove 36.000 Ha

ilustrasi penanaman mangrove (ANTARA FOTO/Akbar Tado)

Menurut Pandji, upaya penyelamatan mangrove saat ini menjadi upaya mereka dengan melakukan rehabilitasi di kawasan pesisir. Dalam tiga tahun terakhir, di wilayah OKI Pemprov Sumsel telah melakukan restorasi sebanyak 36.000 ha.

Upaya tersebut diharapkan dapat terus dilakukan guna menjaga bentang pesisir Sumsel terjaga.

"Jika tidak ditanggulangi, dikhawatirkan akan berdampak pada rusaknya ekosistem pesisir, buruknya akan menyebabkan bencana alam," ujar dia.

2. Mangrove simpan cadangan karbon tinggi

ilustrasi (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah)

Kawasan mangrove sejatinya sangat penting menunjang ekosistem esensial. Mangrove berfungsi menjadi penyedia sumber nutrisi dan terjaganya bentang daerah pesisir. Cadangan karbon yang dimiliki mangrove pun sangat tinggi mencapai 891,70 ton karbon per ha.

"Ekosistem mangrove banyak memberikan fungsi ekologis dan menjadi salah satu produsen perikanan laut di suatu daerah," ucap dia.

3. Kontradiktif perambahan mangrove

ANTARA FOTO/Basri Marzuki

Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Musi, Sulthani Aziz menila,i perambahan kawasan mangrove adalah kebijakan kontradiktif. Di satu sisi, perambahan menyebabkan kawasan mangrove rusak yang berdampak pada rusaknya ekosistem pesisir.

Di sisi lain potensi mangrove sangat besar untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir kerap membuka tambak udang atau pun tambak ikan, dan mendapatkan komoditas hutan bakau seperti madu dan kepiting. Selama ini udang dan ikan dari kawasan mangrove didistribusikan ke Bangka Belitung hingga Lampung.

"Ini memang terdengar kontradiktif. Karena itu, kita harus mencari solusi yang tepat agar terjadi sinkronisasi kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan," kata dia.

Baca Juga: Potret Jokowi Menanam Mangrove Abu Dhabi

Berita Terkini Lainnya