TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gapkindo Sumsel Beberkan Kondisi Industri Karet Makin Turun

Produksi karet Indonesia terus turun dalam lima tahun

Buruh tani memanen getah karet. Buruh tersebut mendapatkan upah 50 persen dari hasil penjualan getah yang dipanen. (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

Palembang, IDN Times - Gabungan Pengusaha Karet Indonesia Sumatra Selat5an (Gapkindo Sumsel), Alex K Eddy, menyebut industri karet sedang menghadapi kendala di hulu dan hilir. Pada sisi hulu, produktivitas petani mengalami penurunan akibat penyakit tanaman dan alih fungsi lahan.

Sedangkan di sektor hilir, industri karet alam masih ketergantungan pada ekspor. Ekspor karet alam Indonesia mengalami ketidakpastian akibat ancaman resesi dan perekonomian pasar global yang lesu.

"Secara total produksi karet Indonesia terus mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir. Pada 2017 produksi karet mencapai 3,2 juta ton, dan pada 2021 menjadi 2,4 juta ton," ungkap Alex, Kamis (13/10/2022).

Baca Juga: Gapkindo Sumsel Sumringah, Februari 2021 Harga Karet Naik 100 Persen 

Baca Juga: Regulasi Sumsel Rugikan Petani Karet Hingga Rp3 Ribu Per Kilo

1. Indonesia hadapi banyak saingan baru

Ilustrasi buruh tani memanen getah karet. (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

Alex menerangkan akibat penurunan harga karet membuat banyak petani beralih ke komoditas perkebunan lain yang lebih menguntungkan. Para petani sering dihadapkan dengan beragam penyakit tanaman seperti gugur daun dan jamur akar putih.

Sebagai produsen karet, Indonesia disalip Vietnam dan sejumlah negara di Afrika. Kondisi inilah yang akhirnya membuat persaingan di industri karet meningkat, dan harga langsung menurun. Pada 2017 silam, harga karet bisa menyentuh 3 dollar AS per kilogram. Namun sekarang hanya 1,3 dollar per kilogram.

"Industri dalam negeri harus memperbesar serapan agar industri karet di Indonesia tidak mati. Penyerapan karet untuk kebutuhan domestik cenderung rendah, yakni kurang dari 20 persen atau hanya sekitar 600.000 ton per tahun," jelas dia.

2. Serapan dalam negeri akan selamatkan Industri karet

Pusat penjualan ban biasanya memiliki fasilitas pengisian angin ban dengan nitrogen (IDN Times/Dwi Agustiar)

Belum lagi kondisi pabrik karet di Indonesia sejak pandemik banyak yang tutup. Tak terkecuali di Sumsel, ada empat pabrik yang harus tutup. Kondisi memprihatinkan makin menyulitkan Industri karet setelah kebijakan baru dari negara pengimpor karet.

Seperti Tiongkok dengan Zero COVID-19 dan embargo gas Rusia ke Eropa, membuat pemesanan karet alam juga menurun cukup signifikan.

"Jumlah pabrik karet di Sumsel menurun dari 31 sekarang tinggal 27 pabrik, karena jumlah pasokan tidak sesuai dengan jumlah kapasitas terpasang," ucap Alex.

Baca Juga: Harga Karet Sumsel Anjlok Pengaruh Perang dan Lockdown Tiongkok

Berita Terkini Lainnya