TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kabut Asap Menebal, Langit Muaro Jambi Memerah & Warga Kesulitan Air 

Water Bombing kesulitan menembus lokasi karhutla

IDN Times/Istimewa

Jambi, IDN Times - Gambaran langit yang memerah dan mencekam akibat kebakaran hutan dan lahan (karhulta) di daerah Kumpeh, Muaro Jambi dan Muara Sabak, Tanjung Jabak Timur, Provinsi Jambi, pada Sabtu (21/9), sempat ramai menjadi perbincangan warganet di media sosial.

Sejumlah foto dan video di daerah Kumpeh berseliweran di sejumlah WhatsApp Grup (WAG) dan dinding Facebook.   

Dari salah satu video yang direkam masyarakat setempat, kondisi tersebut mulai terjadi sekitar pukul 10.00 WIB pada Sabtu (21/9). Kondisi pagi menjelang hari tak ubahnya seperti malam.

"Sudah sebulan asap pekat terus-terusan mengintai kami. Bahkan kami sudah gak pernah menghisap udara segar lagi," ungkap Budi, warga Muara Sabak, Tanjung Jabung Timur, saat dihubungi IDN Times, Minggu (22/9).

1. Warga keluhkan kondisi udara yang tidak sehat

IDN Times/istimewa

Budi menceritakan, hingga menjelang sore, kondisi udara di tempat tinggal mereka  semakin parah. Langit berubah secara sendirinya menjadi warna kuning gelap, lantaran bercampur asap.

Dampaknya, ujar Budi, karena pekatnya kabut asap yang menyelimuti tempat mereka, membuat semua orang bingung dan kewalahan saat bekerja. Asap yang tebal sangat mengganggu pernapasan meski sudah menggunakan masker.

"Saya kerja di bagian lapangan, jadi terasa sangat terganggu, hidung terasa mampet terus, mata pun jadi merah kena asap. Apa lagi kalau sudah semakin sore akan lebih pekat lagi dan warna langit akan semakin kuning" ungkap pegawai salah satu BUMN tersebut.

2. Sumur sudah mengering dan warga terpaksa menggali tanah cari air

IDN Times/istimewa

Selain terpapar kabut asap yang pekat, daerah mereka juga sudah mulai kehabisan stok air bersih. Sumur-sumur penampungan air sudah tidak lagi mengalir. Menurut Budi, warga terpaksa menggali tanah untuk mencari mata air yang tersisa.

"Kami saat ini sangat sulit memdapatkan air, soalnya sumur yang berada dekat rumah sudah lama mengering. Warga terpaksa kita menggali sumur di dekat sawah-sawah," kata dia.

Air dari hasil galian sumur tersebut, terang Budi, hanya bisa digunakan untuk membilas badan dan mencuci baju masing-masing warga. Kondisi air bercampur lumpur membuat warga enggan menggunakannya untuk minum atau pun memasak.

"Meski tidak banyak, dapatlah airnya sedikit. Airnya belum bisa diambil karena masih keruh, sehingga kita endapkan dulu. Itu pun hanya untuk mandi dan cuci baju. Kalau air minum, kami sudah membeli air galon," keluh dia.

Dengan kondisi seperti ini, Budi dan keluarganya lebih memilih tidak meninggalkan rumah hingga kondisi karhutla dapat ditangani. "Alhamdulilah keluarga sehat semua," jelas dia.

Baca Juga: BKSDA Sumsel Catat Ada 400 Hektare Lahan Konservasi Terbakar 

3. Kondisi sempat mencekam, siang seperti malam

IDN Times/ istimewa

Terpisah, Amna, warga Kumpeh Ulu, Muaro Jambi menuturkan, kondisi daerah mereka pada Minggu (22/9) ini tidak lagi mencekam seperti Sabtu kemarin. Hanya saja kabut asap masih terasa begitu tebal.

"Kabut asap sampai berwarna merah kemarin dari Jam 12.00 hingga sore hari. Kalau sekarang, kabut asapnya saja tapi untuk siang ini sudah mulai menguning kembali," tutur dia.

Amna mengungkapkan, pekatnya kabut asap tersebut berasal dari karhutla yang tidak jauh dari desanya. Warga sangat khawatir dengan kondisi seperti dua hari ini, dan sepertinya kejadian karhutla ini yang paling parah.

"Belum ada imbauan untuk mengungsi, walau pun mengungsi mau mengungsi ke mana, seluruh Jambi kena dampaknya. Jadi saat ini kami bertahan di rumah saja," ungkap dia.

Baca Juga: Polda Sumsel Tetapkan 23 Tersangka Karhutla, Termasuk dari Korporasi 

Berita Terkini Lainnya